Lisa menggeliat pelan ketika mimpinya telah usai terlalui. Gadis itu memang merupakan tipe morning person yang akan selalu terbangun dipagi hari meski ia mendapatkan jatah tidur yang sedikit. Ia lantas melirik pada jam dinding yang baru menunjukkan pukul lima kurang sepuluh menit, pagi hari. Karena tahu masih memiliki waktu sejenak, Lisa memutuskan untuk tetap menyamankan diri didalam pelukan Jungkook yang begitu hangat.
Pemuda itu bahkan masih berada dalam posisi yang sama sejak terakhir kali Lisa menidurkan diri disisinya. Ia masih melingkarkan tangan pada tubuh Lisa, melindungi gadisnya dari udara dingin yang menyelinap masuk melalui ventilasi.
Tangan kekar dan tubuh atletis itu membalut presensi ramping Lisa, membuat gadis itu betah berlama-lama meskipun ia tahu bahwa Jungkook masih tertidur pulas dan mengarungi mimpi yang indah.
Disana, Lisa memasang senyum kecil. Menatap Jungkook dalam posisi seperti ini merupakan salah satu hal yang paling ia favoritkan, entah sejak kapan. Lisa tak pernah bosan memerhatikan bagaimana cara Jungkook menarik napasnya dengan normal, melihat kelopaknya yang terkatup rapat, juga guratan lugu yang tercipta diwajah tampannya itu.
Lisa selalu memanfaatkan waktu yang ia miliki bersama Jungkook dengan sebaik mungkin, sebab itulah yang seharusnya ia lakukan. Tatapannya kini berubah sendu. Pun dengan senyuman dibibirnya yang mengendur, dan tergantikan oleh segaris kurva tipis dengan kedua ujung bibir yang mendadak terasa begitu berat untuk ditarik.
Gadis itu melarikan tangannya untuk menyentuh kulit wajah Jungkook, mengelusnya dengan gerakan lambat dan hati-hati. Ia sadar sepenuhnya bahwa seorang manusia dilahirkan dengan banyak pilihan didepan mata. Memakan atau dimakan. Membunuh atau dibunuh. Menyakiti atau tersakiti.
Itu hanya sebagian kecil opsi yang disajikan diatas piring semua orang, dan Lisa sudah memilih jawabannya sendiri. Ia tahu betul apa akibat yang akan ia dapatkan untuk jawabannya, namun tetap memutuskan untuk berpura-pura bodoh dan terus melangkah seperti orang dungu.
"Kau sudah bangun?" suara serak itu mengudara bersama kedua kelopak mata Jungkook yang perlahan terbuka.
Butuh waktu beberapa sekon untuk Lisa tersadar dan menarik tangannya dengan senyuman tipis yang dipaksakan. Ia tahu kalau Jungkook memang tidak bisa melihatnya, tapi pemuda itu memiliki kemampuan lebih dalam hal merasakan. "Ya, aku sudah bangun."
Jungkook mengeratkan pelukan itu. Bahkan kakinya ikut mendarat diatas paha Lisa, mengunci gadisnya didalam dekapan. "Sejak kapan kau melabuhkan diri diatas ranjangku, hm?"
"Mungkin sekitar pukul dua belas." jawab Lisa.
Jungkook terkekeh. Ia memajukan wajah dan memberikan beberapa kecupan pada pucuk kepala gadisnya. "Kenapa?"
"Aku hanya..."
Ada jeda diantara mereka. Jika sesuatu tak harus ditutupi, semestinya Lisa tak perlu mengambil jarak beberapa detik untuk berpikir dan menjawab. Tapi mungkin Lisa masih mengantuk. Mungkin Lisa memerlukan istirahat lebih lama karena ia kelelahan dan kesulitan untuk berpikir cepat. Atau mungkin... Lisa hanya merasa malu dan gengsi untuk mengungkapkan alasannya.
"...hanya ingin tidur didalam pelukanmu, Jung."
Nah, benar, 'kan? Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya baik-baik saja.
Kemudian Jungkook semakin mengeratkan pelukannya, diiringi dengan rasa rindu yang entah mengapa tiba-tiba datang menyerbu begitu saja. "Apa petir semalam mengganggu tidur nyenyakmu, tuan putri?"
"Hmm.."
"Kalau begitu, kau datang pada orang yang tepat. Karena kekasihmu ini adalah pelindung terhebat, seperti perisai terbaik yang pernah diciptakan Tuhan untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
on one's own | lizkook✔
Fanfiction[M] Semesta Jeon Jungkook itu gelap gulita. Tapi Lalisa Hwang datang membawa cahaya, memasang banyak lampion kecil berwarna-warni, dan menyuguhkan secangkir kebahagiaan untuk pemuda itu. Started : 130220 Finish : 060520