Part 2. Fur

375 156 106
                                    

Dibawah bangunan toko satu lantai, teras toko lebih tepatnya. Pemuda itu sekarang berjongkok bertumpu pada kaki kanan, memakan setengah sisa hotodognya tadi. Walaupun hanya tinggal roti dan sayuran.

Setelah matanya menangkap sesuatu didepan toko tadi, ia dengan langkah setengah berlari menghampiri hal yang menarik perhatiannya.

"Yaa.. Makanlah yang banyak. Hmmm. Pelan-pelan, Jangan sampai tersedak."

Mata pemuda itu tertuju pada sesuatu didepannya.

"Kupikir hanya aku yang lapar, ternyata kau juga ya."

"Maaf sosisnya sudah kumakan separuh, salahmu sendiri berteduh disini. Lain kali kalo hujan turun, sana berteduhlah disana! Di toko roti perempatan depan. Disebelah kiri. Ada toko Roti enak disana. Disampingnya...Ah bukan dua rumah setelahnya ada kedai makan yang punya jajangmyeon terenak sepanjang masa. Siapa tau disana kau dapat makan geratis. Hahaha ". Tutur pemuda itu panjang lebar disertai cekikikan gemasnya, walaupun tak ada sahutan. Tengah malam nanti pemuda itu sudah pasti lapar lagi karena tambahan protein dalam hotdong tak jadi masuk perut.

"Lagipula untuk apa kau berteduh di depan toko baju ini. Tak ada sosis disini. Kau lihat? Cuma ada baju-baju... Mahal yang aku sendiri bingung cara pakainya bagaimana". Sambung pemuda itu sambil melihat lebih detil kaca jendela bertuliskan "Martin Design" didepannya dengan beberapa setelan jas dan gaun yang terpajang rapi dietalase depan toko. Walaupun lampu dalam toko mati tapi pemuda itu masih bisa melihat bagian dalam toko karena lampu teras yang menyala.

"Baju mahal seperti itu dibiarkan terpajang begitu saja walaupun toko tutup? Orang-orang kaya itu memang tak perduli tentang pencurian atau uang mereka sudah seperti gunung?" Cibir pemuda itu kembali memandang yang memang menjadi fokusnya sejak awal.

"Wah... Sudah habis sosismu? Kenyang tidak? Tapi maaf, kenyang tidak kenyang tahan saja huh! Besok pagi carilah rumah atau apartement yang bagus. Siapa tau orang kaya bisa memberimu makan yang enak. Daging wagyu misalnya".

"Meong..."

Akhirnya ada sahutan, antara manusia dan kucing itu. Setidaknya pemuda itu tidak seperti cenayang yang bicara sendiri dengan roh penunggu toko malam-malam begini.

"Meong... Meong. " sahut kucing berbulu coklat tebal itu lagi. Kucing itu menjilati bulunya yang lengket, dan kotor, basah kuyup kehujanan.

"Bagaimana bisa kau sebasah ini puss? Kau itu kehujanan atau habis berenang?" Sekarang senyum lebar yang muncul dari bibir tebal pemuda itu. Sungguh, bulan sabit itu punya anak atau seperti apa hingga mata pemuda ini terasa lebih indah saat ia tersenyum lebar begitu.

Menoleh sekeliling, pemuda itu dengan cepat membuka kaos putih yang ia kenakan. Menampakan bagian tubuh atasnya yang... Bersih. Kontras dengan lengan, tangan dan wajahnya yang penuh coret hitam. Untuk bagian perutnya, sayang tak begitu tampak karena tertutup paha kaki kiri dan tangan kirinya yang ia simpan didepan perut.

Diletakkan kaos itu dilantai teras toko. Dilipat senyaman dan serapi mungkin sekedar untuk menghangatkan si kucing. Aaww manis sekali bukan.

"Sini, yaa disini! Untung kaosku tidak terlalu mahal puss. Jadi pakailah malam ini untuk jadi kasur." Pinta pemuda itu sambil menggendong kucing tadi menempati kaos yang sudah ia siapkan.

"Kenapa kau terus melihatku seperti itu? Jangan berpikiran mesum hanya karena aku setengah telanjang didepanmu ya puss. AKU.BUKAN.PRIA.MURAHAN!"

Penuh dengan penekanan diakhir kalimat, ditambah dengan kedua tangan yang disilangkan didepan dada layaknya wanita yang sedang mawas diri terhadap pria hidung belang. Pemuda sinting! Itu hanya kucing.

PETRICHORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang