Bagian 20

38 2 0
                                    

Sesampainya di rumah, Ibram langsung masuk ke kamarnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Ajeng.

Di dalamnya kamarnya, Ibram memegangi jantungnya. Entah mengapa akhir akhir ini ia sering merasakan jantungnya berdetak abnormal.

"Apa gue harus periksa ke dokter jantung, takutnya gue punya penyakit jantung gitu" Ujarnya.

"Masa masih muda udah jantungan sih" Sambungnya.

Ibram lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur king size miliknya seraya membaca diarynya.

"Apa gue udah normal? " Pikirnya.

Ia langsung bangkit dari tidurnya dan mulai menulis di diarynya.

"Kalo gue emang bener bener udah normal, gue gak bakal lupain kenangan kita dulu"

~~•~~

Di lain tempat, terlihat Ajeng sedang duduk di ruang tamu bersama dengan Yolanda.

Ajeng berusah mencari informasi tentang Aldo melalui Yolanda.

"Bu, Ajeng boleh nanya? " Ujarnya.

Yolanda yang sedari tadi fokus dengan majalah yang dibacanya menengok ke arah Ajeng seraya menganggukkan kepala.

"Boleh, silahkan. Mau nanya apa? " Yolanda.

"Mmmmm, gimana ya" Ujar Ajeng tak enak hati.

"Apa Ajeng tanya sama ibu aja ya? " Batinnya.

"Kok, malah emmm" Ujar Yolanda heran.

"Hehehe, gini bu sebelumnya maaf kalo Ajeng lancang tanyain hal pribadinya mas Ibram" Ajeng.

"Hal pribadi? Maksudnya? " Tanya Yolanda heran.

"Ajeng boleh tau gak Aldo itu siapa?" Ajeng.

Yolanda diam sejenak, pikirannya tiba tiba melayang ke kejadian 1 tahun yang lalu.

"Kalo gak boleh juga gapapa bu, Ajeng minta maaf udah lancang" Ajeng.

Lamunan Yolanda buyar kerika mendengar perkataan Ajeng.

"Eh...eh, gapapa kok nak, ibu bakal cerita" Yolanda.

"Beneran bu?" Tanya Ajeng.

Yolanda hanya menganggukkan kepala.

"Aldo itu temennya Ibram" Ujarnya. "Satu satunya orang yang mau temenan sama Ibram" Sambungnya.

"Maksudnya bu? " Tanya Ajeng heran.

"Ibram itu gak bisa temenan sama orang, dia selalu mentingin dirinya sendiri, maka dari itu gak ada yang mau temenan sama dia. Belum lagi sifatnya yang ketus, judes, dan dingin" Yolanda.

"Tapi, dengan mudahnya Aldo bisa nerima semua yang ada di dalam diri Ibram" Yolanda tersenyum. "Aldo bisa ngerubah Ibram menjadi lebih ceria, periang, dan suka senyum" Sambungnya.
"Tapi, itu semua gak berlangsung lama. Setahun kemudian, Aldo meninggal karena nyelametin Ibram yang hampir jatuh ke jurang waktu mereka lagi penjelajahan" Yolanda.

Ajeng menutup mulut tak percaya, sebegitu sayangnya Aldo kepada Ibram hingga ia rela mengorbankan nyawanya sendiri.

"Setelah kejadian itu, Ibram mulai menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Aldo. Ibram kembali menjadi sosok yang dingin, ketus, dan jutek seperti sekarang" Yolanda.

Ajeng paham, mengapa Ibram begitu menyayangi Aldo. Karena hanya Aldo orang yang bisa memahami dirinya.

"Tapi, hubungan mereka hanya sekedar sahabat atau lebih? " Tanya Ajeng.

Kali ini Yolanda mengekerutkan kening tak mengerti.

"Maksud kamu nak? " Tanya Yolanda.

Ajeng gelagapan, ia langsung mengalihkan topik pembicaraan.

"Terus, sampe sekarang Ibram belum dapet pengganti Aldo gitu? " Tanya Ajeng.

"Belum, tapi kayaknya hampir" Ujar Yolanda seraya tersenyum.

"Semoga" Batin Ajeng.

"Jadi hubungan mas Ibram sama Aldo itu hanya sebatas teman saja? " Ajeng.

"Iyalah, masa mereka pacaran sih. Kamu ada ada aja nak" Ujar Yolanda tertawa.

"Berarti, Ibunya Mas Ibram gak tau dong kalo mas Ibram itu.... " Batin Ajeng.

"Lagi pada ngomongin apa sih, kayaknya seru banget" Ucap Ibram tiba tiba.

"Ini loh, si Ajeng nanyain Aldo" Yolanda.

"Aldo? " Tanya Ibram heran.

"Mampus, jangan sampe Ajeng ketauan" Batin Ajeng.

"Kok tiba tiba dia nanyain Aldo ya?, apa dia tau? " Batin Ibram.

IbramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang