Bagi Jungkook, tidur atau tidak tidur itu sama saja--sama-sama hitam dan gelap. Mungkin perbedaannya terletak pada tubuh yang dibuat rileks dan nyaman saat tertidur, serta kesadaran yang melayang menuju alam mimpi.
Namun rupanya, semenjak kecelakaan itu terjadi memang ada banyak sekali perubahan dalam diri Jungkook, termasuk bagaimana pemuda itu mendapatkan waktu tidurnya. Memori kelam itu seakan masih melekat kuat di dalam kepalanya, selalu berputar layaknya gulungan kaset film dan menyiksanya secara membabi buta.
Seperti saat-saat ia melihat senyuman hangat itu untuk yang terakhir kali, bagaimana tubuh mereka berputar dan terbanting bersama rasa sakit disekujur tubuh, atau bagaimana ketika cairan merah pekat itu membanjir disekitar kepala dan tubuh mereka.
Jungkook masih dapat mengingat semuanya dengan jelas sekali pun ia berusaha untuk melupakannya mati-matian. Oh, tidak, mungkin lebih tepatnya benar-benar nyaris mati karena isi kepalanya terus-terusan dihantam habis-habisan dengan impresi mengerikan itu.
Pemuda tersebut lantas membuka paksa kedua matanya. Napasnya tertarik cepat dengan dada yang bergemuruh hebat. Bahkan peluh mengaliri dahinya, seolah ia baru saja menyelesaikan perlombaan marathon ditengah kota.
Jungkook tidak tahu sekarang waktu sudah menunjukkan pukul berapa. Tapi sepertinya pagi hari memang belum menjelang, sebab tak ada hawa hangat dari sinar mentari yang masuk melalui jendela besarnya--yang selalu rutin dibuka setiap pukul setengah tujuh.
Kegelisahan masih menyelimuti dirinya, membuat aliran darahnya kembali bergejolak seolah kejadian itu baru saja terjadi beberapa detik yang lalu. Ia juga bisa merasakan bagaimana tangannya yang bergetar ketika berusaha meraih segelas air mineral diatas nakas. Dan benar saja--
PRANG!!
Gelas kaca itu tersenggol dan terjatuh menghantam lantai. Jungkook semakin dibuat cemas. Isi kepalanya masih berkecamuk. Ia membutuhkan air. Ia juga membutuhkan pil-nya untuk meredakan kemelut di dalam diri.
Pemuda itu bangkit dengan perlahan. Ia meraba-raba sekitar, mencari tongkatnya sementara deru napasnya masih tampak menggebu.
Dimana? Dimana tongkatnya? Ia ingin air, ingin pil-nya, ingin segera terbebas dari kungkungan menyesakkan ini.
Kakinya mulai menjejaki lantai dan dalam sekejap, ia bisa merasakan ada rasa perih yang perlahan hadir pada telapaknya. Pecahan dari gelas kaca tadi masih berserakan, dan mungkin itu yang menjadi penyebab utamanya.
Jungkook semakin putus asa. Ia meringis, menahan sakit. Iya, pada bagian kepalanya yang terasa nyeri hebat, pada bagian dadanya yang terasa sesak bukan main, serta pada bagian kakinya yang terasa amat pedih.
Namun saat ia nyaris saja kehilangan harapan dan hendak memasrahkan diri pada sang Dewa Malam, pintu kamarnya mendadak terbuka--menampilkan presensi seorang gadis yang tampak terkejut setengah mati.
"Tuan Muda! Apa yang terjadi?!"
Lisa segera melangkah cepat ke arah Jungkook. Ia menghampiri dari sisi yang lain, menarik si pemuda agar segera kembali ke atas ranjang. "Astaga.. Kakimu terluka.."
"Tolong.. Tolong ambilkan air dan obatku di dalam nakas.."
Lisa tak mengulur banyak waktu untuk segera berlari kecil dan turun ke dapur guna mengambil segelas air, kemudian kembali ke kamar Jungkook--menyerahkan benda itu bersama botol kecil berisi pil-pil tersebut kepada si pemuda.
Ada perbedaan yang berangsur-angsur tercipta ketika Jungkook menenggak beberapa butir si kecil itu dengan dorongan air mineralnya. Napasnya mulai tertarik normal, degup jantungnya mulai berdetak dalam mode standar seperti biasa, sementara tubuhnya mulai terasa rileks kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
on one's own | lizkook✔
Fanfiction[M] Semesta Jeon Jungkook itu gelap gulita. Tapi Lalisa Hwang datang membawa cahaya, memasang banyak lampion kecil berwarna-warni, dan menyuguhkan secangkir kebahagiaan untuk pemuda itu. Started : 130220 Finish : 060520