Lingga dengan segala kesenangan huru-haranya.Dia itu sangat menyukai kebebasan kalo kalian belum tau. Cowok brengsek dengan sejuta pesona yang sayangnya membuatku jatuh juga. Mungkin juga salah satu hobinya adalah menerbangkan hati gadis-gadis yang menggilainya kemudian menjatuhkannya.
Sial, benar-benar sindiran garis keras buatku
Jika kalian ingin tahu salah satu nikmat Tuhan yang tidak boleh disia-siakan saat sedang dihukum guru keluar kelas tidak lain adalah saat melihat kelas IPS 2 sedang berolahraga seperti sekarang.
Menurutmu siapa lagi yang mau repot-repot kuperhatikan jika bukan bos geng brengsek yang sayangya berhasil membuatku takluk untuk kedua kalinya.
Aku tersenyum-senyum sendirian melihat Lingga kembali berhasil memasukkan bola basket ke ring lawannya. Apalagi ditambah dengan badan hasil ngegymnya yang sengaja dipamerkan. Entah dimana kaos olahraga yang tadi dikenakannya.
"Ya Allah, raba-raba perutnya sedikit boleh nggak sih?" Aku terkekeh sendiri mendengar perkataanku barusan. Memang sudah tidak waras.
"Astagfirullah." Ucapku sembari mengelus dada
"Heh! Raba-raba apa?!"
"Eh,eh enggak bu. Ibu salah denger kayanya tadi." Gelagapku seperti habis ketahuan maling.
"Kamu pikir saya budeg ya. Oh, atau jangan-jangan yang ketahuan sering bawa majalah dewasa di laci itu kamu ya?"
Aku terbengong sendiri dengan tuduhan bu Nimas barusan. Mau cari mati apa jika sampai aku membaca majalah begituan? Jika ketahuan bunda namaku benar-benar bisa dicoret dari kartu keluarga.
"Hukuman kamu saya ganti lari keliling lapangan sepuluh kali."
"Loh, nggak bisa gitu dong bu. Lima kali aja yah."
"Shena Artanya Rinjani!"
"I-iya bu, sepuluh kali nggak masalah. Kecil itu mah."
**Alingga**
Aku mengguling-gulingkan badanku di atas ranjangku yang berukuran besar dengan gusar kemudian berganti posisi menjadi duduk dan menghentak-hentakkan kakiku ke lantai dengan kesal.
Aku mengingat kembali kejadian memalukan tadi siang saat aku dihukum mengitari lapangan oleh bu Nimas
Dengan bermodal muka tembok aku mulai mengitari lapangan sambil meneriakkan kalimat yang bunyinya berjanji jika aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi. Sontak saja itu membuat Lingga dan teman sekelasnya menghentikan kegiatan mereka dan memperhatikanku.
Yang lebih menjengkelkan lagi Gandhi dan Devan malah dengan kurang ajarnya memvideo diriku dan memasukkannya ke dalam snapgram mereka.
"Shen, senyum sini ke aa."
"Bakal viral ini mah."
"Semangat, yah. Jangan lupa ngopi habis lari biar seger."
Aku mendecakkan lidah mendengar celetukan mereka dan mengacungkan jari tengahku supaya mereka diam dan tidak berisik lagi.
"Devan! Gandhi! Sini kalian!"
Aku yang melihat Devan dan Gandhi dimarahi pak Dedi sontak saja tertawa mengejek sembari memeletkan lidahku dan mengangkat kedua tanganku dengan jari telunjuk kuacungkan seakan memberi isyarat jika skor kami satu sama.
"Shena!tiang!"
Aku menyentuh dahiku yang sepertinya benjol ketika kuraba menggunakan tanganku. Begitu menatap sekeliling aku menyadari jika ternyata aku sedang berada di UKS.
"Udah sadar?"
Aku menengok ke arah pintu dan menemukan Lingga yang sedang berdiri dengan tangan yang terlipat di depan dada.
"Nih, roti sama mineral buat ganjel perut."
Karena masih merasa bingung dengan yang terjadi aku hanya mengangguk dan mengambil sekantung plastik yang disodorkannya
"Karena lo udah sadar gue balik kelas ya. Gue belum ganti baju juga."
Tanpa mendengar jawabanku Lingga memilih berbalik arah dan melangkahkan kakinya keluar dari ruang UKS
"Woi, masih hidup ternyata," aku melihat ketiga sahabatku yang entah sejak kapan sudah berada di depanku
"Gue kenapa emang?" Aku bertanya karena benar-benar bingung dengan apa yang terjadi.
"Pake nanya kenapa. Lo tuh habis kejedot tiang ring basket bego. Habis itu bukannya langsung pingsan malah pake acara kesandung lagi."
"Iya ya?"
Aku mengangguk-angguk seakan mengerti," terus yang gendong gue ke sini siapa?"
"Kagak ada. Lo diseret tadi sampe sini."
"Anjir, gue nanya beneran nih."
"Si Lingga noh."
Mendengar itu aku jadi tersenyum-senyum sendiri karena membayangkan jika yang membawaku kemari adalah Lingga. Lumayankan bisa modus sedikit walaupun dalam keadaan tidak sadar.
"Eh, muka gue berkelas nggak waktu pingsan tadi?" Aku bertanya saat tersadar akan sesuatu. Kan malu juga kalo saat pingsan tadi kondisi mukaku tidak terkontrol.
"Berantem yuk." Ucap mereka bersamaan dan kuhadiahi dengan tawaku.
"Kak, itu lebamnya dikompres dulu"
Aku tersadar dari lamunanku dan tersenyum pada bunda yang sudah berada di pintu kamarku.
"Iya, bun."
"Kamu mah cewek tapi kerjaannya begajulan terus kaya anak cowok. Ini kenapa coba dahi sama dagunya bisa lebam kaya gini?"
Aku hanya cengar-cengir mendengar pertanyaan bunda. Jika mengatakan kejadian sebenarnya itu sama saja aku cari masalah dan berakhir dengan uang jajanku yang akan dipotong selama sebulan penuh. Dan tidak hanya itu saja, pasti akan ada wejangan yang kadang mlenceng dari kesalahan yang sebenarnya diperbuat. Kira-kira seperti ini wejangannya
"Makanya jangan main hp terus. Begadang cuma lihat hp, kasian itu mata kamu kecapean."
Atau
"Rebahan aja terus. Belajar gitu, atau bantuin bunda beresin rumah, sekarang cari kerja itu susah, jangan cuma kamu tinggal buat tidur sama rebahan. Yang semangat dikit dong."
Kadang juga malah begini
"Makanya belajar yang bener. Lah kamu malah pacaran yang dibenerin. Gimana sih? Seharusnya yang kamu bahagiain itu orang tua dulu. Bikin pusing bunda aja."
Kadang aku heran juga dengan bunda. Pacar saja tidak punya tapi ini malah bisa-bisanya dikaitkan sampai sana.
*****
Tbc
@malebillu
KAMU SEDANG MEMBACA
Alingga
Teen FictionTentang rasa yang masih saling terikat, tetapi terhalang ego yang selalu berhasil menorehkan jarak.