(Part 15) Menari Di Hari Pernikahan

4.3K 153 18
                                    

SOSOK YANG MERASUKI RATIH

Bak sebuah pertunjukan besar semua pandangan tamu hadirin yang datang kini tertuju kepada dua sosok pengantin diatas panggung pelaminan. Pengantin wanita yang dengan lihaynya menari Jaipong tanpa kesadaran sedikitpun dan pengantin pria penuh tanda tanya yang berlutut tepat didepan pengantin wanita. Ada ekspresi penyesalan besar yang terpancar dari Bos Asep. Air mata yang mengalir benar-benar menandakan bahwa dirinya mungkin mengetahui sesuatu besar yang saat ini menjadi pertanyaan bagi para hadirin termasuk aku dan Adit.

Alunan musik tetap mengiringi kedua Juru Kawih membawakan lantunan-lantunan Sunda dengan merdunya. Mereka tak berhenti meski dengan jelas melihat drama yang tak wajar diatas panggung pelaminan. Memang Pak Ade yang menyuruh mereka menyelesaikan adatnya apapun yang terjadi.

Ditengah dramatisnya kejadian yang berlangsung, tiba-tiba bulu kudukku berdiri. Kurasakan udara yang lebih dingin dari sebelumnya. Angin bertiup cukup kencang hingga tenda-tenda pernikahan terlihat sedikit bergoyang. Langit mulai terlihat redup. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Beruntung tenda yang Adit dirikan ukurannya sangat besar sehingga para tamu undangan dapat berteduh seluruhnya dibawah tenda.

Kukira memang karena hujan yang turun secara tiba-tiba sajalah yang membuat aku mulai merinding. Ternyata dugaanku salah. Tak kusadari disebelahku ada sosok wanita yang tiba-tiba muncul. Sepertinya hanya aku dan Adit saja yang menyadari kehadirannya. Kulihat badannya agak samar seperti hanya sebuah bayangan. Tak salah lagi, itu Putri.

"Itu bukan Teh Ratih!" Putri bersuara dengan sangat lantangnya. Aku dan Adit saling berpandangan sejenak. Kulihat kedua mata Putri terbuka sangat lebar dan tertuju tajam pada Ratih dan Bos Asep diatas pelaminan. Adit terlihat begitu gemetar. Keringat bercucuran dari kepalanya.

Mendengar apa yang diucapkan Putri, Adit malah terlihat begitu emosional. Aku agak khawatir dia akan bertindak yang ceroboh, karena menurutku Adit memang sosok yang cukup berani sejak kemarin.

Benar saja, Adit tiba-tiba melangkahkan kakinya maju mendekati panggung pelaminan. Entah mengapa, aku tak kuasa menahannya. Seperti Putri mengunci langkah kakiku untuk bergerak walau sedikit.

"Kamu bukan Ratih! Lebih baik kamu pergi dari sini!" bentak Adit sambil menunjuk Ratih dengan telunjuk kanannya. Aku benar-benar kesal dengan sikap cerobohnya.

Ratih tetap menari tanpa merasakan gangguan apapun. Matanya tetap terbuka lebar sambil sesekali menggerakkan retinanya keatas dan kebawah mengikuti ketukan musik yang dimainkan. Serta senyumannya tetap terpancar manis memperindah pergerakan tari yang tengah dimainkannya. Berbeda dengan Bos Asep yang perlahan membalikkan badannya. Bos Asep terlihat jauh lebih emosional dari Adit. Matanya memerah dan pandangannya begitu bergetar mungkin saking marahnya pada Adit. Tiba-tiba Bos Asep menampar Adit dengan sangat keras hingga Adit terpental cukup jauh dan tergeletak tak berdaya.

Para wanita yang melihat kejadian barusan menjerit ketakutan. Banyak yang akhirnya pergi dan tak ingin melihat lagi.

Ingin rasanya kuhampiri Adit dan menolongnya. Sialnya kakiku masih diam tak bergerak. Adit meringis kesakitan, tamparan Bos Asep memang terlihat bukan seperti tamparan orang biasa. Semua orang juga bahkan tak ada yang berani menolongnya.

"Itu Nining! Mantan kekasih Asep yang telah lama mati! Cincin yang ada di jari Teh Ratih adalah cincin Nining!" tiba-tiba, Putri kembali bersuara. Sesaat setelah mengucapkan kalimat yang terakhir tadi, Putri langsung menghilang diikuti dengan suara petir yang menyambar.

Kakiku mulai bisa kugerakkan. Kutelusuri sekeliling dengan kedua mataku namun tetap saja Putri sudah tak terlihat. Mungkin hanya itu pesan yang ingin disampaikannya. Kini akupun tahu kemungkinan mengapa akhirnya Ratih dirasuki oleh sosok yang membuatnya dapat dengan lihay menari bak penari profesional.

Bos Asep kembali berlutut setelah menampar Adit dengan begitu kerasnya. Iya kini menangis sejadinya.

"Maafkan aku Nining. Maafkan aku karena aku harus meninggalkanmu. Kita kini telah berbeda alam dan aku telah memutuskan untuk menikah dengan sesama manusia, Ning!" kata Bos Asep. Suaranya agak terbata-bata. Mungkin karena ia berbicara sambil menahan tangisnya.

Setelah Bos Asep berhenti berbicara, tiba-tiba saja Ratih yang dirasuki oleh arwah Nining tersebut menghentikan Tariannya. Raut wajah yang sedari tadi begitu menjiwai gerakan Tari Jaipong, kini terlihat begitu emosional. Matanya memerah, bibirnya melengkung seperti tersenyum tapi sangat sinis.  Tatapannya tajam mengarah pada Bos Asep. Tiba-tiba tanganya mencekik Bos Asep dengan sangat kuat lalu mengangkatnya hingga kedua kaki Bos Asep tak lagi dapat berpijak. Sebuah pemandangan diluar akal sehat jika kita tidak mengetahui detail apa yang terjadi. Semua orang semakin menjerit dan kondisi hadirin sudah mulai tidak baik lagi. Para tamu mulai berlarian kesana kemari. Bos Asep berusaha melepas cekikan tangan Ratih namun sepertinya cekikannya terlalu keras.

"Jika memang karena alam yang berbeda kau jadi berpaling, maka masuklah kau ke alamku agar kita tetap bersama Asep!" Ratih lalu bersuara sangat keras. Suasana semakin mencekam karena perkataan yang keluar dari mulut Ratig barusan begitu tepat dengan suara petir seakan petir adalah alunan pengiring perkataannya.

Tangan Ratih mengayun dan melempar Bos Asep yang sudah teelihat sangat lemas. Bos Asep terpental kearah para pemain musik dan kepalanya terbentur tepat di kendang yang tengah ditabuh. Para pemusik akhirnya berhenti bermain dan berhamburan lari kesana kemari. Darah segar mengalir dari kepala Bos Asep. Matanya membelalak tanpa kedip. Mulutnya-pun menganga begitu saja. Dadanya tak lagi bergerak, sepertinya ia tak lagi bernapas. Lehernya menghitam, memperlihatkan bekas cekikan yang menurutku sangat tidak wajar.

Ketika musik mulai terhenti, Ratih menjerit sekerasnya. Saat itu pula aku berlari mengampirinya dan mencabut cincin kawin yang terpasang di jari manisnya. Tanpa perlawanan apapun akhirnya cincin tersebut bisa aku cabut dengan mudahnya. Ratih tiba-tiba terkulai lemas dan terjatuh. Ia pingsan begitu saja.

Hujan tiba-tiba reda dan langit mulai kembali cerah begitu cepat. Pak Ade berlari menghampiri aku yang tengah menopang Ratih. Ia tak hentinya menangis dan mengucap maaf kepada anaknya tersebut. Dipanggung yang lain, Adit yang sudah bangun dari kesakitannya kini menemani Pak Ustad didepan jasad Bos Asep yang telah tak bernyawa.

Beberapa orang mulai membantu mengangkat Ratih dan memindahkannya kedalam rumah. Sementara Bos Asep akhirnya diangkut oleh keluarganya sendiri menuju ke mobil pribadinya.

Aku duduk terdiam diatas kursi pelaminan. Memperhatikan dalam-dalam cincin kawin Nining yang kini berada ditanganku.

Banyak hal baru yang kutemukan di kisah ini. Mulai dari hal realistis hingga yang mistis benar-benar membuatku tak menyangka akan berada ditengah-tengah hiruk pikuk ini. Dalam hati aku bergumam
"Cicin yang kupegang ini akan simpan sebagai kenang-kenangan akan kejadian di hari ini"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MENARI DI HARI PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang