Saat harapku telah pergi, apa kamu yang bisa kupercayai?
*****
Jika kalian mau tau, selama kurang lebih tujuh belas tahun hidupku ini sebenarnya aku kurang tertarik dengan status pacaran, menurutku tanpa pacaran pun kalo kita sudah memiliki komitmen semuanya tetap akan dapat berjalan.
Tapi beda lagi masalahnya kalau yang mengajak pacaran adalah cowok yang sedari lama kusukai ya, karena sekali ajak pasti langsung kujawab, "kuylah mas, laksanakan."
Aku juga takut kadar kebucinanku akan menjadi cukup lebay seperti pasangan paling hits di depanku ini, siapa lagi kalau bukan Devanya Alona dan Gandhi Karismajati
"Sakit bego! Lo gila ya, Gand!"
"Halah lebay lo. Cuma gue tarik dikit rambutnya."
"Lebay, lebay pala lo! Sini nggak lo!"
"Itu mah masih mending ketimbang lo yang biasanya naruh upil di baju gue."
"Gue ngambek terserah."
Tuhkan apa kataku.
Kalo begini saja marah-marah nggak jelas. Tapi tunggu saja beberapa menit lagi pasti bakal bucin lagi.
"Duh, marah Beneran. Maaf deh yank." Gandhi berusaha membujuk Vanya yang kelihatanya benar-benar marah.
"Maaf doang? Enak aja! Nggak mempan."
"Yaudah deh, kamu mau minta apa?"
"Ya apa kek. Dipikir jaman sekarang nggak pake modal?"
"Fine. Kita shoping habis ini."
"Beneran?" Vanya berkata dan menunjukkan matanya yang berbinar. "Jangan gitu lagi. Sakit."
"Iya. Peluk dulu dong," kata Gandhi yang membuat Vanya bergerak cepat memeluknya.
Kan! Bucin mode on.
"Ehm!" Aku berdehem menghentikan pembicaraan mereka.
"Apa sih neng Shena?" Gandhi berkata ke arahku.
"Gue mau pulang." Kataku dan dihadiahi tatapan mereka seakan berkata, lah, terus apa hubungannya sama kita?
"Gue kan tadi berangkat bareng sama Vanya dodol."
Gandhi mengangguk mengerti kemudian berteriak kepada seseorang yang sepertinya persis berada di belakangku. "Bos! ada yang mau nebeng nih,"
Duh, perasaanku jadi tidak enak setelah dia berteriak tadi. Tapi aku kembali sadar jika ini bisa jadi kesempatanku untuk satu langkah lebih dekatkan dengan Lingga?
"Apa Gand?" Tanyanya
Aku sedikit berdehem dan berbalik karena posisiku yang membelakang Lingga
"Gue-" ucapanku terhenti begitu melihat Lingga yang tidak datang sendirian melainkan bersama dengan Anggi, "pulang duluan sama Milly aja."
~Alingga~
"Katanya lo bareng sama Milly?"
Aku sedikit tersentak melihat Lingga yang sudah berada di depanku dengan posisi tangannya yang bersedekap di atas motornya.
"Nggak jadi. Milly nya ada urusan mendadak tadi."
"Eh, Anggi mana?" Tanyaku setelah meyadari jika Lingga sendirian
"Gue suruh naik taksi. Mau bareng?" tawarnya agak canggung.
"Nggak us-"
"Nggak usah nolak kalo emang nggak tau mau pulang naik apa. Cepetan mumpung gue baik."
Aku mendengus kesal mendengar jawabannya itu. Kenapa jadi membentakku. "Kok jadi maksa sih."
"Gue tau Milly tadi lagi latihan karate di gor. Orang gue baru kesana."
"Udah cepetan. Nanti gue dijadiin perkedel sama temen lo yang suka mukulin orang itu."
Entah kenapa aku sedih mendengar perkataannya barusan. Padahal aku tadi sudah ingin berjingkrak senang karena berpikir Lingga lebih memprioritaskanku daripada Anggi.
Bukannya aku terlalu sentimen dalam menanggapi sesuatu. Tapi kan tidak nyaman saat ada orang yang membantu kita dan dia melakukannya dengan tidak ikhlas.
Tidak salah kan?
"Oh, jadi karena takut Milly ya?" Kataku.
Percayalah. Aku salah satu orang yang sebenarnya cukup tau tentang dia.
Dia orang yang tidak mau dengan susah payahnya menjelaskan kepada orang jika dia tidak bersalah. Sebaliknya, dia akan lebih suka melihat pandangan orang tentang dirinya.
Jadi setelah berkata begitu aku memutuskan untuk langsung menuju halte yang berada di sebrang sekolah dan masuk ke dalam bis meski perasaanku cemas karena jujur aku lupa membawa uang saku hari ini
Setelah masuk aku tidak tau kenapa Lingga juga ikut menyebrang dan malah berbicara kepada kenek bus yang sedang ada di pintu.
"Neng."
"Ah, kenapa bang?" Tanyaku karena kenek bus tadi gantian telah ada di depanku.
"Pacarnya eneng romantis banget. Walaupun situnya lagi marah tetep dibayarin ongkosnya."
"Dia bayarin ongkos saya bang?"
"Iya neng. Terus saya juga diminta jaga neng sampai turun bis."
Aish! Aku heran kenapa ada orang seperti Lingga. Menyebalkan namun juga manis di waktu yang bersamaan.
Aku menengok ke arah gerbang sekolah untuk melihat Lingga sekali lagi yang ternyata juga sudah ingin beranjak pergi.
085726xxxxxx
Maaf tadi sempet ngebentak.
Saya bantuin tadi ikhlas kok.
LinggaSial! Aku lupa jika dia malah lebih tau tentangku daripada diriku sendiri.
Ah, atau aku yang salah?
Berpikir semua hal yang ada pada dirinya selalu kuketahui padahal kenyataannya iti hanya secuil kehidupannya?*****
Tbc
Sini-sini kaum gagal move on merapat dulu kuy
Emang kalo doi udah nggak bareng lagi kadar romantisnya tambah ya?😣
Jadi sebel nggak ada yang gituin☺
@malebillu
KAMU SEDANG MEMBACA
Alingga
Teen FictionTentang rasa yang masih saling terikat, tetapi terhalang ego yang selalu berhasil menorehkan jarak.