Sudah dua hari Park Jimin disini. Terlelap tidur diranjang kamar bengkel. Dua hari pula Park Jimin enggan pulang. Selepas kembali dari rumah sang Nenek, Jimin memilih tidur dibengkel. Dadanya serasa sesak mengingat rumah itu dan segala kenangannya. Jual saja Jim rumah itu, aku ada kenalan yang sedang cari rumah. Tawaran Huikyung kemarin sore saat mereka berkemas menutup bengkel. Sampai kapanpun aku tidak akan menjual rumah itu!. Jawaban yakin Jimin membuat Huikyung mengurungkan tawarannya pada teman sekaligus bosnya. Huikyung dan yang lain hanya tak tega melihat Jimin mereka tak seperti biasa. Murung. Sedikit bicara. Makanpun tak banyak. Mau sampai kapan?"Sudah semalaman. Kapan hujannya akah reda?"
"Apa hari ini buka agak siangan saja? Atau libur saja?"
Sluurrp...
Menikmati ramyeon hangat saat hujan memang tepat. Jimin yang sudah bersih karena mandi kini duduk diatas sofa sambil menikmati berita cuaca televisi. Mengenakan hodie hitam dan celana pendek sebatas lutut. Jimin yang menahan panas dan pedas ramyeon tampak menggemaskan, dengan hidung, pipi dan mulut yang memerah.Saat akan kedapur mengambil segelas air, telinga Jimin mendengar sesuatu.
"Suara itu? Dari mana?"
Menajamkan pendengaran, Jimin segera berlari ke arah bengkel. Mebuka bengkel. Tepat. Setelah terbuka, Jimin langsung disambut sipemilik suara.
"Meong..."
"Ohh! Kau? Kau lagi?"
Jimin kaget, suara eongan tadi berasal dari kucing coklat yang ia temui tempo hari.
"Kau tersesat lagi atau bagaimana huh?" Sambil berjongkok Jimin mengamati kucing tadi, bulunya basah terkena cipratan air hujan.
"Mana pemilikmu?" Menengok jalan disekitar bengkel. Sepi. Hanya ada rumah-rumah yang lampunya masih menyala. Tentu saja, cuaca mendung ditambah hujan turun membuat orang-orang enggan bangun walaupun jam sudah menunjukan pukul enam.
Kucing tadi berjalan kekanan dan kiri, terlihat manja menempelkan bulunya pada kaki Jimin.
"Hey, hey -- Aku sudah mandi." Tak mau mandinya sia-sia Jimin berdiri dan bergerak mundur kedalam bengkel. Tanpa sopan santun si kucing ikut masuk ke dalam, terus mengeong sambil menjilati bulunya.
"Sekarang apa lagi? Kalau kau minta makan, aku tidak punya." Jimin menutup kembali bengkel. Berjalan masuk mengambil kain putih, Jimin mambalut si kucing. Mengeringkannya dari air hujan.
"Kenapa kau bisa sampai kemari? Apa kau menguntitku?"
"Meong..."
"Sekarang sudah lumayan. Hey puss, apakah kau akan menjawab jika kutanya dimana rumahmu? Katakan. Akan kuantar."
"Meong..."
"Ucapkan kata lain, jangam cuma Meong."
"Meong... Meong"
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR
RomantikMengenai pertemuan dan perpisahan takdir. Cinta yang tidak tahu harus diperjuangkan atau diakhiri Si Empu-nya rasa. Jika saja Sang Cinta ini dimiliki sepasang insan manusia, maka mudah bagi mereka saling berpegang untuk bertahan. Tapi sayang, Cinta...