Part 5. Farewell

137 86 209
                                    

Incheon International Airport
03.20 PM

Suara roda khas koper besar yang bersapaan dengan lantai, orang berlalu lalang kesana kemari dari tua, muda, pria, wanita, anak. Mereka yang tertawa bercanda, menangisi perpisahan dan berteriak karena kedatangan.

Ada yang sedang berjalan santai sambil menenteng tas kulit ular, pria paruh baya perlente khas CEO terlihat bertegur sapa lewat ponsel, wanita muda yang mengobrak-abrik tasnya mencari sesuatu, balita yang terjatuh karena mengambil bola, high heels milik wanita seksi bergaun merah yang terantuk keramik, hingga pasangan muda, suami-istri dan putrinya. Sang ayah sedang memangku putri kecilnya, mengusap rambut kuncir kuda si kecil yang basah karena hujan. Sungguh, setiap mata yang memandang pasti iri dengan keharmonisan yang mereka pertontonkan. Sayang, kadang kehidupan tak seperti anggapan orang.

"Ya Tuhan, sweatermu jadi basah begitu Jim! Sini! Berbalik lah. Akanku keringkan punggungmu." Diraba sekantong tisu bersih dalam tasnya, kemudian menyeka dengan seksama punggung pria yang dengan susah payah mengantarnya ke bandara sore ini.

"Apa kuncirku rusak Ayah?" Gadis kecil berambut ikal meronta turun dari pangkuan, sekedar untuk berkaca pada bayanganya dipembatas meja resepsionist.

"Ahh.. Untung bunnyku masih utuh". Teriak dan tawa bahagianya terdengar, syarat akan rasa syukur bahwa kelinci putih itu masih menempel pada bando dikepalanya.

"Kau masih cantik sayang, kemarilah!"

Gadis kecil itu berlari menghampiri pria yang memanggilnya sambil memperlihatkan dua gigi depannya yang hitam karena coklat dan permen nakal.

"Apa princess Ayah dingin? Ayah bisa jadi tungku api untuk menghangatkan Eunhyee gemuk ini".

"Tidak Ayah tampanku, aku anak yang kuat. Tadi saat perpisahan di sekolah saja aku berhasil mengangkat lima bangku. Walaupun satu bangkunya dibantu Yoonjin". Pamernya bangga sambil memajukan lima jari tangan kanannya kedepan wajah Jimin.

"Wah... Benarkah? Anak ayah sudah dewasa ya".

"Tentu. Aku ingin cepat besar, supaya bibirku bisa merah cantik seperti eomma". Tangan mungil Eunhyee menepuk-nepuk bibirnya sendiri.

"Tidak, tidak. Appa tidak suka. Anak Appa cantik seperti ini saja. Jangan terlalu pakai yang aneh-aneh. Nanti bibirmu sariawan".

"Sar... Sar... Saryi...au-wan? Apa itu?".

Bersin dari wanita yang sedari tadi sibuk mengeringkan Jimin dan dirinya sendiri membuat Jimin menoleh tak jadi menjawab keingintahuan gadis itu.

"Oh.. Eomma! Eomma sakit? Eomma dingin? Sini, Eunhyee jadi tungku api yang hangat untuk eomma. Appa bantu aku, bantu. Cepat!"

Sementara Eunhyee sibuk merentangkan tangannya lebar-lebar melingkupi badan eomma-nya, kedua insan dewasa itu cuma saling menatap kaku. Ada apa sebenarnya dengan pasangan ini?

"Ah... Tidak sayang. Eomma sama sekali tidak kedinginan. Eomma hanya, ituu...emm ini, Kau! Kau bau sekali sampai membuatku bersin". Bantah wanita itu sambil memukul pundak Jimin.

"Sayang, eomma ke kamar mandi sebentar ya. Tunggu disini, hmm. Jangan merepotkan!".

Ketika wanita tadi akan berbelok ke kanan arah toilet, seruan Jimin membuat badannya kembali menoleh dan merona.

"Seorin-ssi, toiletnya belok ke kiri. Kasian nanti kalo ia harus menyusulmu ke kanan".

*****

"Hahaha tentu saja, kalau aku jadi Leekwan aku akan pilih Seulgi saja. Apa yang kurang darinya?"

"Tidak. Kalau aku tetap memilih calon istrinya yang ini. Dia baik".

PETRICHORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang