Mengenai pertemuan dan perpisahan takdir. Cinta yang tidak tahu harus diperjuangkan atau diakhiri Si Empu-nya rasa. Jika saja Sang Cinta ini dimiliki sepasang insan manusia, maka mudah bagi mereka saling berpegang untuk bertahan. Tapi sayang, Cinta...
Malam ini jalanan Busan dipenuhi dengan genangan air akibat hujan lebat siang hingga sore tadi. Yaaa, memang sedang musing hujan sekarang ini. Tak ada bunga sakura yang bermekaran atau terbawa angin musim semi, pun juga tidak dengan hangatnya mentari pagi musim panas, apalagi kuning keemasan dedaunan pohon musim gugur yang sejauh mata memandang seperti melihat segerombolan coklat lezat siap tangkap. Tidak. Busan sedang sedih akhir-akhir ini. Entah, yang ada cuma Air, Basah dan Dingin.
"Sial!" Umpat pemilik netra hijau terang itu.
"....badanku basah semua. Ditambah dengan penampilanku yang... Shit! Seharusnya aku tidak melihatnya tadi, hingga aku kelepasan seperti ini. Pria sialan!" Lanjutnya.
Mengomel sambil menyusuri lorong jalan remang seorang diri. Badannya menggigil, diguyur hujan cukup lama sepertinya. Tampak dari tetesan air yang jatuh dari tubuhnya. Dia bodoh atau apa? Hujan selebat itu tidak berteduh.
" Demi apapun aku benci bau ini! " dengusnya kesal
"... Dan dengan kondisiku sekarang ini, aku berani taruhan tak ada toko yang mau menjual makanannya padaku."
Pemilik netra hijau itu berhenti di bawah lampu neon jalan, sambil menenangkan cacing diperutnya yang meneriakan pemenuhan.
"Sial sial sial dan sialnya lagi aku lupa cara merubah..."
-Byuuurrr-
Belum selesai mengoceh tiba-tiba guyuran air yang lumayan banyak mengenai tubuhnya. Mobil sedan merah melaju kencang melewati genangan itu. Apakah karena terlalu fokus dengan rasa lapar diperutnya atau matanya minus, ia berdiri tepat didepan genangan air yang cukup lebar. Saking lebarnya mungkin bisa untuk berenang. Bertolak belakang dengan warna matanya, hari ini benar-benar gelap untuknya. Unlucky day, sungguh malang.
"Brengsek! Lengkap sudah penderitaanku" batin sang pemilik netra hijau terang itu. Nyatanya sedari tadi ia hanya mengumpat dalam hati.
*****
Uap panas mengepul keluar dari bibir pemuda itu, meniup-niup hotdog ukuran besar yang ia genggam. Berjalan sendiri ditengah malam yang cukup larut. Saat ini pukul 10 malam.
Pemuda berkaos putih polos berpotongan lengan pendek diatas siku dengan stelan jeans robek bagian lutut, ditambah noda-noda hitam memenuhi hampir semua kaos dan jeansnya. Sambil membenarkan kemeja kotak yang ia sampirkan di pundak kanan, ia melahap satu gigitan besar hotdognya sampai hampir tinggal setengah. Sudah puasa bertahun-tahun atau bagaimana? Apa memang, laki-laki makannya seperti itu? Tapi tunggu wajah itu, dan.. Bentuk pipi yang menggembung ditambah bibir tebal khas anak bebek yang sedikit manyun akibat terlalu penuh dengan hotdog hasil gigitanya. Pemuda itu, Imut sekali.
Kulit wajah yang pucat akibat hawa dingin sekitar, rambut setengah basah yang hampir menutupi mata sipitnya, noda hitam dipipi kiri dan dagu, tidak mengurangi kesan manly dan matang dari pemuda itu. Dari penampilannya saja sudah bisa ditebak. BUJANGAN. Bisa dipastikan itu. Oooyaaa satu lagi, bau yang selalu ia bawa menuju rumah tak terkecuali malam ini. Bau... Semacam... Entahlah, seperti mesin dan oli. Hal-hal semacam itu. Bau Bengkel lebih tepatnya.
"Sayang sekali hujannya berhenti. Padahal aku menikmati tadi" jeda pemuda itu sambil mengunyah.
"...walaupun baunya samar tapi aku suka". Masih dengan mulut penuh ia bergumam, tersenyum tipis. Senyum karena hujannya, atau hotdognya atau... Sesuatu yang ia lihat saat ini.