First Confession

83 11 22
                                    

Untuk kesekian kalinya, dengan senang hati dan kerelaan yang tulus aku melewatkan me time di weekend  berhargaku. Wino mengundangku untuk datang melihat penampilannya di kampus tetangga yang sedang mengadakan acara tahunan. Ternyata sudah sepopuler itu band miliknya sampai menjadi bintang tamu di acara kampus lain. Kalau sudah seterkenal itu ... berarti mereka sudah punya fans? Wino juga?

"Nura? Jadi 'kan ke sini?"

Suara itu berasal dari seseorang di sebrang sana yang baru saja kupikirkan. Kemarin ia bilang bahwa acaranya dimulai sekitar pukul 3 sore, tetapi ia menyuruhku datang satu setengah jam sebelum acara dimulai.

"Halo? Iya. Ini lagi nunggu Mas ojolnya dateng."

"Aku jemput aja yah?"

"Gak usah, Win. Ini bentar lagi Masnya juga muncul kok."

"Beneran?"

"Iya. Tenang aja. Paling telat dikit, maaf ya."

"Gak apa-apa. Hati-hati di jalan ya. Kalo Mas ojolnya masih belum dateng juga telepon aku."

"Iya, iya."

"Oh ya, Ra. Nanti boleh aku kenalin kamu ke temen-temen?"

Benar juga. Kenapa hal itu sama sekali tidak terpikirkan olehku? Datang ke sana artinya aku akan bertemu dengan rekan band Wino. Bagaimana aku harus bersikap di depan teman-teman Wino? Mereka tidak akan menggodaku 'kan? Apa mereka orang-orang baik? Bagaimana nanti reaksi mereka saat mengetahui pacar Wino hanya seseorang sepertiku?

"Ra? Nura?"

"Eh? Iya. Nanti aku kabarin kalo Mas ojolnya gak dateng-dateng, kamu boleh jemput aku."

"Kabarin juga kalo udah sampe gerbang depan kampus. Nanti aku jemput."

"Okay."

***

Baru tiba di gerbang depan kampus, suasana meriah sudah sangat terasa. Lalu-lalang mahasiswa memenuhi jalanan menuju panggung utama, baik mahasiswa dari kampus itu sendiri maupun yang berasal dari kampus lain sepertiku.

Sendirian di tempat ramai seperti ini selalu membuatku tidak nyaman, jadi lima menit sebelum sampai di tempat ini aku sudah menghubungi Wino terlebih dahulu. Sekarang sosoknya terlihat mencolokㅡhanya di mataku, mungkinㅡdari kejauhan di antara orang-orang yang berjalan melewatinya. Seperti biasa, ia berlari kecil menuju kemari. Rambut hitamnya terlihat naik-turun sesuai irama langkahnya, senyumannya semakin terlihat jelas ketika jarak kami kian menipis.

"Hai," sapanya sedikit canggung.

"Kamu suka banget lari-larian ya?"

Ia tak menjawab, hanya tersenyum sambil mengusap tengkuknya yang sedikit berkeringat.

"Ra, gak apa-apa 'kan aku kenalin ke temen-temen? Kalo kamu ngerasa keberatan, bisa kita tunda kok, tapi mungkin aku gak bisa temenin kamu kecuali pas pulang."

"Gak apa-apa kok."

"Serius?"

"Iya. Tapi, agak nervous nih. Temen-temen kamu baik 'kan?"

"Baik dong."

Kini aku dan Wino sudah tiba di depan pintu sebuah ruangan dimana teman-teman Wino sedang sibuk dengan alat musik masing-masing. Suaranya terdengar sampai luar ruangan. Selain suara alat musik, terdengar juga suara seseorang tengah bernyanyi. Merdu.

Jangan tanya keadaan jantungku. Sudah tak karuan. Padahal hanya akan dikenalkan pada teman-temannya bukan orang tua Wino.

Cklek!

All About U(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang