"Temukan dirinya! Itu sudah tugasmu. Jangan sampai kau terlambat untuk menemukannya,"
Sosok itu menghela napas lelah begitu mendengar orang yang lebih tua berbicara kepadanya
"Aku lelah, Ayah. Sudah berkali-kali mencarinya tapi tetap tidak ketemu!" ujarnya.
"Jangan menyerah anakku! Hanya dia yang bisa membebaskannya,"
"Lalu apa ayah juga sudah menemukannya?"
Kediaman yang lebih tua membuat sosok itu menyeringai.
"Aku pergi!" ujarnya lalu pergi menghilang.
***
"PARKJIMIN!!!"
Yang dipanggil segera turun dari loteng, tempat dirinya tidur. Berlari menuju seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri dengan dagu didongakkan, angkuh.
"I-iya, eomma," seorang anak laki-laki bersurai hitam legam berbadan mungil berdiri di depannya, kepalanya menunduk. Dirinya baru saja lari dari loteng. Sekarang, kesalahan apa lagi yang dilakukannya.
"Ck, berulang kali ku bilang, aku bukan eommamu! Panggil aku Nyonya!"
"I...iya, Nyonya,"
"Hhhh, sekarang APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN ANAKKU?" menghela nafas, si 'nyonya' kembali berteriak kemudian menunjukkan seorang anak perempuan yang terlihat lebih tua dari parkjimin. Terlihat, tangannya terdapat bekas goresan benda tajam.
"A-aku t-tidak melakukan apapun. D-dia sendiri yang..."
"CK! JANGAN MENYALAHKAN ANAKKU PARK! KAU MEMANG PEMBAWA SIAL PARKJIMIN!"
"T-tapi eom..."
"NYONYA! AKU BUKAN EOMMAMU!" Ny. Bae kembali berteriak marah mendorong Parkjimin hingga terjatuh dan kepalanya membentur meja dapur dengan keras.
"T-tapi Nyonya, Irene Noona yang m-menggangguku, a-aku...."
"CUKUP PARKJIMIN! AKU TAK MAU MENDENGAR ALASANMU LAGI! KAU DIHUKUM! KAU TIDAK AKAN MENDAPATKAN JATAH MAKANMU SELAMA DUA HARI!"
"T-tapi..."
"TAK ADA BANTAHAN PARKJIMIN"
Ny. Bae bergegas pergi meninggalkan Jimin yang duduk di lantai dapur yang sedang menangis serta seorang anak perempuan yang memandang remeh Jimin, Irene.
"Kau tak akan pernah hidup tenang, Park," Irene bergegas pergi setelah sebelumnya mendorong Jimin lagi.
***
"Hiks...hiks...eomma~... Jimin...hiks rindu eomma~ Jimin juga rindu appa...hiks...Eomma~....hiks...Eomma Bae jahat~ hiks.... Irene...hiks.... noona juga...hiks...jahat~...hiks...eomma~" Jimin terisak, meringkuk di pojok tempat tidurnya. Jimin memeluk kedua kakinya kemudian menenggelamkan wajahnya ke lutut, menangis terisak dengan sesekali memanggil eommanya yang sudah tiada.
Gruuuuk
"hiks...lapar~"isakan Jimin terhenti. Jimin berdiri mengelus perut kecilnya yang berbunyi keras. Dia sudah tidak makan dari kemarin dan sekarang hukumannya ditambah dua hari.
Jimin berjalan menuju ke jendela lotengnya, membukanya kemudian mengamati langit malam. Netra sehijau zamrud miliknya memandangi bulan yang kini purnama dan bintang bintang yang bertebaran mengelilingi cakrawala.
"Eomma~ Jimin rindu. Jimin ingin seperti dulu lagi," ucapnya.
Jimin termenung. Membayangkan kehidupannya lima tahun lalu sebelum ibunya meninggal kemudian ayahnya menikah lagi dengan janda anak satu. Setelah beberapa bulan menikah, ayahnya mulai sakit-sakitan kemudian meninggal. Meninggalkan Jimin dengan ibu dan kakak tirinya yang kini memperlakukan Jimin seperti pembantu.