Pada pertemuan kemarin, selain dalam rangka mengenalkan Wino pada ayah-ibu juga sebagai kesempatan untuk membicarakan perihal keinginan bunda Wino agar puteranya membawaku ke kediamannya, tentu saja seperti ayah dan ibu, ingin berkenalan, katanya. Dan, lagi-lagi aku sangat bersyukur karena ayah memberi Wino izin untuk membawaku, meskipun dengan syarat aku hanya boleh menginap di rumah Tante Sherly yang ternyata jaraknya tak terlalu jauh dari rumah Wino, bisa ditempuh sekitar dua puluh menit saja.
"Siap?" Wino menyentuh pundakku yang sedikit gemetar. Ya, kami sudah berdiri di depan pintu rumah Wino sejak hampir sepuluh menit yang lalu. Lantas, kenapa kami tak segera masuk? Tentu saja langkah kami terhambat gara-gara aku.
"Bentar, Win. Bentar." Ini sudah keempat kalinya aku meminta waktu pada Wino untuk menunda tangannya memencet bel. Berulang kali juga kutarik napas panjang sampai paru-paruku benar-benar penuh, tetapi debar jantungku masih belum bisa tenang.
Enak sekali Wino sedari tadi hanya "haha-haha" melihatku kepayahan menahan gugup begini. "Santai aja, bundaku gak gigit kok."
"Di rumah lagi ada siapa aja sih, Win?"
"Bunda aja. Ayah lagi di luar kota, Mbak Vio masih di Bekasi, palingan ke sini besok."
Sekali lagi kuhirup udara banyak-banyak kemudian kuembuskan perlahan. Aku tidak bisa menundanya lagi atau kami akan berdiri di sini terus sampai sore.
"Ayok, Win!""Siap nih? Asli? Kupencet ya belnya?" Sekarang justru Wino yang terlihat ragu.
"Iya, cepet. Sebelum aku berubah pikiran."
Tidak perlu menunggu hingga lima menit, pintu terbuka memperlihatkan sosok wanita cantik ... yang tidak terlihat seperti seorang ibu dan ... agaknya familiar di mataku.
"Y-yona?" Sepertinya bukan aku saja yang terkejut.
"Hai, Win!" suara lembutnya menyapa laki-laki di sampingku, sedetik kemudian mata bulan sabitnya beralih padaku. Cantik dan ramah.
"Yona, ada siapa?" Aku tak terlalu yakin, namun sepertinya itu suara bunda Wino. "Eh, Nura ya?" Kini sosoknya berjalan mendekat, bahkan menggandeng tanganku untuk masuk. "Ayok, duduk dulu, Nak."
"I-iya, Tante," jawabku sedikit canggung.
"Panggil bunda aja yah."
"O-oh ... i-iya, Bunda."
"Kok Nura doang yang disambut, Bun? Wino balik ke Bandung lagi aja kalo gitu yah?"
"Aduduh ... anak cowok bunda manja banget. Sini duduk! Bunda lagi masakin makanan kesukaan kamu nih sama Yona."
"Oh iya, kenalin, ini Yona, Ra, temen kecil aku. Dan Yona, ini Nura," Wino memperkenalkan wanita yang menyambut kedatangan kami tadi. Yona, Albyona itu 'kan? ... pantas saja wajahnya sangat familiar.
"Pacar, hm?" Yona terlihat berbisik pada Wino, meskipun bisikannya terdengar jelas olehku. Tak menjawab dengan sepatah kata pun, Wino hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Yona.
"Tumben banget mampir ke sini, Yon."
"Lagi pengen ketemu bunda. Tadi abis dari suatu tempat, jadi sekalian mampir ke sini. Sorry yah, aku kira ga bakal ada tamu," ucap Yona sedikit merasa bersalah.
Tidak jauh berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan ayah pada Wino, bunda Wino juga menanyakan hal-hal yang serupa untuk lebih mengenalku. Benar kata Wino, bundanya sangat ramah dan itu membuat rasa canggungku cukup berkurang.
"Kamu istirahat aja dulu sama Wino. Bunda mau lanjut bikin makanan buat kita makan siang," pamitnya. Tentu aku tidak begitu saja menuruti perkataan beliau. Mana bisa aku santai-santai di sini bersama Wino, sedangkan bunda Wino sibuk di dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About U(s)
Historia CortaTidak mudah sebenarnya menceritakan tentang kisah ... ah, aku malu mengatakannya, kalian langsung baca saja, yah. . . . All about U(s) a series story by @rambambaram 20-03-10 .