Bulan purnama masih bersinar apik di atas sana. Langit malam itu begitu indah beserta pasukan bintang. Yoongi masih melesat terbang dengan kecepatan tinggi. Tiga pasang sayapnya mengepak begitu kokoh membuat apa yang ada di sekitarnya terhempas kuat. Ia kemudian melesat turun, bertengger apik di puncak katedral tua. Katedral tua yang sebelumnya di kunjungi oleh Jimin dan teman-temannya.
Pemuda berkulit pucat itu merayap turun, kemudian memasuki gereja masih dengan sayap dan jubah kebesarannya. Sepi. Gelap. Hanya beberapa lilin yang di pasang di antara dinding-dinding gereja. Suara langkah kakinya yang dibalut sepatu putih itu bergema ke seluruh ruangan. Yoongi berjalan perlahan menuju sebuah lukisan tua di sisi rak yang berisi buku-buku. Ia menatapnya datar, tak lupa dengan seringaian yang terbentuk di bibirnya.
"Extra Dominus caelum et universum. Reversus veni, O fidelis et pergens ad te. Quia rex sum princeps vester. Et ipsum iussi revelare. Et veni!"
Asap keluar dari lukisan tersebut. Perlahan tapi pasti, asap itu menghilang dan tampaklah seorang lelaki tampan yang kini berlutut di hadapan seorang Min Yoongi.
"It's my pleasure to back to you, My Lord,"
Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari belah bibir Min Yoongi. Ia masih mengamati lelaki di depannya yang masih berlutut dan menundukkan kepalanya. Seakan jika ia melihat Yoongi, maka itu adalah sebuah kesalahan terbesar baginya.
Lelaki itu memiliki dua pasang sayap kokoh, tampak kuat dan tangguh. Surai ungunya melambai-lambai dengan sulur keperakan di sisi kirinya. Jangan lupakan perawakan tegap dan kekarnya. Ia juga memiliki mata setajam belati dengan warna emas kecoklatan.
"Bangunlah! Ratuku tak akan suka hal itu," ujar Yoongi datar membuat lelaki itu bangun.
Raut bingung dari sosok lelaki itu membuat Yoongi menyeringai. Lelaki pucat itu tahu apa yang ada di pikiran pengawal setianya itu. Tetapi ia tak akan membahasnya sekarang. Ada waktunya sang pengawal akan tahu siapa 'ratu' yang sebenarnya. Dan itu bukan sekarang.
"Sudah saatnya kita kembali, Jackson!"
Asap hitam itu menyelubungi Yoongi, membuat sang pengawal Jack sedikit memundurkan langkahnya. Ia bingung, apa yang telah terjadi kepada tuannya hingga sang tuan tampak begitu berbeda. Terlihat lebih mengerikan daripada sebelum mereka terkurung di sini.
Entahlah, ada yang berubah dari tuannya.
***
Kedua lelaki itu terbang dengan kecepatan tinggi. Mereka melesat membelah udara, hendak merasakan kebebasan yang memang ingin mereka rasakan.
Keduanya turun dengan kecepatan yang semakin tinggi, kemudian mendarat apik di sebuah halaman luas dengan keramik putih sebagai lantainya. Yoongi menatap datar bangunan megah di depannya. Tiga pasang sayapnya perlahan menghilang begitu juga sayap milik Jackson. Yoongi berjalan dengan santai memasuki istana tersebut diikuti Jackson di belakangnya.
"Panggil kembaranmu, Jack!" ujar Yoongi datar sebelum benar-benar memasuki istana tersebut.
Jackson mengangguk kemudian melangkah mundur memberi jarak. Ia memejamkan matanya. Bibirnya menggumamkan sesuatu hingga sebuah pusaran angin datang entah dari mana. Angin itu terus berputar menghempaskan apa yang ada di sekitarnya. Jackson yang berada di dekat angin tersebut tampak tidak terpengaruh. Ia terus mengamati angin itu datar. Sebenarnya dalam hatinya ia tengah mengumpat kesal.
Angin itu terus berputar di hadapan Jackson. Perlahan, pusaran angin itu berhenti, digantikan oleh sesosok lelaki yang kini menyengir lebar kepada Jackson.
Sosok lelaki itu kemudian berdiri di samping Jackson, kemudian mereka berdua menyusul Yoongi yang sudah terlebih dahulu memasuki istana.
Mereka berdua sedikit terkejut ketika beberapa pengawal menghadang jalan Yoongi di depan mereka. Jackson dan sosok lelaki itu segera berdiri tepat di belakang Yoongi bak ajudan.