"Pak saya mohon dengan sangat untuk memindahkan saya pak, dikelas IPA E pun saya mau pak."
"Tetap nggak bisa, ini sudah keputusan sekolah tidak diperlukan perubahan lagi." tolak Pak Tery secara tegas
"Tapi pak-"
"Kamu ini kenapa si Devan? Ada apa dengan IPA C? Saya kurang memahami alasan kamu ingin pindah dari sana, apakah ada alasan lain yang bisa saya mengerti? Alasan lain selain tanggapan subjektif kamu terhadap teman sekelasmu." pancing Pak Tery
Devan hanya terdiam, ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Devan sadar atas apa yang dia lakukan sekarang sangat tidak sopan, menolak kebijakan sekolah karena alasan pribadinya sendiri
"Devan saya harap kamu bisa mengerti tentang sistem dan peraturan sekolah ini, kami disini sudah mengatur sedemikian rupa untuk kepentingan bersama, pemilihan setiap siswa dalam setiap kelas juga sudah dipertimbangkan secara matang-matang dan tidak dengan asal-asalan, kami memilih kamu berada disana karena ada alasannya memang, dan kami percaya bahwa menempatkan kamu disana adalah keputusan yang tepat." jelas Pak Tery pada Devan
"kalau boleh saya tahu apa alasannya pak?"
Pak Tery tersenyum mendengar pertanyaan itu, dia sudah sangat mengerti bagaimana sifat Devan, salah satu murid andalannya ini, kritis dan tegas.
"Mungkin memang saya bisa mengerti terkait alasan kamu, kamu berfikir disana banyak anak-anak yang bandel dan langganan masuk buku hitam seperti Riki dan Farel yang hobi tawuran, saya membenarkan citra mereka buruk karena itu, tapi saya juga tidak dapat mengesampingkan bahwa mereka juga berprestasi dalam bidang non academic, nilai mereka tidak seburuk itu juga, atau Hendra dan Zidan yang sering buat bu Meri melakukan pengaduan karena kerusuhan mereka saat jam mengajar, tapi mereka juga punya bakat di non academic serta mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Mungkin benar disana banyak terisi oleh mereka yang kurang baik tapi kami juga menempatkan mereka yang bercitra baik, seperti Ezra, Jeno, Gisel, Rania dan Salma. Kami terkhusus saya yang memilih kamu untuk disana dan menjadi anak kelas saya sangat percaya bahwa kamu mampu merangkul mereka dan menuntun mereka."Pak Tery menjelaskan semuanya kepada Devan dengan tenang, kemudian ia jalan mendekati Devan sambil memegang bahunya dan bertanya, "Apakah kamu bersedia untuk mengemban amanat dari saya?"
***
Dan disinilah Devan sekarang, berdiri tegak menatap lurus pada gadis itu yang tetap sama seperti saat terakhir kali mereka berjumpa.
Benar memang alasan Devan tidak ingin di kelas ini karena di sini terisi oleh anak-anak yang ajaib, Devan memang bukan anak yang dapat dengan mudah mengenal semua siswa sepantarannya dengan baik, tapi karena sering berada di ruang guru saat perannya sebagai ketua kelas saat kelas 10 dulu, dia tau bahwa ada beberapa nama-nama murid yang sering di jadikan pembahasan oleh dewan guru saat selesai mengajar karena ulah mereka di kelas, dan kelas 11 C mendapat anugrah itu, menampung beberapa murid kurang baik itu.
Namun ada alasan lain juga yang mungkin memperkuat keinginannya untuk dipindahkan, yap benar karena gadis itu, Arkena Gisel Pradipa. Gadis yang sempat berpacaran dengannya selama enam bulan saat kelas 10 dulu, hubungan mereka tidak banyak diketahui oleh teman-temannya namun cepat berakhir karena kesalahpahaman Devan terhadap teman Gisel yaitu Beni. Devan dulu sangat tidak suka terhadap Beni karena begitu dekat dengan Gisel, namun setelah hubungan mereka berakhir Devan baru menyadari sesuatu bahwa hubungan Gisel dan Beni memang sudah sedekat itu.
Tidak, Devan tidak segalau itu dan semenyesal itu, saat tahu itu semua dan hubungannya berakhir, Devan hanya merasa malu sudah pernah segelap itu pemikirannya, dia hanya merasa bersalah karena pernah menuduh Gisel, karena rasa bersalah itulah ia memilih menjadi pengecut yaitu menghindar dan bersembunyi dari Gisel dan Beni, lalu sekarang ia dipersatukan dengan keduanya untuk waktu yang cukup lama di kelas 11 C.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fin(d/e)
Teen FictionCerita ringan romansa anak SMA - "Dari kehilangan dia, gue jadi banyak belajar, dan berubah" - Gisel- "Bisa sama dia, nggak ada dalam rencana gue, dia ajaib," -Beni- "Semuanya sama, kayanya cuma dia yang bisa gue anggep beda," -Saka- "Dia bilang, 'i...