Hi Hello

327 17 26
                                    

Setelah jam kuliah berakhir, seharusnya tubuh ini sedang rebahan di atas kasur empuk, menikmati lembutnya sprei dan selimut yang baru kemarin kucuci dengan tangan sendiri.

Atau ...

seharusnya setelah jam kuliah berakhir, aku mampir ke warung Bu Eli menyantap lezatnya seblak ceker di sana. Tapi, coba tebak apa yang sedang kulakukan sekarang?

Nugas?

Nugas doang mah gak bakal semengeluh ini.

Dosen majuin jadwal?

Nope! Itu mah gak masalah.

Terus apaan?

Entah bagaimana awalnya aku sampai bisa duduk di meja bundar ini, bukan untuk mengadakan konferensi seperti yang dilakukan pahlawan kemerdekaan, melainkan hanya melakukan rapat untuk membahas perihal pentas musik yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa pengurus himpunan fakultas dalam waktu dekat.

Kutegaskan sekali lagi, ya.

Rapat, guisse! Rapat!

Seorang Nura Zannyadhani yang mengagungkan sebuah kedamaian, ketenangan dan kenyamanan kosan kini dengan terpaksa mengurangi waktu me time-nya dengan berada di sebuah ruangan yang tak terlalu luas bersama sekelompok orang tak dikenal, kecuali perempuan yang tengah memelas di sampingnya.

"Ra, udah dong jangan cemberut mulu. Gue 'kan udah minta maaf. Berapa kali coba kalo diitung dari tadi? 99 ada kali. 100 sama yang sekarang."

Ya, jadi, awal mula keberadaanku di tempat tidak nyaman ini adalah karena ulah Rayma yang seenak jidatnya menulis namaku di daftar panitia kegiatan pentas musik fakultas. Katanya karena mepet dan kekurangan personel, jadi terpaksa ia tulis namaku tanpa bilang terlebih dulu. Jangan salahkan aku kalau sekarang mood-ku buruk seburuk-buruknya. Sebelumnya aku tidak pernah mengabaikan permintaan maaf siapapun, apalagi Ama yang merupakan sahabatku sendiri. Tapi, kasus kali ini terjadi di waktu yang tidak tepat.

Pagi-pagi sekali aku ke kampus untuk membimbing mahasiswa semester awal melakukan praktikum, bukan hanya satu kelas, tapi tiga kelas berturut-turut sampai tengah hari. Setelah itu, masih ada ujian mata kuliah biokimia yang super memusingkan. Belum sampai hilang asap yang mengepul di atas kepalaku, Ama langsung memohon-mohon sambil menyeretku ke tempat ini. Tempat dan kegiatan yang benar-benar bukan tipeku.

Organisasi.

Rapat.

Bertemu banyak orang.

Berdiskusi.

Berdebat.

Melelahkan. Semuanya melelahkan.

"Ra ...," Ama merengek lagi. "Pulang dari sini gue traktir ramen deh, yah? Mau yah?"

Aku tidak menjawab bujukannya, tapi kepalaku mengangguk dengan otomatis. Mau bagaimana lagi, urusan makanan itu rejeki dari Yang Maha Pemberi, mana boleh ditolak.

"Giliran ramen aja gak bisa nolak 'kan lu?" Terlalu jelas untuk dibilang sebuah gumaman, namun aku tak mau menanggapi ocehan Ama.

"Sore! Maaf ya agak telat. Tamu yang bakal jadi guest star di acara kita udah dateng, nih."

Sapaan ramah gadis yang baru datang itu terdengar bersama dengan langkah kaki sesosok laki-laki berwajah maskulin yang tidak terlalu tinggi. Dibalik punggungnya ada tas selempang hitam yang terlihat sangat enteng, seperti tidak ada isinya.

Orang kok bisa ya ngampus gak bawa apa-apa? Heran.

"Sore, temen-temen," sapanya.

Padahal mukanya sangar, tapi suaranya bisa alus gitu.

All About U(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang