Aku nggak terlalu perduli dengan mereka yang menyukaiku. Bukan karna Aku sombong, tetapi aku terlalu pilih-pilih. Iya lah masa buat masa depan tidak pilih-pilih.
******
(Dirumah)"Bu, kenapa Dina nggak mondok aja?"tanyaku kepada Ibuku.
Dari lulus SMP, Aku memang menginginkan masuk Pesantren. Tapi kedua orang tuaku selalu tidak mengizinkan, mungkin karna Aku anak terakhir.
"Nanggung nduk, kan bentar lagi lulus,"jawab Ibu.
"Iya setelah lulus, Bu," tegasku.
"Memang ndak mau kerja, beli ini itu yg kamu mau, nduk?" tanya Ibu.
'Iya juga ya,' batinku.
Terdengar suara motor Bapak masuk kedalam rumah.
"Bapak darimana?" tanyaku kepada Bapakku.
"Bapak dari tempat Pakdemu, nduk," jelas Bapak.
"Pakdemu bilang, kalo mau mondok tinggal dateng aja di Pondok, Pakde," terus Bapak.
"Nggak mau," jawabku lalu meninggalkan Beliau.
"Pye to, katanya mau mondok. Giliran disuruh mondok tempat Pakde nggak mau," ucap Bapak kepada Ibu.
"Iya anakmu to,Pak," jelas Ibu.
"Anakmu juga to, Bu" tegas Bapak.
Aku kembali mendekati Ibu dan Bapak untuk melerai perdebatan mereka.
"Wes wes, ribut aja kaya anak kecil,"ucapku meleraikan.
"Aku mau mondok, tapi......" jawabku menggantung.
"Tapi apa, nduk?" tanya Bapak penasaran.
"Ho'oh, tapi apa?" lanjut Ibu penasara.
"Tapi nggak mau di Pondoknya, Pakde," jelasku.
"La kenapa, nduk?. Pondok nya bagus, sering juara kaligrafi, dan santrinya juga banyak," jawab Bapak meyakinkan.
'Kalo disitu pasti Pakde selalu ngawasin Aku,' jawabku didalam hati.
"Pengen yang jauh aja, Pak," jawabku.
"Kalo jauh nanti Bapak Ibu jarang nengokin," ucap Ibu.
Ada benarnya ucapan Ibu. Tapi walau begitu, sampai sekarang Aku belum jadi pergi ke Pesantren.
******
'Allahuakbar, Allahuakbar....'Suara adzan berkumandang, segera Ku terbangun dari mimpi. Aku mengambil khimarku, lalu melangkahkan kaki keluar kamar.
"Loh tumben belum dibangunin udah bangun," ucap Ibu yg sedang menggoreng bakwan.
Aku hanya meringis. Ku lanjut langkah menuju kamar mandi, lalu mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat subuh.
"Pak, hari ini Dina berangkat pagi ya," ucapku.
"Tumben, ada yg nungguin to di Sekolah" ucap Bapak menyindirku.
"Nggak ada, hari ini jadwal piketku, Pak," jelasku.
'Anakmu lo jomblo ,Pak. siapa juga yang nungguin, setan kali yang nungguin,' batinku.
*****
Jam 6.30Aku telah sampai di Sekolahan. Seperti biasa, jam segini Sekolahan masih sepi. Hanya ada guru TU yang membukakan pintu kelas.
Aku melangkahkan kaki masuk kedalam kelas.
"Assalamu'alaikum," ucapku.
"Dasar, Dina. udah tau kelas nggak ada orang kok pakek ucap salam. Giliran ada yang jawab, kaget kamu nanti," gumanku.
Ku angkat satu persatu kursi dan ku letakan diatas meja. Aku mulai menyapu, dimulai dari depan -meja guru-. Tiba-tiba, aku melihat ada bayangan anak laki-laki lewat didalam kelas. Aku hanya memperhatikan nya, kemudian bayangan itu hilang tiba-tiba.
"Astagfirullah," ucapku. Ku coba berfikir positif, mungkin tadi salah liat.
Aku melanjutkan menyapu kolong meja guru. Ketika Aku berdiri, betapa terkejutnya aku. Kali ini bayangan itu ada didepanku, sangat jelas dengan pakaian pramuka dengan tinggi setara denganku. Ketika ku lihat wajah nya, tidak begitu jelas. Baru Aku tersadar, dia bukan manusia seperti Aku.
"Astagfirullah, Allahu Akbar," ucapku seraya memejamkan mata.
Ku buka mata perlahan dan bayangan itu sudah menghilang. Ku lempar sapu yang ku genggam serta berlalu keluar kelas.
"Ya Allah, apa yang Aku liat tadi," ucapku sendirian.
Tidak berani masuk kelas sendirian. Tiba-tiba teringat ucapku tadi pagi 'Anakmu lo jomblo ,Pak. siapa juga yang nungguin, setan kali yang nungguin,'
'Aih, karma ini,' batinku.
*****
Satu persatu teman-temanku mulai berdatangan. Ku lanjutkan menyapu kelas karna sudah ada temen di kelas.Sampai bel masukpun berbunyi. Seluruh siswa bergegas memasuki kelasnya masing-masing. Aku hanya diam duduk diatas bangku, masih trauma dengan kejadian tadi pagi.
"Hey, diem aja. Kenapa?" tanya Nia kepadaku.
"Tadi pagi Aku nyapu, tiba-tiba ada hantu pakek baju pramuka kaya kita gini," jawabku lalu menengok kekanan kekiri kali aja itu hantu dengar.
Nia langsung mengambil bangku dan duduk didepanku.
"Jadi kamu bisa liat mereka -hantu-?" tanya Nia penasaran.
"Ya nggak lah, cuman nggak tau kenapa tadi pagi bisa liat," jawabku ketakutan.
"Gini ya aku ceritain. Dulu kelas ini bekas gedung nggak kepake," jelas Nia.
"Terus-terus," tanyaku penasaran.
"Terus kata Bapakku dulu sebelum Aku lahir, disini pernah ditemuin janin bayi yang udah meninggal," jelas Nia lagi.
"Astagfirullah, tega banget sih Ibu nya buang bayi nggak berdosa," protesku.
"Kemudian Bapakku makamin itu janin dengan layak," jelas Nia tanpa menanggapi ucapanku.
"Alhamdulillah," jawabku lega.
"Mungkin yang nemuin kamu tadi janin yang waktu itu lagi," ucap Nia.
"Hus, jangan ngomong yang aneh-aneh ya kamu," tegasku.
Tiba-tiba pintu digedor dari luar. Aku dan Nia yang sedang fokus cerita horor pun terkejut.
"Astagfirullah," ucap kami bersamaan.
Masuklah guru dengan membawa buku dan laptop ditangan kanannya. Guru ini adalah guru favoritku, nggak cuman ganteng tapi juga baik dan lembut.
"Assalamu'alaikum, anak-anak," ucap Pak Syaiful.
"Wa'alaikumsalam, Pak," jawab kami bersamaan.
"Baiklah pelajaran Agama kali ini tentang bab nikah ya," lanjut Pak Syaiful.
'Apa bab nikah?? Ya Allah belum saat nya belajar ini, Pak,' batinku.
Kulihat ekspresi teman-teman sama, semua terkejut dan juga saling menoleh satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
RomanceDina Sayyidatina Fatimah, berawal dari seorang gadis biasa hingga satu persatu jati dirinya terungkap bahwa ia adalah seorang 'Ning'. Sebelum ia mengetahui hal itu, ia telah menaruh hati kepada seorang Gus yang bernama Lana Al-Faqih. Cintanya hanya...