Promise

78 10 25
                                    

Mungkin sedikit berbeda dengan pasangan-pasangan yang lain, aku dan Wino memang terbilang jarang saling mengirim chat jika sebelumnya tidak bertemu atau menghabiskan waktu bersama. Sesekali Wino mengawalinya, namun tidak setiap hari, hanya sekitar tiga hari sekali. Itu sudah cukup intens bagi kami. Namun, sekarang sudah hampir satu minggu lebih kami tidak bertemu, tidak ada kabar juga darinya dan jujur, hal ini membuatku sedikit tidak tenang. Ah! Lebih dari sedikit, sih. Tentu saja aku juga sudah mencoba menghubunginya duluan, tetapi tidak ada balasan, saat kutelepon pun tak kunjung diangkat.

"Yon, tadi di kampus ketemu Wino?" Aku sampai meminta kontak Dyon dari Ama untuk memastikan keadaan Wino.

"Gak liat, Teh. Coba tanyain ke Bang Ian, soalnya dia sekelas sama Bang Wino." Setelah memutus sambungannya Dyon segera mengirimiku kontak Brian. Semoga aku bisa mendengar kabar Wino dari Brian.

"Halo? Ini Brian bener?"

"Iya. Siapa ya?

"Ini aku, Nura."

"Oh, Nura Mbak pacar Wino. Ada apa?"

"Wino tadi ada ke kampus enggak ya?"

"Nah, gue juga bertanya-tanya. Biasanya dia antibolos."

"Jadi, dia gak ngampus?"

"Gak, Ra."

"Oh, ya udah. Thanks ya, Yan."

"Sip sip."

Ah! Sebenarnya aku paling benci mengkhawatirkan seseorang, tetapi tetap saja aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini.

"Eh, bentar, Yan."

"Ya?"

"Tau kosan Wino dimana?"

"Tau. Gue kirim via chat ya alamatnya."

Ternyata letak kosan Wino mesti ditempuh dengan kendaraan. Tidak terlalu jauh sebenarnya, hanya memakan waktu 15 menit menggunakan transportasi umum, mungkin bisa lebih cepat jika ditempuh dengan motor Wino.

Jika dilihat dari penampilan luarnya, sepertinya tempat tinggal Wino ini kosan khusus laki-laki. Cukup banyak motor naked yang terparkir di garasi kosan yang terbuka, termasuk motor milik Wino, itu artinya Wino tidak sedang bepergian kemana pun.

Gerbangnya ditutup. Apa langsung buka aja? Gak digembok ini, sih. Tapi, kalo beneran ini kosan khusus cowok ya kali gue nyelonong aja.

Saat dilanda kebimbangan, seorang laki-laki yang tampak sebaya denganku menghampiri gerbang itu dengan kantung plastik hitam di tangannya. Pakaiannya sangat santai, hanya celana pendek, kaos hitam polos dan sendal jepit yang warnanya terlihat kusam, tetapi wajahnya mulus, lumayan ganteng.

"Kak, punten. Apa ini kosan khusus laki-laki?"

"Iya, Mbak. Ada perlu apa?"

"Apa ada yang namanya Wino jurusan seni musik ngekos di sini?"

"Oh, Wino. Iya dia ngekos di sini. Mbaknya ada perlu sama dia?"

"Iya. Gak boleh masuk ya?"

Laki-laki itu diam sebentar kemudian membukakan pintu gerbang dan menyuruhku mengikutinya. "Boleh aja sih, Mbak, tapi palingan ngobrolnya di ruang tamu ditemenin ibu kos."

Lantas aku pun diantar olehnya untuk menemui ibu kos. Selagi ibu kos pergi menuju kamar Wino, aku duduk dengan hati yang masih tidak bisa tenang di ruang tamu.

Selang beberapa menit saja ibu kos kembali menemuiku. Rautnya yang tadi terlihat ramah dan tenang sekarang sedikit tampak berbeda.

"Neng, Winonya lagi sakit, jadi gak bisa turun ke sini, tadi bukain pintu kamar juga lemes banget. Neng naik aja ke atas yuk sama ibu."

All About U(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang