Katanya pembebasan lahan sudah oke, sudah ada kata deal dari perusahaan klien yang memberikan konpensasi ke warga sekitar sana. Masalah yang ini agak ribet, tanah di sana milik perusahaan klien, warga yang demo itu tinggal gratis di tanah perusahaan klien. Mereka demo karena sebagian dari mereka digusur, sebagiannya lagi tidak tergusur tetapi yang tidak tergusur itu demo karena takut terimbas dari pembangunan bendung. Padahal bendung dibangun selain untuk suplai air ke perusahaan klien, air juga akan suplai ke warga di sana. Warga yang tergusur minta konpensasi uang rumah yang mereka bangun, sudah ada kata deal tetapi masih dalam tahap realisasi.
Fau dan yang lainnya sudah menghadap kepala desa sekitar, minta ijin dan bantuan Pak kades untuk melakukan survey lokasi sekalian mau mengukur juga. Pihak perusahaan klien juga ada yang ikut. Karena kelamaan negonya pekerjaan terhambat. Mulainya pas sudah agak siang hingga menjelang malam tidak kelar.
Kini Bram dan Ridwan bergantian menyetir mobil pulang. Padahal hanya 3 jam perjalanan, tetapi Bram kasihan pada Ridwan yang dari tadi lebih sibuk darinya. Fau ingin menawarkan diri untuk bergantian menyetir, tetapi dia sadar diri agar tidak mengeluarkan uang ganti perbaikan mobil di bengkel.
Tim surveying masih tinggal di sana, besok mereka masih akan bekerja. Sementara Bram, Ridwan, dan Fau balik ke Jakarta. Hari sudah malam, mereka sudah makan malam dan sekarang kembali pulang. Sebelumnya Fau sudah mengirimkan pesan whatsapp pada Aksa agar tidak usah dijemput. Kata Bram mereka akan mengantar Fau pulang ke rumah dulu, habis itu menurunkan Ridwan di kantor karena motor Ridwan ditinggalkan di sana.
Mobil berhenti di perempatan. Lampu masih berwarna merah. Walau mereka yang di dalam mobil sama-sama capek, Fau masih bisa menikmati perjalanan yang panjang ini. Lagu yang diputar Bram enak semua, seleranya bagus. Seperti saat ini Fau mendengarkan suara Catrien Maxwell yang sedang menyanyikan lagunya yang berjudul Erase You.
Tin! Tinn! Tinnnnnn!
Lagi enak-enak tenggelam dalam lamunan, klaksonan dari kendaraan di belakang membuyarkan lamunan Fau. Bukan hanya Fau yang marah, Bram yang sedang menyetir juga tersungut emosinya.
Bram melirik melalui kaca spionnya, "lampu hijau belum nyala, udah pencet klakon sembilan ribu juta kali."
Fau mengangguk setuju, "klaksonnya juga pake tenaga dalam."
Ridwan rupanya tidak tidur, pria itu ikutan nimbrung, "sabar... mungkin dia kebelet. Positif thinking aja."
Ridwan memilih untuk bijaksana. Kita tidak tahu apa yang terjadi pada orang itu, apakah buru-buru atau memang pada dasarnya gak sabaran. Sama seperti saat menjumpai orang yang sein kiri ternyata belok kanan. Mungkin saja dia kurang minum air putih. Contoh lainnya juga seperti Fau yang mengendarai mobil di tengah jalan, tepat di garis marka, gak ke kiri dan gak ke kanan. Maklum, baru belajar bawa mobil.
Suasana di dalam mobil kembali hidup, bukan membahas tentang proyek lagi tetapi tentang kehidupan jalan raya. Hingga akhirnya mobil Bram berhenti di rumah Fau.
"Ini rumah kamu? Gede banget," puji Ridwan. Kalau dihitung-hitung perlu 20 tahun masa kerja hingga Ridwan bisa menghasilkan uang untuk membeli rumah seperti ini.
Fau menggeleng. "Hibahan dari orang tua Mas," kata wanita itu. Ini nih enaknya Fau dan Aksa, pas nikah langsung dibekalin. Apa daya kalau membangun keluarga dari nol, ngontrak dulu, pinjam uang muka di bank, mikirin cicilan rumah.
"Wah, enak bener," kata Ridwan pura-pura iri. Fau malah tertawa.
"Rejeki sudah ada yang ngatur Mas. Jangan iri soalnya antrianku yang paling depan," canda Fau supaya pria itu tidak mengiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Same Office with Wife (Revisi)
RomanceVERSI LAMA -AKAN DILANJUTIN KOK, TAPI SETELAH SAME CAMPUS WITH WIFE TERBIT - YANG INI SAYA UNPUBLISH KARENA CERITA SEBELUMNYA (SAME CAMPUS WITH WIFE) AKAN TERBIT. ADA BEBERAPA PERUBAHAN DI CERITA ITU, JADI PADA CERITA YANG INI AKAN ADA BEBERAPA PERU...