Aku mengompres kening Lisa karena demam yang cukup tinggi. Setelah kejadian kemarin ia jatuh dari tangga, badannya menggigil disertai ocehan yang tidak jelas.
"Jangan ... aku mohon, jangan!" racaunya berkali-kali dengan mata tertutup.
Ada apa dengan anak ini? Aku merasa berdosa sudah membuat dia jadi seperti ini. Apa yang Lisa ceritakan sama persis dengan yang kualami di kamar mandi. Sebelum sakit, Lisa sempat bercerita bahwa ada sepasang tangan dengan kuku yang panjang menyeretnya dari belakang.
Ciri-cirinya sama seperti tangan yang sudah mengelus perutku.Aku terperanjat saat suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. "Masuk!" ucapku, sambil membolak-balikan kain yang digunakan untuk mengompres.
Mas Darman membawa seorang dokter muda, berwajah tampan dengan lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin menawan.
"Assalamualaikum, Bu. Saya Andi, dokter di kampung ini," tuturnya dengan sangat ramah. "Bapak sudah menceritakan sakitnya Lisa, tapi saya akan memeriksanya dulu. Permisi, Bu."
"Silakan, Dok."
"Tidak perlu memanggil saya dokter, Bu. Panggil saja saya Andi," jelasnya menghampiri tubuh Lisa.
Aku hanya mengangguk, membiarkan anak muda itu menjalankan tugasnya dengan baik.
"Tolong! Aku tidak mau ikut." Lagi-lagi Lisa meracau tidak jelas.
Andi terlihat mengernyit dan menggeleng perlahan. Aku tidak mengerti dengan ekspresi yang ditunjukkannya, tetapi sepertinya ada hal serius mengenai keadaan Lisa."Apa yang terjadi sebelumnya pada Lisa?" tanya Andi heran.
"Dia jatuh dari tangga," jawabku datar. Aku tak ingin menceritakan hal-hal gaib yang terjadi, karena itu akan menimbulkan kecurigaan terhadap keluarga kami.
"Tapi, saya merasa jika putri kalian mengalami trauma yang cukup berat." Penjelasan itu membuat aku dan Mas Darman saling menoleh. Entah mengapa dalam batinku berkata jika Andi memiliki kepekaan tentang hal-hal mistis.
"Lalu, apa kamu akan memberikan obat?" tanyaku sinis. Berharap dia segera pergi, tanpa harus bertanya hal yang jauh lagi.
"Saya hanya menyarankan agar kalian membaca Alquran untuk kesembuhan Lisa, karena sebaik-baiknya penolong adalah Allah yang sudah memberikan cobaan ini."
Sial! Mengapa Mas Darman harus membawa dia ke rumah ini? Ustaz tua itu sudah mati, tapi mengapa harus ada anak muda yang menjadi penggantinya untuk masuk ke dalam kehidupan kami? Aku harap pertemuan dia dengan keluarga ini hanya sebatas sampai di sini saja. Sungguh muak jika harus mengorbankan orang yang tidak kukenal, ini sangat sulit rasanya.
"Kamu sebenarnya dokter atau ustaz?" ucapku ketus, dengan tangan yang sudah terlipat di dada.
Andi tersenyum ke arah kami, ia segera berdiri dan merapikan alat tugasnya. Ia menatapku tajam dan berkata, "Tidak ada makhluk apa pun yang sanggup mengalahkan kuasa Allah, Bu. Kembalilah, sebelum semua terlambat."
Apa maksudnya?
Andi seperti mengetahui rahasia terbesar dalam keluargaku. Sialan, akan ada orang lagi yang menghalangiku kali ini. Tatapan kami saat ini saling bertemu. Sorot mata kebencianku kepadanya tidak membuat ia takut sedikit pun.
"Hemmm, ada lagi yang ingin kamu katakan, Andi?" ucap Mas Darman datar.
Andi tersenyum tipis, ia menggeleng perlahan. "Tidak, Pak. Sebelum saya pamit, saya hanya ingin memperingatkan sesuatu ... kasihan Lisa. Apa kalian setega itu?"
"Silakan, tentu kamu tahu jalan keluar rumah ini," ucapku sembari menunjuk ke arah pintu.
Pria muda itu tetap tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih ... Assalamualaikum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Nyai (Sudah Terbit)
HorrorMarni dan Darman. Keduanya merasa frustrasi atas kehidupan yang membuatnya dihina sebagai orang miskin. Mereka mengambil jalan mudah untuk mencari kekayaan dengan melakukan pesugihan pada Nyai Gayatri--jelmaan siluman ular. Keduanya melakukan perja...