Seminggu sudah berlalu dan hari yang ditunggu-tunggu Jimin akhirnya tiba. Hari ini adalah hari dimana teman-teman satu kelasnya mengadakan study wisata. Tentu saja Jimin ikut di dalamnya mengingat bahwa ia juga sudah melunasi biayanya. Jimin sungguh senang, walaupun bisa dipastikan nantinya seluruh teman-temannya akan semakin leluasa untuk mengerjai dirinya.
Sudah seminggu pula kejadian dimana Taehyung yang datang menolongnya. Ia pernah menemui Taehyung secara pribadi di atap gedung sekolah. Kala itu, ia mencari-cari Taehyung dan tak sengaja menemukannya di atap gedung sekolah. Jimin sedikit sungkan waktu itu. Dia tak berani menemui Taehyung yang waktu itu sedang duduk dan memejamkan mata. Ia merasa mengganggu dan akan berbalik kalau saja ia tak mendengar suara berat Taehyung memanggil namanya. Menyuruhnya untuk bicara hingga Jimin gugup sendiri. Dan setelah itu hubungan mereka seperti sedia kala. Mereka tak lagi berbicara bahkan menyapa. Jimin tak ambil pusing dengan hal itu. Baginya, Taehyung yang sudah mau berbicara kepadanya di atap gedung waktu itu sudah cukup. Walaupun Taehyung hanya menanggapinya dengan anggukan kepala atas ucapan terima kasihnya.
"Pendek, cepatlah! Kau seperti siput! Sudah jelek, lambat pula!" ujar Irene sembari menghentakkan kakinya kesal.
Jimin semakin mempercepat langkahnya menuju Irene. Ia membawa empat tas besar hingga membuatnya kesusahan untuk berjalan. Itu tas Irene dan kedua kawannya. Dan satu tas lagi miliknya.
"Maafkan aku, noona!" ujar Jimin terengah. Ia segera memasukkan tas-tas tersebut ke dalam bagasi bus. Berdampingan dengan tas-tas lain milik teman-teman sekelasnya.
"Ck, lemah!"
Dihembuskannya nafasnya lelah ketika decakan kesal itu menyapa telinganya. Ia memilih menunduk kemudian memasuki bus.
Diedarkannya pandangannya ke sekitar untuk mencari tempat duduk. Tetapi nihil. Tempat duduk di dalam bus itu sudah penuh berisi seluruh siswa kelasnya. Kecuali sebuah tempat duduk yang sudah berisi tas besar milik siswa lain. Jimin memberanikan diri untuk menghampiri bangku tersebut.
"P-permisi, b-bolehkah ak-aku duduk sini?" tanya Jimin.
"Kau buta atau apa?! Tempat ini sudah penuh! Dan aku tak sudi berbagi denganmu!" jawab lelaki yang duduk di bangku tersebut bersama tas besarnya. Membuat Jimin tersentak kaget mendengar suara lelaki itu yang terdengar keras.
"T-tapi... " Jimin tak melanjutkan ucapannya setelah sadar bahwa perbuatannya itu sia-sia. Ia berjalan menjauh kemudian memilih berdiri berpegangan pada bangku milik siswa lain.
"Jangan sentuh-sentuh! Tanganmu kotor dan penuh kuman. Pergi!"
Bentakan dari perempuan itu membuat Jimin segera menarik tangannya kembali. Ia berusaha untuk tidak terjatuh mengingat bus itu sudah bergerak. Dirinya terhuyung-huyung berusaha menyeimbangkan diri. Dan ketika tangannya tidak sengaja berpegangan pada bangku, bentakan dan pukulan pada tangannya harus ia terima.
"Ingin melakukan sesuatu?" tanya Irene kepada Wendy. Mereka berdua duduk sebangku. Kedua mata Irene melihat ke arah Jimin yang sedang berusaha untuk tidak berpegangan.
"Sedikit hiburan mungkin akan seru," seringaian Wendy membuat Irene memekik gembira.
"Biar aku yang melakukannya," ujar Irene sembari berdiri. Wanita itu berjalan ke arah Jimin yang sedang sibuk sendiri itu.
"Minggir! Aku ingin ke toilet!"
Jimin berusaha untuk menggeser tubuhnya. Ia menggigit bibir bawahnya ketika sepatu milik Irene menginjak kakinya dengan kuat. Dan ketika Irene sudah melewatinya, ia menghembuskan nafas lega dan bersyukur karena dirinya tidak terjatuh.
Sret
Bruk
Byur!
Gelak tawa di dalam bus itu terdengar. Banyak dari mereka yang tertawa terbahak-bahak bahkan hingga menangis.