Sebenarnya entah ide darimana memprivat pasar malam ini didapat oleh teman-temanku. Tapi patut kuacungi jempol niat mereka untuk membuatku kembali tertawa.
Kalian tidak perlu heran bagaimana bisa mereka melakukannya, karena jujur saja rata-rata temanku memang berasal dari keluarga berada, ditambah lagi di sini ada Lingga beserta antek-anteknya yang koneksinya sudah tidak diragukan lagi. Jadi dengan satu kedipan mata semua masalah akan beres.Yah, meskipun akhirnya aku ditinggal sendirian karena Vanya malah pergi dengan Gandhi yang notabenya adalah pacarnya, Reta yang mencari kesempatan dengan mas crushnya, sedangkan Milly jangan ditanya lagi, tentu saja dia sudah kabur duluan bersama dua budak setianya, Jordhi dan Wisnu.
"Mau taruhan nggak sama gue?"
Aku menoleh dan mendapati sesosok pemuda dengan tinggi menjulang yang sedang berdiri di sebelahku dengan badan yang sedikit dibungkukkan ke arahku
Aku menaikkan sebelah alisku mendengar ucapannya barusan, "taruhan apa?"
"kalo gue berhasil dapetin boneka itu, lo harus kabulin satu permintaan gue. Tapi, kalo gue nggak berhasil lo boleh minta satu permintaan sama gue. Deal?"
"Oke deal." Ucapku membalas uluran tangannya.
Setelah itu aku dan Lingga mendekati salah satu stand permainan yang cara memainkannya dengan memasukkan bola basket ke ring sebanyak tiga kali
Percobaan pertama. Berhasil
Percobaan kedua. Berhasil
Percobaan ketiga. Berhasil
"Yes!" Lingga berucap seraya mengepalkan kedua tangannya di depan dada
Ah, sepertinya aku salah meragukan kemampuannya mengingat dia sebenarnya pernah ditawari untuk menjadi kapten basket sekolah walaupun akhirnya ditolak karena tidak mau memperpanjang masalah dengan musuhnya yang juga mengincar posisi itu.
"Mau minta apa dari gue?" Aku berucap setelah dia kembali sehabis membeli jagung bakar.
"Belum kepikiran sih. Nanti gue bilang kalo udah tau."
Setelah itu kami hanya saling diam karena bingung harus berbicara apa
"Kenapa tiba-tiba jadi baik sama gue?" Ucapku tiba-tiba.
"Ya emang gue kapan jahat sama lo?" Balasnya tak mau kalah. Dasar!
"Ya kan–"
"Gue tipe orang yang suka langsung bertindak, Shen."
"Lo sedeket apa sama Anggi, Ngga?"
Setelah berucap seperti itu aku langsung memukul mulutku sendiri apalagi setelah melihat raut wajah Lingga yang juga cukup terkejut dengan pertanyaan yang ku lontarkan barusan."Yang jelas nggak sedeket kita."
"Hah?"
"Kan sekarang dia lagi dirumahnya dan lo di sebelah gue. Jadi nggak sedeket ini." Lingga berucap sembari mengukur jarak duduk kami yang hanya sejengkal.
"Maaf Shen. Tapi kan gue pernah bilang jangan pertahanin sesuatu yang cuma bakal nyakitin lo."
Entah kenapa aku mendadak marah dengan kalimat yang baru dia katakan. "Sorry juga, Ngga. Gue juga cuma pengen perjuangin hal yang menurut gue bener. Mau lo bales perasaan gue atau nggak itu udah jadi konsekuensi yang harus gue hadepin."
**Alingga**
"Nih pesenan lo pada." Milly meletakkan nampan berisi makanan pesanan kami tadi. Tidak usah bertanya dimana keberadaan Vanya di tengah keriuhan kantin ini. Karena jawabannya pasti dia telah pergi bersama pacar bucinnya itu."Woi semuanya! Dengerin nih temen gue mau ngungkapin perasaannya sama seorang cewek!"
Aku spontan melihat ke arah Devan yang tadi berteriak itu lalu di susul Dewa yang dengan percaya dirinya berdiri dan menghampiri seorang gadis yang sejak tadi terlihat menunduk kentara sekali sedang gugup.
"Zoe? mau nggak jadi pacar aku?"
Suasana kantin mendadak hening bersamaan cengkraman Reta padaku mengerat setelah Dewa mengucapkan kalimat tadi.
Memang sudah menjadi rahasia umum jika seorang sahabatku ini, Mareta Zivanka Tanuwijaya sudah lama suka pada seorang Sadewa Junario.
Aku tidak tahu apa yang terjadi karena yang kulihat adalah Zoe yang menarik tangan Dewa untuk keluar dari kantin.
"Diterima?" Milly berbisik padaku dan Reta
Kukira Reta akan sedih, tapi yang kulihat dia malah mengembangkan senyum liciknya, "Enggak bakal diterima."
"Pasti udah lo ancem ?" Kataku to the point.
"Well, lo lupa gue siapa?"
Tentu saja aku tidak terkejut mendengarnya karena Zoe bukan gadis pertama yang diancam Reta jika berani menerima Dewa.
"Terserah ya. Inget aja karma," ucapku santai.
"Karmanya ntar kan Dewanya jadi pacar gue."
Aku mendengus mendengar jawaban Reta yang memang sudah akut tingkat obsesinya pada cowok penggila ninja hatori itu.
Aku melihat ke arah pojokan tempat Dewa tadi duduk dan sayangnya mataku malah langsung bersitatap dengan mata tajam milik Lingga yang sejak tadi ternyata sepertinya memperhatikanku. Kami bertatapan cukup lama sampai kemudian dia mengalihkan tatapannya karena dipanggil oleh salah satu temannya dan setelah itu kulihat dia beranjak pergi dari kantin mengikuti orang yang menghampirinya tadi.
"Shen, sadar!" Milly tiba-tiba mencipratkan sedikit air mineral ke wajahku yang membuatku kesal sendiri.
"Apaan sih lo. Gila ya?!"
"Lo tuh yang gila senyum-senyum sendiri."
"Paling habis lihat si mas geng itu mah." Ujar Mareta santai dengan menekankan kata mas geng yang tentu saja tujuannya untuk menyindirku.
"Beneran pengen gue 'hih' lo berdua."
Ucapku yang malah dihadiahi tawa lebar dari mereka berdua*****
Tbc
Pernah nggak sih kalian mutusin buat berhenti suka sama seseorang tapi akhirnya cuma tetep stay di tempat gitu aja.
Mikirnya tuh cuma saya suka sama kamu tapi terserah dari kamu sendiri gimana. Mau bales?cuekin? Apa malah sama cewek lain? Intinya kalo lihat dia masih hidup tuh yaudah ikut seneng aja gitu.
Udah mau cerita itu aja sih.
See you di part selanjutnya ya heheWith love,
malebillu
KAMU SEDANG MEMBACA
Alingga
Teen FictionTentang rasa yang masih saling terikat, tetapi terhalang ego yang selalu berhasil menorehkan jarak.