#7 Gombalan Maut

9.9K 636 47
                                    

Aku menatap punggung Gus Maulana yg semakin lama semakin jauh. Masih terheran-heran apa yang dimaksud Gus tadi. Nanti setelah halal berarti....

Tiba-tiba Gus tersebut berbalik kearahku.

"Oo iya, nama kamu siapa?" tanya Gus Maulana.

"Aku?" jawabku sambil menujuk diriku menggunakan jari telunjuk dan hanya dibalas anggukan kecil oleh si Gus.

"Dina, Gus," jawabku kembali.

"Dina Dina Dina," ucap Gus Maulana dengan ekspresi seperti sedang menghafalkan.

"Kok ngucapnya tiga kali, Gus. Biar apa?" tanyaku bingung.

"Biar nanti hafal waktu ngucapin akad, hehe," jawab Gus Maulana tersenyum

Aku terkejut mendengar ucapan Gus tersebut, kemudian senyum lebar mengembang dibibirku. Tak lupa dengan rona merah di pipi kanan dan kiriku. Gus ini berhasil meraih hatiku.

"Gombal," ucapku lalu berjalan mendahuli Gus Maulana.

"Eh tunggu!," ucap Gus Maulana memberhentikan langkahku.

"Ada apalagi, Gus. Mau ngegombal lagi? Maaf Gus, njenengan salah orang. Kalau mau ngegombal sama Ukhti yang lain aja, jangan sama Aku. Gombalan nya njenengan nggak mempan Gus buat Aku," ucapku nyerocos setelah berbalik badan menghadap Gus Maulana.

Padahal sebenernya gombalan Gus tersebut telah menggoyangkan perasaanku.

"Siapa juga yang mau gombalin kamu. Cuman mau bilang makmum nggak boleh jalan didepan imam. Harus dibelakang imam biar ada yang ngelindungin didepan," jawab Gus tersebut dan berjalan mendahuluiku.

Aku hanya terdiam, bingung dengan apa yang diucapkan Gus Maulana. Jantungku berkerja dua kali lebih cepat seperti biasa nya. Dia, laki-laki yang berhasil mendapatkan perasaanku. Atau mungkin Aku yang terlalu mudah jatuh cinta?.

"Mau tetep diam aja disitu," ucap Gus Maulana membuyarkan lamunanku.

Aku mulai berjalan dibelakangnya. Ibarat istri yang sedang mengikuti langkah suaminya. Banyak pasang mata yang melihatku dan Gus Maulana berjalan depan belakang walaupun berjarak. Tak jarang ada yang membicarakan hal buruk tentangku. Aku hanya menunduk, tak terasa bulir air mata ingin jatuh namun Aku tahan.

"Saya duluan ya, Nduk," ucap Gus Maulana kemudian menaiki motor bersama teman vocalisnya.

Hanya Aku balas anggukan kecil.

*****
(Di Rumah)

Ku rebahkan tubuh ini dikasur. Pengajian selesai lumayan larut malam. Mataku mulai mengantuk, tiba-tiba Aku teringat nasi kotak yang diberikan Gus Maulana yang Aku bawa kedalam kamar. Aku beranjak menuju dapur untuk mengambil sendok. Kemudian Aku buka nasi kotak yang berisi menu makanan favoritku, ayam bakar.

"MasyaAllah rezki memang nggak kemana. Bismillah," ucapku kemudian melahap sesendok demi sesendok nasi dan lauk kedalam mulutku.

Setelah selesai makan, Aku duduk diruang tamu sambil membaca buku pelajaran karena esok ulangan sebelum semester.
Beberapa menit kemudian Aku mendengar ketukan pintu.

'Siapa sih yang bertamu malem-malem, jangan-jangan hantu lagi' batinku.

'Tenang Dina, kalo memang ini hantu nanti bisa langsung teriak aja' batinku lagi.

Ketukan pintu kembali terdengar, berserta salam.
"Assalamu'alaikum," ucap seseorang.

"Masa hantu bisa ucap salam sih," gumanku.

"Wa'alaikumsalam," jawabku kemudian mendekati pintu tetapi belum membuka kan pintu.

"Siapa ya?" tanyaku pada seseorang dibalik pintu.

Karna tak ada jawaban, Aku berbalik arah menuju kamar Ibu dan Bapak.
'Tok tok tok,' suara pintu ku ketok.

"Ada apa, Nduk?" tanya Ibu setelah membuka pintu.

"Itu Bu, ada tamu tapi Aku nggak berani buka," jawabku.

"Siapa yg bertamu malem-malem Nduk? sebentar Ibu bangunin Bapak dulu," ucap Ibu.

Kemudian Ibu dan Bapak membuka pintu, sedangkan Aku memegang pemukul kasti untuk berjaga-jaga bila itu maling yang mengetok pintu.

Aku terkejut setelah mengetahui siapa tamu yang datang.

"Pak Kyai, Bu Nyai, Ning Zulfa dan  Gus..." ucapku menggantung saat akan menyebut nama Gus Maulana.

"Tante ngapain bawa pemukul?" tanya Ning Zulfa.

"Anu ini Ning tante mau main kasti," jawabku  asal-asalan.

"Main kasti kok malem-malem, hehe," ucap Gus Maulana kemudian tertawa kecil.

"Hus kamu ini Le. Maaf nggih Bu Pak kalo kami bertamu malem-malem," ucap Pak Kyai.

"Iya nggak papa Pak Kyai. Silahkan masuk, Pak," ucap Bapak mempersilahkan Pak Kyai masuk.

"Nduk, buatin minum" perintah Ibu. Kemudian Aku menuju dapur membuatkan teh hangat untuk Pak Kyai dan Bu Nyai serta Gus Maulana.

Sampai diruang tamu, Aku menyuguhkan teh hangat serta beberapa toples camilan. Kemudian lanjut mencium punggung tangan Pak Kyai dan Bu Nyai tetapi tidak dengan Gus Maulana. Setelah itu Aku duduk dibawah bersama Ibu, Bu Nyai dan Ning Zulfa. Kemudian Pak Kyai membuka pembicaraan.

"Begini Pak, Bu dan Nduk Dina. Kedatangan kami sekeluarga berkunjung ke rumah njenengan dalam maksud pertama ingin silahturahmi," ucap Pak Kyai.

"Dan maksud yg kedua ingin melamar putri Bapak untuk putra pertama saya yaitu Maulana Al-Faqih," lanjut Pak Kyai membuat Aku dan keluargaku terkejut.

"Maaf kalau kedatangan kami mendadak dan tanpa permisi," ucap Pak Kyai lagi.

"Iya nggak papa Pak, kalau kita sih terserah Nduk Dina nya aja. Jadi jawabannya ada sama Nduk Dina," ucap Bapak.

Tiba-tiba Aku mendengar suara Ibu,
"Nduk, bangun udah adzan subuh itu. Pantesan Ibu cariin dikamar nggak ada, ternyata tidur diruang tamu," ucap Ibu.

"Astagfirullah cuman mimpi ternyata," ucapku.

"Mimpi apa Nduk?" tanya Ibu heran.

"Mimpi Pak Kyai sama Bu Nyai main kerumah, Bu," jawabku.

"Aamiin," jawab Ibu.

Aamiin.

Aku bangun kemudian mengambil wudhu dan bersiap-siap untuk sholat subuh. Setelah selesai sholat, Aku membaca Al-Qur'an hingga jam menujukan pukul setengah enam pagi. Dengan segera Aku menuju kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi sekolah.

Setelah sarapan, Aku diantar Bapak pergi kesekolah. Sampai di Sekolah Aku mengulang kembali bacaan buku yg semalam belum sempat Aku baca karena ketiduran. Tiba-tiba Atun datang menghapiriku.

"Kok tumben baru belajar, semalem nggak belajar to?" tanya Atun.

"Belajar, tapi cuma sebentar" jawabku.

"Tumben cuma sebentar?" tanya Atun kemudian duduk disebelahku.

"He'em la Aku malah ketiduran," jawabku.

"Dasar tukang molor, wkwk," ucap Atun.

Bersambung...

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang