Brengsek tapi kok gue bisa suka?
*****
"Aduh! Santai dong jalannya." Tubuhku terdorong ke belakang begitu merasakan ada badan besar yang menabrakku cukup keras.
"Bacod! Diem lo."
Setelah memakiku bukannya minta maaf Dewa malah melanjutkan langkahnya dengan bahu yang naik turun kentara sekali sedang menahan amarah. Saat ada orang yang tak sengaja menghalanginya pun dia dengan kasar mengumpatinya dan mengatainya bodoh atau tidak bisa jalan dengan benar.
"Shen, lihat Dewa nggak?" Devan dan Raja menghampiriku.
"Kesana noh," tunjukku ke arah taman belakang," kenapa si Dewa? Gue ditabrak pake badan segede gitu sampe mental gila."
"Berantem sama Lingga dia." Jawab Devan
"Sono lo samperin si bos."
Mendengar itu aku sontak menggeleng keras, "nggak, ngapain?"
"Bantuin nenangin apa gimana kek."
"Kagak mau. Paling juga udah ada Anggi" Jawabku asal.
Heh, aku masih agak kesal ya karena dia dan Anggi kemarin. Ya walaupun di sini aku yang salah karena yang suka padanya kan aku dan dia tidak berkata apa-apa untuk membalas pernyataanku kemarin.
Seharusnya aku cukup bersyukur karena dia tidak menghakimiku dengan mengatakan untuk tidak dekat-dekat dengannya dengan alasan jika kami berdua lebih baik berteman saja. Sangat klise seperti novel badboy ala anak SMA.
Aku tidak memperdulikan panggilan Devan yang terus memanggil namaku saat kutinggal dengan seenak udelku.
Aku ini harus mengisi perutku lebih dulu agar bisa berpikir, jika tidak nanti aku bisa disuruh keluar lagi saat jam pelajaran."Putus aja ya, Na."
"Aku ada salah, kak?"
"Nggak ada. Cuma kayanya kita udah nggak cocok."
"Karena kak Anggi ya?"
"Anggi nggak ada hubungannya sama ini. Lo cantik, Na. Pasti banyak yang suka."
Tanpa sadar aku mendengarkan percakapan dua sejoli yang berada di samping tangga dekat dengan kantin ini. Adegan dimana seorang laki-laki yang memilih memutuskan hubungan hanya karena merasa sudah tidak cocok dan seorang gadis yang mencoba meminta kejelasan.
Setelah menepuk singkat pundak gadis yang kuketahui merupakan adik sepupu dewa yang bernama Zanna kulihat Lingga bergegas pergi dari sana. Melihat sudut bibirnya yang berdarah sepertinya dia memang habis ribut dengan Dewa.
Pantas saja Dewa marah. Lingga juga cari masalah dengan menjadikan adik sepupu Dewa salah satu mainannya. Sudah kubilang kan jika Lingga itu seorang fakboi. Jadi melihat hal seperti ini di depan mataku sendiri rasanya tidak akan membuatku merasa cemburu.
"Brengsek tapi kok gue suka sih."
"Emang nggak ada akhlak gue."
**Alingga**
Saat pertama kali melihat Lingga hal yang langsung terbesit di pikiranku adalah dia seorang yang agak pendiam. Aku sebenarnya tau Lingga sebelum kami satu sekolah di SMA. Lingga adalah teman Gara sejak SMP yang kebetulan sering main di sekitar komplek. Saat teman-temannya membully seorang anak cacat yang rumahnya berada persis di belakang komplek, bukannya ikut menghakimi Lingga malah memilih duduk menjauh dan mencoba sibuk dengan rubik miliknya.
Dia berbeda,aku tahu itu bahkan sebelum kami sempat dekat. Dia juga orang yang sangat sayang pada ibunya. Semenjak dekat dengannya aku jadi tau kenapa dia memilih menjadi brandalan seperti sekarang. Keluarganya hancur karena ayahnya suka bermain wanita. Sangat disayangkan seorang pengusaha sukses yang kegiatannya selalu disorot media ternyata memiliki banyak wanita simpanan. Bahkan saking muaknya dengan kelakuan om Satya, kakak perempuan Lingga sampai memilih kabur dari rumah dan kini entah dimana keberadaanya.
Jika ditanya apa alasan Lingga masih bertahan sampai sekarang, maka dia pasti langsung menjawab,"nggak ada yang lebih penting dari mama. Gue masih mau sekolah dan ngerangkai masa depan ya supaya bisa buat mama bahagia."
"Kalau masih nggak ada yang mau ngaku salah silahkan hormat ke tiang bendera sampai jam pelajaran selesai."
Aku melihat dari lantai atas saat Dewa dan Lingga tengah dihukum oleh guru BK karena pertengkaran mereka tadi. Lucu juga melihat mereka begini, padahal dari gestur tubuh mereka sangat terlihat jika mereka sudah tidak betah diam-diaman seperti itu.
"Eh, kamu kesini cepet!"
Aku menunjuk diriku sendiri saat pak Adi melambaikan tangannya padaku.
"Iya kamu. Sini.""Ada apa, pak?" Tanyaku saat sudah sampai di hadapannya.
"Tolong awasi mereka sebentar. Saya ada urusan sebentar."
"Kamu kelas XI IPA 3 kan? Bu Ari kebetulan izin karena anakanya sakit jadi nggak bisa masuk. Nanti sekalian titip tugas yang harus dikumpulin minggu depan."
"Iya pak."
Setelah pak Adi pergi aku memilih memusatkan perhatianku pada dua cowok bertubuh jangkung di depanku ini. Aku berdecak sebal melihat mereka berdua yang tak kunjung baikan seperti ini. "Baikan dong lo berdua."
"Nggak!" Ucap mereka bersamaan
"Tuh, jawab aja kompak begitu."
"Berisik!" Aku tertawa melihat mereka yang menjawab bersamaan lagi, "kalian berdua tuh sejoli sehidup semati. Nggak pantes kalo berantem gini."
"Bodo amat ya. Gue mau ke warung belakang sekolah."
"Dewa sompret! Nanti kalo ditanyain pak Adi gue jawab apa?" Teriakku kesal karena Dewa yang malah pergi. "Bilang aja lagi boker."
"Eh, lo juga mau kemana?" Aku merentangkan kedua tanganku begitu melihat Lingga yang juga akan beranjak pergi.
"Mau nyebat dulu. Lo mau ikut?"
"Nggak lah. Eh gila lo berdua. Masa gue ditinggal sendirian."
"Gila gini lo juga suka." Kata Lingga asal
"Sialan."
*****
Tbc
Sebelumnya mau ngucapin minal aidzin wal faidzin dulu ya karena kita juga masih dalam suasana lebaran.
Maafin kalo seandainya ada kata-kata yang nggak berkenan baik itu disengaja maupun nggak disengajaJangan lupa vote dan comentnya ya.
See you di part selanjutnya@malebillu
KAMU SEDANG MEMBACA
Alingga
Ficção AdolescenteTentang rasa yang masih saling terikat, tetapi terhalang ego yang selalu berhasil menorehkan jarak.