Love The Way You Lie II

391 51 17
                                    

‘Wait what? Konyol?! Oh yeah, stupid wedding!’

°°°

   Suasana makan malam yang bersifat private disebuah restaurant bergaya Eropa kali ini, terasa agak sedikit canggung. Terlebih Jihoon secara tidak langsung memberitahukan bahwa ia belum ingin masuk kedalam jenjang pernikahan. Padahal tanpa sepengetahuannya, kedua orang tuanya dan orang tua Guanlin sudah menentukan tanggal untuk pernikahan keduanya.

“Jihoon—”

“Aku bilang aku BELUM BISA PI!”

Jihoon mendengus sebelum ia menaruh sendok dan garpu yang berada dalam genggamannya dengan kasar. Ia dengan cepat meninggalkan meja dan berjalan menjauh guna menjernihkan pikirannya. Terlebih ia baru saja  meninggikan suaranya pada sang Papi, dihadapan keluarga Guanlin.

Hembusan angin malam langsung menyapa Jihoon, ia berjongkok sembari menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya. Hal yang selalu ia lakukan kala merasa tertekan sejak ia masih berada di bangku kelas dua, sekolah dasar.

Sedangkan mereka yang berada dimeja makan terkejut akan suara juga sikap Jihoon. Karena yang mereka tahu bahwa Jihoon anak yang penurut dan supel, ia bahkan nyaris sama sekali tidak pernah membentak seperti tadi. Guanlin yang sendiri merasa terheran akan sikap tunangannya kali ini.

Tak berselang lama, Jihoon kembali dengan raut wajah yang kacau. Ia hanya berujar singkat sebelum pergi melenggang meninggalkan acara makan malam keluarga tersebut. Kemudian disusul oleh Guanlin tak lama setelah itu.

°°°

  Jihoon menekan tuts-tuts piano itu dengan asal. Ruangan yang kosong pun membuat suara dentingan piano terdengar sangat nyaring.

Pikirannya melayang pada kejadian di restaurant tadi. Huh! Sepertinya ia akan terkena marah oleh sang papi nanti, karena terlepas dari jabatannya yang sebagai Presiden Korea, ia juga menjabat sebagai ayah kandungnya. Ia tak seharusnya meninggikan suaranya jika berbicara pada sang ayah. Terlebih kali ini dihadapan Tuan Lai dan keluarganya.

Ia mengerjap beberapa kali sebelum memfokuskan dirinya pada tuts piano yang berada dihadapannya.

Jemarinya mulai menari dengan lihai diatas tuts-tuts tersebut, dentingan-dentingan yang terdengar asal sebelumnya kini sudah mulai terdengar teratur membentuk lantunan sebuah lagu.

Melihat bagaimana Jihoon bermain dengan mata tertutup, kita bisa simpulkan bahwa ia memang sudah sangat mahir dalam hal menekan tuts piano tersebut. Ia sudah hafal diluar kepala tentang dimana ia harus menekan jemarinya, terlebih dengan lagu yang sedang ia mainkan.

Dan kini meski ia terlihat tenang dengan mata tertutup dan jemarinya yang masih menari diatas tuts, tetapi pikirannya justru berkeliaran tentang bagaimana nasib hubungannya dengan Guanlin.

Ah ya, Guanlin.

Lelaki berperawakan tinggi itu sudah berada di ambang pintu, menatap sang kekasih yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri dari kejauhan, belum ada niatan untuk mendekatinya.

Dan saat permainan itu terhenti pun ia masih tak berniat sama sekali untuk mendekat. Ia hanya melihat saat Jihoon perlahan menunduk, masih dengan jemarinya yang berada diatas tuts.

Ia baru saja akan melangkah jika saja indera pendengarannya tidak menangkap dentingan-dentingan itu lagi.

Sedangkan Jihoon menunduk kala buliran bening itu mengalir di belah pipinya. Awalnya ia hanya terisak tanpa suara, sampai isak tangis itu semakin lama semakin terdengar jelas. Jemarinya bahkan berhenti menari diatas piano dan kini beralih menutupi wajahnya, oh jangan lupakan bahunya yang bergetar hebat.

One Of Our Love [Panwink]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang