#37

10.5K 605 8
                                    

Perlahan Mbak Ana dan Mas Harun hilang dari pandangan kami. Kemudian kami pergi memasuki mobil dan mulai berjalan menuju pesantren.

*****
Tak terasa sudah tiga bulan aku berada di pulau Jawa. Mendekatkan diriku dengan sang pencipta. Pendidikan agama sudah menjadi menu makanan sehari-hari. Tiada hari tanpa mengaji.

Mengaji, mengaji dan mengaji. Itulah aktivitasku sekarang. Alhamdulillah, berkat bantuan Bapak, Mas Fuad dan Mas Faid. Kini aku telah wisuda hafidzah.

Kata Bapak, "Esok anak yang hafal tigapuluh juz Al-Qur'an akan memberikan mahkota untuk kedua orang tuanya kelak di hari kiamat."

"Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari luar.

"Wa'alaikumsalam," jawabku dari dapur.

"Ustadz Khoirul?" ucapku.

"Dalem, Ning. Maaf boleh panggilkan Abah," jawab Ustadz Khoirul.

"Silahkan masuk, Ustadz. Sebentar saya panggilkan Abi dulu," jawabku kemudian berjalan menuju kamar Abah dan Umi.

Setelah memanggil Abi dan Umi, aku membuatkan teh hangat dan kopi untuk Abi dan Ustadz Khoirul.

"Monggo diminum," ucapku.

Aku meletakan gelas di atas meja dan pergi untuk menuju kamar. Saat hendak membuka pintu, tiba-tiba Umi memanggil.

"Nduk."

"Dalem," jawabku kemudian menuruni anak tangga.

"Kamu dipanggil, Abi," ucap Umi.

"Ada perlu apa? Bukanya Abi lagi sama Ustadz Khoirul ya?" tanyaku.

"Sudah kesana dulu," jawab Umi.

'Perasaanku kok nggak enak ya,' batinku.

Aku melangkah menuju ruang tamu. Saat aku telah sampai di ruang tamu, Abi dan Ustadz Khoirul melihatku.

"Abi manggil Dina?" tanyaku.

"Iya, Nduk. Sini," ucap Abi kemudian menepuk kursi disebelahnya.

Aku duduk disamping Abi. Kemudian Abi memulai pembicaraan.

"Jadi begini, Nduk. Kedatangan Ustadz Khoirul kesini dalam niat ingin mengkhitbah kamu," ucap Abi.

Aku terkejut mendengar perkataan Abi. Selama ini aku tidak pernah tau bahwa Ustadz Khoirul menaruh hati denganku.

"Jadi gimana, Nduk?" tanya Abi membuyarkan lamunanku.

Aku hanya diam. Berfikir mencari alasan untuk menolak lamaran Ustadz Khoirul.

"Maaf, Ustadz."

Kata-kata itulah yang keluar dari bibirku. Kemudian aku pamit untuk ke kamar. Sesampainya di dalam kamar, aku menangis. Entah apa yang aku tangisi.

"Kenapa aku harus menolak lamaran nya Ustadz Khoirul? Pasti Abi bakal marah karna aku menolak lamaran seorang Ustadz," gumanku.

"Cinta itu nggak bisa dipaksa, Nduk," ucap seseorang.

Aku melihat kearah pintu. Disana ada Mas Faid dan Mas Fuad sedang berdiri.

"Mas boleh masuk?" tanya Mas Fuad dan hanya aku balas anggukan.

"Cinta itu nggak boleh dipaksa, Nduk. Kalo Nduk nggak cinta ya bilang nggak. Jangan korbankan kebahagiaanmu untuk kebahagiaan orang lain. Karna yang akan menikah itu kamu. Yang jalanin rumah tangga itu kamu," ucap Mas Fuad.

"Jugaan tadi Abi malah seneng karna kamu nolak lamaran Ustadz Khoirul," ucap Mas Faid.

"Loh kok seneng?" tanyaku bingung.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang