"Gimana kalo nggak Gus Husein kita jodohkan saja dengan Nduk Dina, Le," usul Umi.
Huk, huk, huk
Kali ini aku tersedak lebih parah. Sampai-sampai leher rasanya tercekik. Apa maksud Umi? Kenapa Umi mau menjodohkan Nduk Dina dengan Gus Husein? Apakah Umi tidak tau perasaan anaknya ini.Ku usap kasar wajah ini lalu pergi meninggalkan Umi di dapur. Aku masuk ke dalam kamar menghempaskan tubuh ini di kasur.
'Duh gusti, akan kah ini akhir dari cintaku? Kalo Nduk Dina nikah dengan Gus Husein berarti nanti jadi kakak iparku. Terus setiap hari pasti pasti ketemu. Innalillahi wa innailaihi roji'un itu musibah untuk ku. Nanti kalo mereka menikah dan saat malam pertama ... aku tak rela,' batinku.
Hari ini aku tidak mengulang santri karen Umi memintaku untuk menemani nya membeli perhiasan buat Ning Fidzah.
(09.00)
"Le, ayo anterin ke pasar," ajak Umi.Aku keluar kamar dengan ekspresi lemas. Malas rasanya pergi ke pasar untuk membeli emas. Apalagi ini untuk Ning Fidzah.
"Mau kemana kok udah rapi?" tanya Abi yang sedang duduk di ruang tamu.
"Ini mau nganterin Umi ke Pasar," jawabku.
"Abi ikut ya," ucap Abi.
"Yasudah ayo," ucap Umi.
Aku membuka kan pintu untuk Umi, Ning Zulfa dan Abi. Kemudian aku masuk kedalam kursi pengemudi. Mengendarai mobil menuju pasar. Mobil aku lajukan dengan pelan untuk memperlambat waktu. Biarin keluarga Kyai Hafidz menunggu. Tiba-tiba ponsel Abi berdering kemudian dengan segera Abi menganggat telvon dari seseorang.
"Pertunangan nya ditunda besok, Umi," ucap Abi.
"Loh kenapa besok?" tanya Umi heran.
"Hari ini Gus Husein sedang bertunangan," ucap Abi.
"Serius Gus Husein tunangan hari ini, Bi?" tanyaku penuh dengan rasa gembira dan hanya dibalas anggukan oleh Abi.
"Yah padahal mau Umi jodohkan sama Ning Dina eh udah tunangan ternyata," ucap Umi lemas.
"Namanya bukan jodoh berarti, Umi," ucapku.
"Kenapa kok kamu yang senang, Le?" tanya Abi heran.
"Iya ikut senang kalo Gus Husein sudah bertunangan," jawabku.
"Oo. Tapi nanti kata Kyai Hafidz, pernikahan Gus Husein dan Ning Fidzah mau dijadikan dalam satu acara," ucapan Abi membuatku kembali melemas karna teringat akan perjodohan.
"Jadi ini mau tetap beli perhiasan atau nggak, Umi?" tanyaku pada Umi.
"Jadi to. La itu pasar nya udah didepan. Masa iya mau puter balik," jawab Umi.
Sampai di pasar, kami turun dari mobil. Abi dan Umi berjalan bergandengan. Sementara aku menggandeng Adik kecil ku. Kami langsung menuju toko perhiasaan. Setelah selesai membeli perhiasan, kemudian kami hendak mencari warung bakso. Tiba-tiba kami bertemu dengan sesorang yang tidak asing untuk ku.
"Assalamu'alaikum, Fatih," ucap Abi.
'Jadi namanya Pak Fatih, baru tau,' batinku.
"Wa'alaikumsalam, Faqih. MasyaAllah setelah sekian lama akhirnya berjumpa lagi kita. Ini keluargamu?" ucap Pak Fatih kemudian mereka saling berpelukan.
"Iya ini keluargaku. Perkenalkan yang menggunakan niqob ini istriku. Di belakang ada Maulana putra pertamaku dan Zulfa putri ke dua ku. Lalu ini keluargamu?" ucap Abi.
"Iya ini istriku. Oo iya sepertinya Gus Maulana pernah main ke rumah ya bersama Umi dan Ning Zulfa?" tanya Pak Fatih.
"Nggih, Pak," jawabku.
"Lalu dimana anak-anak mu?" tanya Abi.
"Putri pertamaku sudah menikah dan ikut dengan suaminya," jawab Pak Fatih.
"Lalu putri ke duaku sedang menyelesaikan sekolah kejuruan nya. Putriku yang terakhir sama seperti istrimu, dia sudah istiqomah menggunakan niqob belum lama ini," lanjut Pak Fatih.
"Alhamdulillah semoga lebih istiqomah lagi. Lalu sudah punya calon belum,?" tanya Abi.
'Abi memang selalu tau apa yang ingin Maulana tanyakan,' batinku.
"Belum ada kalo sekarang. Katanya sih mau melanjutkan ngaji di pesantren milik Pakde sama Bude nya," jawaban Pak Fatih membuat sedikit lega hatiku tetapi ada rasa was-was jika nanti dia di jodohkan oleh Pakde dan Bude nya.
Saat aku hendak mendengarkan pembicaraan Abi dan Pak Fatih, tiba-tiba Ning Zulfa mengajak ku untuk membeli gula-gula.
"Umi, Nduk Zulfa minta gula-gula," ucapku.
"Yasudah diater to, Le," ucap Umi.
'Umi nih memang nggak mengerti perasaan anaknya ya. Kan aku pengen akrab sama Pak Fatih,' batinku.
Kemudian aku menggendong Nduk Zulfa untuk membeli gula-gula. Terlihat dari kejauhan Abi dan Pak Fatih sedang asik mengobrol.
"Ini uangnya. Terima kasih, Pak," ucapku kemudian mengambil gula-gula.
POV Gus Maulana Off
*****
Hari ini aku berangkat lebih awal dari biasanya karena sudah H-1 sedangkan persiapan masih 60%. Seluruh siswa dan siswi tidak diberikan pelajaran. Mereka semua ditugaskan untuk membantu panitia acara.
Lumayan lelah menjadi ketua panitia. Ya walaupun banyak yang bantu tetapi otak ikut berfikir. Aku telah membagi tugas teman-temanku. Mulai dari panitia komsumsi sampai keamanan.
"Gimana? Udah berapa persen, Din?" tanya Ilham.
"Ini udah 60%. Tinggal 40% lagi dan kalo bisa besok sudah beres. Soundsystem sudah kamu atur kan?" ucapku sambil fokus menata panggung.
"Sudah beres tinggal dicek," ucap Ilham.
"Terus ruang makan untuk Kyai sudah siap?" tanyaku lagi.
"Sudah siap. Prasmanan untuk tamu pun sudah siap," jawab Ilham hanya aku balas anggukan.
Sudah 99% seluruh persiapan untuk esok. Kami beristirahat sejenak.
"Nih Din es teh buat kamu," ucap Ilham kemudian menyodorkan secangkir es teh.
"Yang dikasih cuman Dina aja ini?" tanya Atun.
"Iya lah," jawab Ilham dingin.
"Maaf kalo cuman aku aja mending es teh nya buat kamu atau dikasih ke trio centil," ucapku kemudian mengambil air mineral.
"Yaudah deh iya. Tunggu aku beliin semua,"
Ilham pun pergi ke kantin dan memesan satu teko es teh. Ntah lah Ilham itu aneh. Disaat aku mengejar dia eh dia malah ngejauh. Tetapi disaat aku menjauh eh dia nya malah yang ngejar. Dan sifat dingin nya ke semua wanita terkecuali aku. Apa spesialnya aku sih?
"Kamu baik deh, Din. Sering-sering aja gitu ke Ilham biar kita kebagian juga," ucap Atun.
"Dasar makanan mulu yang dipikirin. Makan banyak tapi nggak gemuk-gemuk," ucapku.
Persiapan telah selesai. Kini saatnya menunggu hari esok. Kesibukan hari ini bisa membuat pikiranku sedikit melupakan Gus Maulana.
******
(Esok hari)Hari ini aku bangun lebih awal. Ntah mengapa semalam aku susah sekali tidur. Jantungku perdegup lebih cepat seperti akan bertemu seseorang. Mungkin ini efek grogi karna acara akan dimulai hari ini.
Aku bersiap-siap berangkat sekolah. Kalian sudah pasti bisa tebak aku pakai hijab -gamis dan khimar- warna apa. Ya tentu warna hitam karna itu warna favoritku.
"Bu, Dina berangkat dulu ya," ucapku kemudian mencium punggung tangan Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
Roman d'amourDina Sayyidatina Fatimah, berawal dari seorang gadis biasa hingga satu persatu jati dirinya terungkap bahwa ia adalah seorang 'Ning'. Sebelum ia mengetahui hal itu, ia telah menaruh hati kepada seorang Gus yang bernama Lana Al-Faqih. Cintanya hanya...