Si mungil Park itu meneguk ludahnya kasar. Ia terlalu takut. Dengan tangannya yang bergetar, diraihnya buku itu.
Ia membalik buku itu. Memulainya dari halaman paling awal untuk ia baca. Alis Jimin berkedut heran. Bibirnya melengkung ke bawah. Netranya berkaca hendak menangis.
"Aku ... tidak tahu," ujarnya putus asa. Ia membuka-buka buku itu sedikit kesal. Tulisan-tulisan di dalamnya tidak dapat ia ketahui. Di balikkannya halaman buku itu dengan kasar, hingga netra zamrudnya menangkap sebuah gambar yang menurutnya menarik.
"Siapa ini? Kenapa ... tampan sekali?" Semu kemerahan menjalar di pipinya, seakan hal yang dikatakannya tadi terdengar oleh sosok yang ada pada gambar tersebut.
Sosok di dalam gambar tersebut sangat tampan. Rambutnya putih perak dengan sulur kuning keemasan di sebelah sisi kirinya. Matanya biru sapphire membuat sosok itu semakin menawan. Jimin hampir memekik ketika disadarinya gambar lelaki tersebut memiliki sepasang sayap yang indah.
"Apakah dia malaikat?" Jimin tampak malu-malu. Entah apa yang dirasakan Jimin sekarang.
"Eh, ada namanya?" gumam Jimin pada diri sendiri.
"Siapa ini?" Jimin mendekatkan buku itu ke wajahnya. Ia kembali mengernyitkan alisnya ketika membaca tulisan itu.
"Lord..." Ia meneguk ludahnya kasar.
" D. Yoongi Allendra Davion curat Alexis de Min," Jimin menghembuskan napas lelah. "Mengapa namanya panjang sekali?"
Boom!
Si mungil Park menggeser tubuhnya menjauh. Buku itu tiba-tiba diselimuti asap putih membuatnya melempar buku tersebut ke sudut ruangan. Ia semakin menyeret tubuhnya menjauh kala sosok besar perlahan keluar dari buku tersebut, menatapnya dengan dingin, kosong tanpa perasaan.
"Hello, Queen," sapanya disertai seringaian mematikan miliknya.
***
'D. Yoongi...'
Angin berhembus kencang. Gemuruh petir bersahut-sahutan di udara. Alam seakan mengamuk malam itu. Awan di langit berputar-putar. Dunia seakan kiamat.
Binatang-binatang melarikan diri. Bersembunyi di rumah nya masing-masing.
'... Allendra...'
Mereka berlari berusaha menyelamatkan diri. Sebagian berada di hunian mereka. Adapula yang bersembunyi di bawah pohon oak, di antara batu-batu, bahkan di dalam goa sekalipun.
Di kerajaan mereka, banyak raut khawatir dan juga takut. Lampu-lampu pecah, bangunan kerajaan hampir runtuh karena gempa berkekuatan besar melanda.
"Ada apa ini?" seorang lelaki di ruangan itu bertanya kepada yang lain. Raut cemas kentara sekali di wajahnya. Seorang wanita di singgasananya tampak menggigiti kukunya cemas, membuat lelaki tadi memandangnya bertanya.
"Ak-aku tidak tahu, sesuatu telah terjadi. Dan ini di luar kendali kita!" ujarnya mengetahui raut bertanya dari si lelaki.
'... Davion...'
Keadaan semakin tak terkendali. Badai semakin berhembus kencang, memporak-porandakan semua yang di lewatinya. Bangunan-bangunan banyak yang runtuh.
"Bagaimana ini?" tanya si wanita cemas. Mahkota di kepalanya tampak berkilauan. Ia berjalan kesana-kemari, perasaannya tidak tenang tapi ia tak mengetahui karena apa. Kemampuan yang dimilikinya tak mampu untuk membuat hatinya sedikit tenang. Ia merasa sedikit takut dan khawatir. Bukan. Bukan karena badai yang sedang berlangsung tetapi karena sesuatu yang akan datang dan mungkin akan membahayakan apa yang ia usahakan selama ini.