#32

9.8K 575 4
                                    

Seketika itu Ustadz Khoirul langsung tersedak teh yang sedang ia minum.

"Ustadz nggak papa?" tanyaku khawatir dan menutup kitab yang ku baca.

"Mboten nopo-nopo, Ning," jawab Ustadz.
-nggak papa, Ning-

"Kulo belum menikah, Ning," ucap Ustadz Khoirul sambil menunduk.

"Kirain sudah menikah," ucapku kemudian kembali membuka kitab.

"Memang kenapa Ning misal sudah menikah?" tanya Ustadz penasaran.

"Ya saya minta istri sama anak njenengan buat diajak main ke ndalem biar aku dan Umi ada teman nya," jawabku tetap fokus membaca.

Kemudian Ustadz Khoirul kembali menjelaskan makna kitab sedangkan aku mulai menulisnya.

"Sampai sini dulu ya, Ning. Nanti di lanjut lagi habis salat dzuhur. Saya pamit dulu, Ning. Assalamu'alaikum," ucap Ustadz Khoirul.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah," jawabku.

Kemudian Ustadz Khoirul pergi keluar ndalem. Sementara aku membereskan kitab-kitab yang berserakan di atas meja.

Aku duduk di kursi ruang tamu. Menyandarkan punggungku pada kursi yang dilapisi busa.

Tiba-tiba ponselku berdering. Aku memasukan tanganku ke dalam saku gamis dan mengambil ponselku.

Sebuah video call masuk dari nomor yang tidak aku kenal. Tidak aku angkat, melainkan hanya aku matikan suaranya.

Setelah telvon video terputus, pesan pun masuk dari nomor yang sama. Aku membuka pesan tersebut.

{Di VC mamase ndak diangkat,} isi pesan tersebut.

{Maaf, mamas siapa?} balasku.

{Lah punya dua kakak laki-laki saja lupa apalagi punya lima kakak laki-laki.}
{^_^  ^_^}
{Itu sebelah kiri Mas Fuad dan yang sebelah kanan Mas Faid,} balasnya.

Aku membuka kiriman foto tersebut. Foto dua pria berjajar mengembangkan senyum dengan lesung di pipi mereka. Hidung mancung serta mata yang teduh. Alis tebal berwarna hitam mencolok.

"Oo jadi ini Mas Fuad dan Mas Faid," gumanku.

{Lalu mana fotomu, Nduk?} balasnya.

{Nggak ada. Kalo mau liat ya buruan pulang ke Indonesia,} balasku.

{Oke deh bulan depan Mamas pulang ke Indonesia. Udah kangen pengen jahilin adik perempuanku yang cerewet ini,} balasnya.

{Kelamaan, Mas. Minggu depan saja gimana?} balasku.

{Nggak bisa, sayang. Mamas akhir bulan ini wisudanya, jadi kemungkinan bisa pulang awal bulan depan,} balasnya.

{Yasudah yang penting pulang,} balasku.

{Mau dibeliin apa, Nduk?} balasnya.

{Nggak minta beliin apa-apa. Tapi bawain putranya Habib Umar bin Salim bin Hafidz ke rumah ya, hehe} balasku.

{Kalo itu mending Mas nggak jadi pulang aja deh, Nduk} balasnya.

{Bercanda lo mas} balasku.

{Iya-iya. Yasudah Mas Fuad sama Mas Faid mau berangkat kuliah dulu ya, assalamu'alaikum,}

{Wa'alaikumsalam warahmatullah}

Tak beberapa lama, adzan dzuhurpun berkumandang. Dengan segera aku pergi ke kamar untuk mengambil air wudhu dan salat dzuhur.

Setelah selesai salat dzuhur, Ibu memanggilku dari balik pintu.

"Ada apa, Bu?" ucapku setelah membuka pintu.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang