#28

9.8K 600 4
                                    

Tiba-tiba langkahku setelah mengetahui ada sepasang mata yang sedang menatap kami.

"Ning Fidzah," ucapku terkejut.

Gus Maulana berjalan mendahuluiku. Sedangkan aku berjalan pelan.

Ning Fidzah berjalan ke arahku. Saat berada di depanku, Ning Fidzah langsung memeluk ku.

Bukan pelukan kelembutan yang aku dapatkan. Melainkan pelukan yang sangat erat hingga membuat aku susah untuk bernafas.

'Ya Allah, ampuni segala dosaku, segala hilafku barusan Ya Allah. Aku mengaku bahwa aku salah telah berjalan dengan laki-laki calon suami orang. Maafkan aku Ya Rabb ....' batinku.

Tiba-tiba Ning Fidzah berbisik, "Kulo mencintai Gus Maulana tetapi Gus Maulana cinta sama njenengan."

Pelukan itu perlahan mulai merenggang. Aku mulai bisa bernafas lega setelah akhirnya Ning Fidzah melepaskan pelukan nya.

Dia tersenyum kepadaku. Aku membalas senyum nya. Kemudian ia menggandeng tanganku mendekati tempat tunggu. Disana sudah ada keluarga Kyai Faqi dan Kyai Hafidz.

Aku tidak terkejut bila ada keluarga Kyai Hafidz, karena aku tau Kyai Hafidz adalah teman Bapak ku. Apalagi sekarang sering ketemu, pasti mereka sudah sangat dekat.

Sesampainya di tempat tunggu, aku mencium punggung tangan Bu Nyai Humairah.

Setelah itu, aku berdiri disamping Ibu. Berharap ada perlindungan jika nanti Ning Fidzah menyerang.

"Oo iya, Nduk. Ini ada oleh-oleh dari kami -keluarga Kyai Faqih-," ucap Umi dan memberikan sebuah paper bag besar dan aku menerimanya.

"Ini ada oleh-oleh dari kami juga, Nduk -keluarga Kyai Hafidz-," ucap Bu Nyai Humairah memberikan sebuah paper bag besar juga dan aku menerimanya.

"Matur suwun, Umi dan Bu Nyai," jawabku.

"Dina," panggil seseorang dari kejauhan.

Aku melihat ke arah orang tersebut. Ternyata teman-teman sekolahku datang ke bandara. Aku segera berjalan mendekati mereka.

Ku peluk Atun dan aku meneteskan air mata.

"Eh jangan nangis," ucap Atun justru membuatku lebih deras mengeluarkan air mata.

"Eh, Din. Wanita muda itu siapa?" bisik Atun..

Seketika itu tangisku berhenti.

"Itu, Ning Fidzah," jawabku lirih.

"Loh dia pernah hadir di acara pengajian sekolahan kita kan?" tanya Atun dan hanya aku balas anggukan.

"Oo jadi itu calon nya Gus Maulana," ucap Atun lirih.

Aku melepaskan pelukan dan mulai memeluki Nia, Febri dan Yuli.

"Kalian naik apa?" tanyaku.

"Naik mobilnya Fiqih," jawab Nia.

"Makasih ya udah repot-repot dateng," ucapku.

"Ih nggak repot-repotlah buat temen sendiri mah," ucap Febri.

"Ayo kesana," ucapku dan menarik tangan Atun.

"Tunggu," ucap Atun menahanku.

Aku berbalik arah dan bingung.

"Ada kejutan buat kamu," ucap Nia.

"Apaan?" tanyaku heran.

Tiba-tiba dari arah belakang muncul lah Ilham menggunakan baju koko, sarung dan kopiyah. Ia berjalan ke arahku.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang