Kali Pertama

10 1 0
                                    

Aji dan Dafa berangkat dengan mobil sport milik Aji yang sudah lama tak dipakainya namun masih terawat dengan baik. Sementara itu, Dafa menyimpan mobilnya dirumah Aji.

Mereka berbincang menceritakan berbagai hal selama perjalanan, dua sahabat yang akhirnya bersua setelah terpisah seribu purnama.

Aji mengajak Dafa ke sebuah caffe tempat dimana dulu ia melewati setiap sepinya ketika dirumah.

Mereka duduk di kursi pada bagian tengah ruangan. Dengan meja bulat, mereka duduk berhadapan. Dafa menghadap ke arah pintu masuk dan Aji sebaliknya.

Siang itu langit sedikit 'murung' dan terdengar sedikit bergemuruh. Tidak lama setelahnya, hujan pun turun.
Dafa dan Aji menikmati makanan dan secangkir kopi yang mereka pesan.

Hujan kian deras membuat mereka tak ingin terburu-buru untuk pulang. Ditambah lagi stok cerita yang tak ada habis-habisnya.

"Ibu lo masih sibuk terus sama kerjaannya?" tanya Dafa
Aji mengangguk dan menjawab "Bahkan sejak gw pulang seminggu yang lalu, kita belum punya waktu buat ngobrol intens. Dia sibuk ke luar kota"

Dari luar cafe, Azel meminggirkan motornya dan bergegas masuk ke dalam cafe.
Sembari merapikan rambut dan pakaiannya yang sedikit terkena hujan, ia mencari kursi kosong di cafe itu.

Selintas ia tak menemukan kursi kosong. Karena jarak cafe yang cukup dekat dari kampusnya, membuat cafe itu pada jam-jam siang seperti ini penuh.

Ia mencoba berjalan masuk ke dalam cafe berharap di ujung sana ada satu kursi saja yang masih kosong.

"Hey!" Seseorang dari tengah ruangan memanggil Azel pelan dan melambaikan tangannya.
Azel kaget, ternyata yang memanggilnya itu adalah laki-laki yang ditemuinya tadi pagi.
Azel merespon panggilan itu dengan tersenyum (awkward). Seketika Azel ingin membalikkan badan dan lari keluar cafe, tapi itu akan membuatnya malu. Ia tetap meneruskan langkahnya melewati Dafa dan Aji.

Namun sayangnya, sampai ujung ruangan pun ia tak menemukan kursi kosong. Ia kemudian membalikkan badannya dengan ragu (karena malu pada Dafa).

"Gabung aja sini" Ajak Dafa
Azel terdiam bingung "emmmmm. . . "
"Kamu gak punya pilihan, diluar juga masih hujan"
Dengan berat hati Azel menerima tawaran itu lalu Dafa menggeser tempat duduknya dan mempersilahkan Azel.
Kini Azel tepat berada disamping Dafa dan didepan Aji.

Azel semakin awkward karena ia menyadari didepannya ada seorang laki-laki yang cukup bisa membuat wanita diluar sana mimisan karena ketampanannya.
Wajah Aji dengan porsi manis yang cukup, dan tampan namun tidak berlebihan, membuat Azel semakin dirundung malu dan rasa canggung.

Sementara itu. .
Aji hanya menyimak percakapan Dafa dan Azel.
Di pikirannya ia hanya bertanya-tanya, se jutek apakah wanita cantik ini.

Aji mengakui bahwa Azel memang cantik, rambutnya yang tebal dan hitam panjang terurai, sorot mata yang tajam, dan penampilannya yang sederhana membuat penasaran Aji naik berlipat-lipat.

Rambut yang sedikit tidak rapih dan baju yang sedikit lusuh karena kehujanan tak sedikit pun mengurangi pesonanya.
Aji melihat aura yang berbeda dari wanita yang pertama kali ditemuinya ini.

The Everlasting EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang