Ustadz Khoirul terkejut dan segera menatap wajah Mbak Fidah dari kejauhan.
"InsyaAllah setelah acara walimahnya njenengan, saya akan melamar Fidah," ucap Ustadz Khoirul.
"Alhamdulillah," ucapku.
Malam telah tiba. Kata Abi, "Keluarga Kyai Faqih sudah sampai Jawa dari kemarin. Sekarang masih menginap di hotel."
Semenjak acara lamaran minggu lalu, aku tidak pernah menghubungi Gus Maulana. Walaupun ponselku telah dikembalikan oleh Mas Fuad.
Aku hanya bisa berdoa dan berharap Allah lindungi mereka.
*****
Setelah salat subuh, beberapa perias pengantin mulai datang. Mereka memasuki kamarku.
Pertama-tama mereka menghenna punggung tanganku dengan henna berwarna putih. Ya itu atas permintaanku.
Setelah selesai, mereka melanjutkan untuk merias wajahku. Perlahan aku membuka cadarku.
"Mbak, jangan difoto ataupun divideo ya," ucapku.
"Nggih, Ning," jawabnya.
Kebetulan tukang make up ini adalah alumni pesantren Abiku. Jadi ia bisa amanah.
"Maaf, Mbak. Yang soft aja ya jangan menor-menor," ucapku.
"Siap deh, Ning," jawab Mbak make up.
Tidak membutuhkan waktu lama, kini make up telah selesai. Saatnya aku untuk berganti gaun akad.
Aku membawa gaun berwarna putih serta khimar berwarna putih ke dalam kamar mandi.
'Ini baju berat banget sih,' batinku.
Setelah selesai menggunakan gaun dan khimar, aku keluar kamar mandi.
Tukang make up dan henna terpana melihat penampilanku.
"MasyaAllah, Ning," ucap Mbak make up.
"Mbak," panggilku.
"Dalem, Ning," jawabnya.
"Bajunya berat. Nggak ada baju lain tah yang ringan dikit, hehe," ucapku.
Mereka berdua tertawa mendengar perkataanku.
Tukang make up membenarkan khimar yang aku gunakan. Kemudian memasangkan cadar tali pada khimarku. Serta memberikan tiara kecil di atas kepalaku. Tak lupa pula dengan slayer di atas kepala.
"MasyaAllah, Ning. Njenengan sunggu sempurna," ucap Mbak make up.
"Mbak nih berlebihan. Ini karna efek baju pengantinya yang bagus," jawabku.
"Serius, Ning. Baju ini cocok banget dipakek njenengan," ucap Mbak henna.
"Alhamdulillah," ucapku.
Aku duduk sendiri di dalam kamar. Sementara Mbak-Mbak penata rias telah keluar dari kamar.
Satu persatu Mbak santri masuk dan memberikan ucapan selamat kepadaku. Tak terkecuali Mbak Fidah. Mbak Fidah justru tetap menemaniku di dalam kamar. Katanya, "Nanti selesai akad aku yang antar ya, Ning."
Aku mengiyakan saja. Toh memang dari awal kesini, hanya Mbak Fidah lah yang dekat denganku.
Yang lain tetap dekat hanya saja tidak seakrab Mbak Fidah.
Alat hadroh mulai ditabuh. Kang Aris menjadi vocalnya. Tak beberapa lama, aku mendengar sholawat penyambutan.
"Ning, mempelai prianya sudah datang," ucap Mbak Fidah setelah melihat keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
RomanceDina Sayyidatina Fatimah, berawal dari seorang gadis biasa hingga satu persatu jati dirinya terungkap bahwa ia adalah seorang 'Ning'. Sebelum ia mengetahui hal itu, ia telah menaruh hati kepada seorang Gus yang bernama Lana Al-Faqih. Cintanya hanya...