Deep Talk

72 7 33
                                    

Entah hanya perasaanku saja atau memang sikap Wino sedikit berbeda sejak kemarin. Seperti biasa, di akhir pekan kami menyempatkan waktu untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama meskipun hanya sekadar jogging di sekitar kampus atau berkeliling tanpa arah dengan motor Wino.

Setiap kami bersama aku selalu bisa melihat Wino tersenyum, membicarakan banyak hal secara random, tertawa karena hal sepele dan perhatian yang ia tunjukkan malu-malu. Namun, semua itu tidak kudapati kemarin. Wino tak banyak bicara, senyum di wajahnya juga terlihat seadanya, bahkan tawa lepas yang biasa ia tunjukkan sama sekali tidak terdengar.

Apa aku melakukan kesalahan?

"Halo, Nura?" Suara Wino terdengar lebih dalam dari biasanya. Kali ini aku yang menghubunginya duluan.

"W-Wino ... maaf, aku ganggu gak?"

"Enggak kok. Ada apa?"

Terdiam sesaat. Sebenarnya aku ingin bertemu dan menanyakan langsung tentang hal yang membuatku tidak nyaman ini, tetapi kemarin 'kan kami baru saja bertemu. Apakah tidak apa-apa jika memintanya untuk bertemu lagi?

"Sekarang lagi dimana?"

"Di studio sama anak-anak band."

"Aku ke sana ya?" Kutebak, Wino tidak akan mengizinkanku.

"Eh? Ada apa gitu?" Ada nada terkejut yang jelas terdengar dari suaranya. Jelas saja, karena tidak biasanya aku yang meminta bertemu lebih dulu.

"Mau ketemu aja."

"Ya udah, aku jemput. Mau berangkat jam berapa?"

"Gak usah, Win. Aku ke sana sendiri aja."

"Jangan, Ra! Aku jemput aja yah. Aku ke kosanmu sekarang."

"T-tapi kamu jadi bolak-balㅡ"

"Aku ke kamu sekarang," pungkasnya dengan tegas.

Wino marah?

Sejak memutus sambungan telepon dengannya, rasa cemasku malah semakin bertambah. Nada bicaranya benar-benar bukan seperti Wino. Sambil menunggu kedatangannya, aku hanya menggigit bibir bawahku dan berdiri di depan gang kecil dengan berbagai pertanyaan menumpuk dalam benak.

"Maaf. Nunggu lama ya?" Tangan Wino membuka kaca helm yang menutupi wajahnya saat tiba di hadapanku.

"Enggak kok."

"Sebentar." Setelah memakaikan helm padaku ia membuka jaketnya kemudian memakaikannya di tubuhku.

"G-gak usㅡ"

"Udah, pake. Aku masih ada sweater, nih."

"M-makasih."

Selama perjalanan tak ada satu pun dari kami yang membuka mulut. Dingin. Bukan hanya karena sekarang malam hari, melainkan melihat sikap Wino seperti ini rasanya membuat udara di sekeliling terasa lebih dingin.

Tiba di tempat latihan bandnya, Wino langsung mengambil posisi di balik keyboard karena teman-temannya sudah menunggu. Tak ada yang kulakukan saat itu selain menyaksikan penampilan mereka dengan perasaan yang masih tak karuan. Wajah bahagia dengan senyum cerah Wino yang tempo hari kulihat di atas panggung tidak terlihat di sini.

"Aku pinjem Wino sebentar ya," izinku usai mereka menyelesaikan lagu keempat pada Kak Fandra, Kak Jean, Brian dan Dyon yang tentu saja memberiku izin.

"Jangan di tempat yang gelap-gelap." Brian memperingati dengan nada menggoda.

"Awas jangan diapa-apain adek gue! Lo belom tau aja gumana galaknya bokap si Nura." Kali ini Kak Jean memperingatkan dengan sungguh-sungguh.

Wino hanya membalasnya dengan senyum tipis.

All About U(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang