"Yasudah Gus kami berangkat dulu, assalamu'alaikum," ucap mereka bersamaan.
"Wa'alaikumsalam, hati-hati," jawabku.
Setelah mobil keluar dari pesantren, kemudian aku berjalan menuju rumah. Sekarang yang harus dipikirkan bagaimana cara kabur dari acara pertunangan.
Sesungguhnya aku ingin ikut dalam satu mobil dengan personil hadroh lain nya. Tetapi Abi memintaku untuk mengemudikan mobil pribadi. Ya tentu untuk mengantar Abi dan Umi ke ndalem Kyai Hafidz.
"Assalamu'alaikum," ucapku saat memasuki rumah.
"Wa'alaikumsalam," jawab Umi dari dalam.
Aku menghampiri Umi yang sedang duduk di ruang tamu bersama Abi dan Nduk Zulfa.
Ku cium punggung tangan Umi, Abi dan Nduk Zulfa.
"Le nanti jadi kan anterin Abi ke ndalem Kyai Hafidz," ucap Abi
"Jadi, Bi," jawabku lemas lalu pergi meninggalkan Abi dan Umi.
Aku masuk ke dalam kamar, duduk di kursi dekat dengan rak kitab. Ku buka ponsel pintarku. Berharap gadis tersebut membalas pesan. Tetapi itu semua nihil, gadis itu tetap tidak membalas pesan dariku.
Tok, tok, tok.
Pintu diketuk dari luar."Le, ini Umi," ucap Umi dibalik pintu.
"Masuk aja, Umi. Nggak Maulana kunci pintunya," ucapku tanpa beranjak dari kursi.
Umi masuk membawa sebuah jas hitam.
"Kamu pakek jas ini ya, Le," pinta Umi.
"Nggih, Umi," jawabku.
Aku masuk kedalam kamar mandi untuk mengambil wudhu dan berganti pakaian. Aku menggunakan sarung hitam, koko panjang berwarna putih dan jas.
"MasyaAllah gantengnya putra, Umi," ucap Umi memujiku.
"Siapa dulu Abi nya," ucap Abi yang berada di pintu kamarku.
Aku hanya bisa tersenyum.
'Abi, Umi, Maulana ikut bahagia jika Abi dan Umi bahagia. Walaupun itu harus mengorbankan perasaan Maulana sendiri,' batinku.
Adzan maghrib pun berkumandang. Dengan segera aku berjalan ke masjid pesantren. Sepanjang perjalanan, banyak para santriwati yang memuji ketampananku. Mereka tidak tau bahwa hati yang didalam sedang hancur berkeping-keping.
Kami melaksanakan salat maghrib berjama'ah. Setelah selesai salat, aku duduk sebentar di depan teras masjid.
"Gus ganteng banget, mau kemana?" tanya Mbak santri.
"Mau ke Ndalemnya Kyai Hafidz, Mbak," jawabku lesu.
"Semangat ya, Gus. Pasti lamaran Gus diterima dengan Kyai Hafidz," ucap Mbak Santri.
Tak ku jawab ucapan Mbak santri. Karna aku berharap lamaran itu tidak terjadi. Sekarang saatnya berfikir gimana caranya kabur dari acara pertunangan.
"Le, ayo berangkat," ajak Abi.
Kami berangkat menuju Ndalemnya Kyai Hafidz. Sampai disana sudah ramai sanak saudara dari Kyai Hafidz. Kami disambut dengan hangat oleh mereka semua.
Aku menjabat tangan para penerima tamu laki-laki. Sedangkan Umi dan Nduk Zulfa berjabat tangan dengan penerima tamu wanita. Tak lupa buah tangan -oleh-oleh- kami berikan kepada mereka. Kami duduk di ruang tamu.
Aku melihat jam tangan yang ku pakai. Menunjukan pukul 18.45, segera aku meminta izin ke Abi untuk berangkat ke tempat acara.
"Abi, Maulana pergi ke tempat acara duluan ya. Soalnya harus ngecek soundsystem dulu," ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Diam
RomanceDina Sayyidatina Fatimah, berawal dari seorang gadis biasa hingga satu persatu jati dirinya terungkap bahwa ia adalah seorang 'Ning'. Sebelum ia mengetahui hal itu, ia telah menaruh hati kepada seorang Gus yang bernama Lana Al-Faqih. Cintanya hanya...