Bagian 16

46 10 2
                                    

Malamnya, Ajeng merasa bersalah kepada Ibram atas kelancangannya memasuki ruangan tanpa seizin Ibram.

"Ajeng harus minta maaf" Batinnya.

Ajeng lalu menuju ke kamar Ibram guna meminta maaf. Di depan pintu kamar Ibram, Ajeng terlihat gugup.

"Ajeng harus bisa" Ucapnya.

Ajeng lalu mengetuk pintu kamar Ibram, namun tidak ada jawaban dari dalam kamar, sehingga Ajeng menghela nafas gusar.

"Ajeng masuk aja kali ya" Batinnya.

Ajeng memutuskan untuk masuk ke kamar Ibram.

"Permisi masnya Ajeng masuk"

Kosong. Ya, di dalam kamar itu kosong tidak ada siapapun di dalamnya.

"Kosong?, Masnya kemana? " Batin Ajeng.

Seketika terdengar suara percikan shower berasal dari kamar mandi.

"Mungkin masnya lagi mandi" Batinnya.

Ajeng berjalan mengahampiri kasur king size milik Ibram dan duduk di tepinya. Ia berniat menunggu Ibram selesai mandi, agar dapat meminta maaf.

Ajeng mulai memperhatikan dekorasi kamar Ibram yang terlihat bagus dengan dinding kamar berwarna darkgrey dan wangi kamar seperti wangi bunga lavender.

Tak sengaja mata Ajeng melihat buku yang sepertinya adalah sebuah buku diary milik Ibram di atas kasurnya. Ajeng yang penasaran pun langsung membuka dan membacanya satu persatu.

"Semuanya kok tentang kesedihan sih? " Pikirnya.

Senyum Ajeng mulai mengembang membaca diary Ibram yang menunjukkan bahwa ia sedang menyukai seseorang. Entah mengapa ia merasa bahwa orang itu adalah ia.

Namun senyumnya memudar, ketika ia membaca sebuah catatan yang ada di diary Ibram.

"Ini rahasia gue. Lo tau alasan kenapa gue selalu gak mau deket sama cewek. Ini semua bukan karena masa, trauma terhadap cewek, atau ditinggalin cewek. Apalagi masalah keluarga, keluarga gue baik baik aja kok"

"Gue itu sebenarnya homo"

"Semua berawal dari temen gue yang sering ngasih perhatian sama gue, bikin gue ketawa, dan semua perlakuannya itu bikin gue nyaman. Dia juga tau kalo gue itu homo, tapi dia coba nerima gue apa adanya, dia masih mau temenan sama gue yg gak normal ini"

"Sampai pada suatu waktu, dia pergi ninggalin gue, ninggalin janjinya, dan ninggalin gua sendiri. Dia meninggal kecelakaan pesawat pas mau pulang ke Indo, setelah kejadian itu gue jadi cuek, ketus, dingin, jutek, dan pendiem. Gue ngerasa gak ada yang bisa jadi temen sekaligus orang yang gue sayang saat itu"

"Sampai saat ini, gue masih sayang sama dia, cinta sama dia, dan gue kangen dia sekarang. Dia itu bernama Aldo. Aldo temen pertama saat gue masuk SMA, temen pertama yang bikin gue ngerasain apa itu cintan dan kasih sayang"

Ajeng membelalakan mata sempurna, ketika membaca catatan rahasia Ibram.

"Jadi selama ini masnya itu homo" Ucap Ajeng tak percaya.

"Aldo?, jadi kata masnya yang dia pernah suka sama orang itu Aldo?. Seorang lelaki sekaligus temennya?" Ajeng.

"Gak, ini gak boleh terjadi. Ajeng harus bantu masnya sembuh dari penyakit gila ini" Ucanya.

Ckleeek...

Seketika terdengar knop pintu kamar mandi terputar, menandakan Ibram telah selesai dengan kegiatannya.

Ajeng yang kaget pun langsung melempar diary itu ke atas kasur, dan langsung pergi lari keluar dari kamar Ibram.

"Perasaan kayak ada orang tadi di sini? " Ibram.

"Ahh, mungkin cuma perasaan" Ucapnya lagi.

Ibram menatap aneh ke arah diarynya, di mana diarynya tidak berada di tempat semula.

"Perasaan tadi gue taruh di... " Batinnya. "Ahh, mungkin cuma perasaan" Sambungnya seraya meletakkan buku diarynya di dalam nakas tempat tidur.




IbramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang