#5 Kang Hadroh Ganteng

10.9K 664 9
                                    

"Ehm. Calon ne nggih , Gus?" tanya Laki-laki tersebut.

"Yang mana?" jawab Gus Maulana heran.

"Itu yang dibelakang njenengan, hehe," ucap laki-laki tersebut lalu menunjuk ku menggunakan jari jempolnya.

Pipiku mulai terasa panas, mungkin sekarang sudah berwarna merah sempurna bagai udang rebus.

"Oo ini. Bukan kang," jawab Gus Maulana.

Deg.
'Kenapa nggak jawab iya aja sih' protesku dalam hati -Ngarep banget sih si Dina-

"Oo kirain calon nya , Gus," ucap laki-laki tersebut.

Aku hanya tersenyum dengan menunduk.
Mereka berdua berjalan didepanku. Semerbak wangi parfum dari Gus Maulana sungguh harum, wangi yang kalem dan manis seperti Gus nya.

*****
Setelah sampai di Majelis, Aku mengambil tempat duduk yang lumayan agak kedepan biar bisa lebih jelas liat Kyai nya.
Antara barisan wanita dan laki-laki dibatasi oleh satir.

Personil hadroh mulai mematikan MP3 dan mengecek bunyi soundsystem. Ada pula yg mengecek suara mic.

"Cek cek teh satu kopi tiga," ucap orang tersebut.

'Ini orang ngode yang didapur apa gimana sih,' batinku.

Tak beberapa lama terdengar seseorang melantunkan sholawat. Kemudian personil hadroh mulai menabuh rebana.
Aku melirik kanan dan kiri ku, semua para gadis teriak histeris ketika ada seseorang yg menaiki panggung.

"Wahhh Gus," teriak salah seorang gadis.

'Apaan sih. Lebay deh,' batinku.

"Gus Maulana ganteng," ucap seseorang.

'Jadi mereka ini fans nya Gus Maulana?,' batinku lagi.

Ku tutup telingaku, karna tidak kuat dengan terikan para Ukhti Ukhti yang histeris. Tiba-tiba suara vocalnya berganti menjadi lebih merdu.

"MasyaAllah merdu banget," ucapku.

Tanpa sadar Aku melihat kearah si punya suara,
'Apa!, ini suara dia. Pantes para Ukhti teriak  histeris, udah ganteng ditambah bagus lagi suara nya' batinku.

Deg,
Dia menatapku lalu tersenyum, dengan secepat kilat ku alihkan tatapan ini biar dia tidak ke ge-eran.

'Inget Dina jangan baper, bisa aja dia bukan senyum sama kamu. Melainkan sama Ukhty yg lain,' batinku untuk menenangkan hati.

Tak beberapa lama, rombongan Kyai datang. Kami semua berdiri untuk menyambut kedatangan beliau. Pengawalannya sungguh ketat, tetapi bukan Dina namanya kalo tidak bisa bisa ngeluluhin pengawal Kyai.

Aku duduk timpuh -duduk dengan kaki- diantara sela-sela tangan pengawal. Saat Kyai berada tepat didepanku, Aku ulurkan tangan ini seperti orang yang sedang meminta. Beliau berhenti dan mengulurkan tangan beliau. Kemudan Aku mencium punggung tangan beliau, masyaAllah sungguh wanginya tangan beliau.

Setelah selesai, pengawalan kembali ketat.
"Kasian deh yang lain pada nggak dapet," batinku dalam hati.

Tiba-tiba ada wanita berniqob yg mengikuti langkah Kyai. Dengan refleks Aku kembali mengulurkan tangan, kemudian mencium punggung tangan wanita berniqob tersebut.

"Ini siapa, kenapa nggak dihalang sama pengawal. Dan kenapa ngikutin Kyai?" gumanku pelan tapi masih bisa didengar.

"Kamu gimana sih nyium tangan beliau tapi nggak tau beliau siapa," jawab wanita disebelahku.

"Maklum kan baru pertama kali ikut pengajian. Memang beliau siapa?" tanyaku kembali.

"Beliau itu Bu Nyai istri Kyai," jelas wanita tersebut.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang