#18

9.3K 581 6
                                    

"Gus," panggil seseorang dibelakang ku.

"Iya," jawabku kemudian berputar.

^Deg,
'Kok dia ada disini?' tanyaku dalam hati.

"Nduk kok ada disini?" tanyaku.

"Nduk.? Gus lagi melamun ya? Ini aku Gus Kang Sidiq," ucap Kang Sidiq kemudian menepuk pundak ku.

"Astagfirullah," ucapku serta mengusap kasar wajah.

"Hayo Nduk siapa Gus? Apa Nduk yang waktu itu sama Ning Zulfa?" tanya Kang Sidiq.

"Hus apa sih, Kang. Sudah ayo salat itu udah mau iqomah," jawabku lalu pergi meninggalkan nya.

Setelah selesai salat kemudian aku berdoa kepada Allah.
'Ya Allah jika memang Ning Dina adalah jodohku, maka hapuskan pikiranku dari Nduk Dina. Tetapi jika Ning Dina bukan jodohku, maka batalkan pertunangan ini Ya Allah. Dan jika memang Nduk Dina adalah jodohku maka pertemukanlah walau sekali saja dengan nya Ya Rabb...' aamiin

Aku tidak langsung pergi ke rumah. Melainkan berdiam diri sejenak di aula masjid. Banyak santriwan dan santriwati yang belalu lalang. Tak jarang ada beberapa santriwati yang menggodaku.

"Gus, melamun terus," ucap Ustadz Faqih.

"Nggak kok cuman lagi memperhatikan santri yang berlalu lalang," ucapku.

"Memperhatikan santri yang berlalu lalang tapi ada yang nyapa dicuekin. Apa itu bukan melamun, Gus?" tanya Ustadz Faqih dan aku hanya tersenyum.

"Ada apa, Gus? Monggo cerita saja," lanjut Ustadz Faqih.

"Ustadz, kalo semisalnya Abi nya Ustadz menjodohkan dengan seorang wanita sedangkan Ustadz sudah punya pilihan lain kira-kira Ustadz bakal setuju nggak?" tanyaku dan menatap tajam berharap ada jawaban yang membela keinginan ku.

"Kalo saya sih nurut sama pilihan Abi, Gus. Orang tua pasti nggak akan memilihkan jodoh yang buruk untuk anaknya kan," jawab Ustadz Faqih mantap.

"Oo gitu. Yasudah Ustadz ana pulang dulu, assalamu'alaikum" ucapku lalu meninggalkan Ustadz Faqih.

Ini jawaban yang tidak ingin aku dengar. Tetapi jawaban Ustadz Faqih ada benarnya juga. Tidak mungkin Abi akan memilihkan jodoh yang buruk untuk putranya. Lalu akan kah hati ini terbuka untuk Ning Fidzah sedangkan ada Ning Dina di dalam nya.

POV Gus Maulana Off

*****

Aku hanya duduk termenung meratapi UKOM yang ditunda. Sedangkan aku sudah mempersiapkan nya matang-matang.

[Panggilan untuk Dina dan Ilham untuk ke kantor sebentar,].

"Cie dipanggil tuh, berdua lagi sama Ilham," bisik Nia.

"Apaan sih biasa aja kali. Lagian udah nggak ada rasa," jawabku lalu melangkah keluar kelas.

Tepat di depan kelas saat aku sedang menggunakan sepatu tiba-tiba Ilham mendekatiku.

"Mau ke kantor bareng?" ajaknya.

"Kamu dulu aja," jawabku lalu menunduk.

Dia pergi terlebih dahulu kemudian aku menyusul dibelakangnya. Sampai di dalam kantor, kami dipersilahkan masuk ke ruang kepala sekolah. Kami duduk bersebelahan tetapi masih berjarak.

"Dina nanti kamu jadi ketua acara ya yang mengatur seluruh susunan acara. Pokoknya acara ini Ibu serahkan sepenuhnya tanggung jawab ke kamu. Kalo ada butuh dana tinggal bilang Ibu aja. Yang penting dana itu jelas mau digunakan untuk apa,"

"Sedangkan Ilham, tugas kamu bantu Dina. Kalo dia ada butuh tenaga atau butuh bantuan kamu harus siap sedia membantu. Dan kamu Dina, jangan segan-segan untuk meminta bantuan sama Ilham ya,"

"Dan kalian berdua cari anggota yang menurut kalian mereka bisa diandalkan,"

"Iya, Bu," jawab kami bersamaan.

Itulah pembicaraan kami antara kepala sekolah. Ya sampai sini kalian pasti paham kenapa aku tidak senang UKOM diundur. Sebab aku dan Ilham akan menjadi panitia dalam acara tahunan sekolah. Yang bertujuan untuk memikat para perserta didik baru serta memeperkenalkan sekolah ke masyarakat.

Aku keluar dari ruang kepala sekolah mendahului Ilham yang sedang berbincang-bincang dengan Ibu kepala sekolah. Padahal aku ketua tapi ntah kenapa dia yang lebih sibuk dibandingkan denganku. Aku duduk di teras kantor dan menggunakan sepatu kemudian berjalan menuju kelas. Saat dipertengahan perjalanan tiba-tiba Ilham memanggilku.

"Dina," ucapnya.

Aku hanya berhenti tidak menoleh ke belakang. Karna Pakde pernah bercerita.

(Flashback On)
"Nduk kalo lagi jalan terus ada yang manggil di belakang gimana?" tanya Pakde.

"Iya balik badan terus menghampiri orang yang manggil to, Pakde," jawabku mantap.

"Sini Pakde ceritain tentang adab berjalan. Dalam Shahiihul Jaami dikisahkan bahwa Nabi Muhammad SAW apabila berjalan tidak menoleh ke belakang. Menoleh ke belakang saat berjalan dapat membuat seseorang bertabrakan, tergelincir serta bisa juga dicurigai oleh orang yang melihatnya," ucap Pakde.

"Terus kalo nggak menoleh gimana dong, Pakde?" tanyaku bingung.

"Iya berhenti dan biarkan orang yang memanggil mendahului jalanmu," jawab Pakde.

(Flashback Off)

Setelah Ilham berada didepan ku segera aku bertanya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Kamu udah tau belum sekolah kita mau ngadain acara apa?" tanya Ilham kembali.

"Belum," jawabku singkat.

"Gimana sih ketua tapi nggak tau mau ngurusi acara apa," ucap Ilham.

"Ya kan nurut aja disuruh ini itu. Emang mau ngadain acara apaan?" tanyaku penasaran.

"Kasih tau nggak ya? Hmmm nggak usah deh," jawab Ilham kemudian berjalan mendahului ku.

"Dasar emang nyebeli tu orang. Nyesel deh dulu pernah suka sama dia. Sifat nyebelin nya sama kaya sifatnya si--," ucapku terhenti.

Deg,
Kenapa Gus itu selalu ada dipikiranku.

"Hey malah melamun," ucap Ilham dan berjalan menghampiriku yang sedang berdiam diri.

Aku hanya menunduk. Ingin rasanya menangis mengingat Gus Maulana. Esok bukankah acara khitbahnya? Aku harus segerah melupakan nya.

Tak terasa bulir air mata yang sedari tadi aku tahan, kini telah jatuh bebas ke tanah. Dengan segera aku mengusap air mata ini.

"Hei, jangan nangis. Iya deh iya aku kasih tau acaranya," ucap Ilham merasa bersalah.

"Besok itu acara pengajian yang bakal di imamin oleh Kyai ---," ucap Ilham terpotong.

"Dina ini berduaan mulu. Nggak boleh berduaan ya Ukhty nanti yang ketiga setan loh," ucap Atun memotong pembicaraan kami.

"Iya setannya kamu," jawab Ilham ketus lalu pergi begitu saja.

"Sensi amat si Ilham, lagi PMS kali ya?" tanya Atun dan hanya Aku balas anggukan.

Bel pulangpun berbunyi. Seluruh murid berlarian keluar kelas. Sedangkan aku berjalan berdampingan dengan bersama Atun, Nia, Febri dan Yuli. Tiba-tiba Ilham bersama Firman dan teman-temannya menghadang kita semua.

"Ingat ya Ukhty, waktu kita cuman tiga hari. Jadi jangan sampai acara ini berantakan. Kalau sampai berantakan maka kamu harus jadi pacar aku," ancam Ilham kepadaku.

"Hei Ilham, Dina itu nggak pacaran ya. Kalo mau langsung nikah," ucap Nia polos.

"Apaan sih, Nia. Siapa juga ya mau sama Ilham yang sok ganteng ini," ucapku.

"Pokoknya jangan sampai gagal," ucap Ilham kemudian meninggalkan kita semua.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang