Bagian 13

34 10 0
                                    

Pulang nanti lo mau gak jalan jalan dulu.

Perkataan itu selalu terngiang di kepala Ajeng, ia tidak sabar menunggu bel pulang berbunyi agar bisa jalan jalan bersama Ibram.

Ibram memang mengajaknya untuk jalan jalan, ia hanya ingin mengucapkan terima kasih karena Ajeng sudah mau berteman dengannya yang pendiam.

"Masnya ayo, katanya mau jalan jalan" Ajeng

"....." Tanpa berkata Ibram langsung menyalakan mesin motornya. Ajeng yang melihatnya bergegas menaiki motor itu.

"Let's go, berangkaaat" Ucap Ajeng semangat.

Ibram terkekeh melihat kelakuan gadis itu, jauh dari kata feminim. Ia juga tidak jaim kepada seseorang, ia mudah berteman, tentu saja karena sifatnya.

Diperjalanan hanya ada keheningan yang diciptakan, Ibram yang fokus terhadap jalanan, dan Ajeng yang minikmati semilir angin sore.

"Masnya, kita kan lusa udah ulangan, masnya gak belajar gitu" Ucap Ajeng memecah keheningan.

"Gak" Ibram.

"Kenapa? "

"Gapapa"

Ajeng hanya diam mendengar jawaban Ibram yang begitu singkat.

"Kita mau kemana masnya? " Tanya Ajeng.

"Nanti lo juga tau" Jawab Ibram.

Setelah menempuh kurang lebih sekitar 15 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai ke tempat tujuannya.

"Wahh, indah banget pemandangan di sini Ajeng suka" Ucap Ajeng antusias ketika melihat danau yang begitu cantik dengan hiasan bunga di tepinya.

"Ini tempat favorit gue sama sahabat gue kalo lagi ngumpul" Ibram.

"Masnya punya teman? " Ajeng.

"Ya punyalah lo pikir gue hidup gak butuh kebahagiaan apa? " Ibram.

"Yeee, kirain masnya gak mau bersosialita gitu secara kan masnya pendiem" Ajeng.

"Gue kaya gini itu ada sebabnya" Ibram.

"Sebab?, apa coba? " Ajeng

"Kepooo, huuu" Ibram

Suasana menjadi hening kembali, setelah Ajeng memutuskan tidak menjawab perkataan Ibram tadi.

Mereka memilih duduk di atas rerumputan hijau yang ada di sekitar danau itu.

Hanya beberapa menit, keheningan itu mulai hilang karena Ajeng membuka percakapan lagi.

"Katanya tadi masnya punya temen kan?"

"Gak, gue punya kucing namanya moly trus gue kubur hidup hidup... Yaiyalah gue punya temen kan udah gue bilang tadi" Batin Ibram geram.

"Sekarang temen masnya kemana?"

Pertanyaan yang diberikan oleh Ajeng membuat hati Ibram mencelos, seperti ada yang menusukkan sebilah pisau ke hatinya.

Memori yang dulu sempat hilang terputar lagi di otaknya, kebersamaan mereka, dimana orang itu selalu melindungi Ibram dari bahaya apapun.

Ajeng yang melihat Ibram tertunduk lesu setelah mendengar pertanyaan darinya, segera mengalihkan topik pembicaraan.

"Masnya tau gak, Ajeng itu dari keluarga yang kurang berada? " Ajeng.

Ibram mulai tertarik dengan cerita kehidupan Ajeng, ia mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk.

"Bapak dan ibu Ajeng kerja jadi buruh tani di desa, penghasilannya sih lumayan untuk makan sehari hari. Ajeng bisa sekolah di kota ini juga gara gara uang tabungan yang bapak kumpulin bertahun tahun yang awalnya mau buat naik haji" Ucap Ajeng sambil menahan tangisnya.

"Ajeng sebenernya gak mau sekolah di kota, Ajeng gak mau pisah dari bapak dan ibu, tapi Ajeng harus belajar dan menjadi orang sukses buat bahagiain bapak dan ibu, Ajeng bingung" Sambungnya.

"Gak nyangka gue nih cewek keliatan have fun aja, kayak gak ada problem gitu,  tapi nyatanya dia punya masalahnya tersendiri" Batinnya Ibram.

"Kalo buat nutupin masalah gue harus jadi orang yang pendiem, ketus, jutek. Beda banget sama dia yang nutupin masalahnya dengan senyuman yang berhasil nipu semua orang kalo dia itu bahagia" Batin Ibram.

"Bapak rela relain gak berangkat haji, katanya dia mau lihat Ajeng jadi orang sukses dulu biar nanti berangkatnya bisa sama sama" Ajeng.

"Gue salut sama lo, lo keliatan tegar ngadepin semua masalah, gue kira lo itu cuma gadis desa yang sekolah di kota karena beasiswa dan gadis cupu yang bakal di tindas. Ternyata gue salah lo itu kayak batu karang, meski dihempaskan oleh air laut berkali kali tapi lo tetap kuat" Ibram.

"Tapi, lama kelamaan batu karang yang kuat dan keras itu akan terkikis habis sedikit demi sedikit karena hempasan air laut. Begitu juga dengan Ajeng pasti akan ada titik dimana Ajeng lelah sama semuanya, dan Ajeng memilih untuk mundur" Sambung Ajeng.

IbramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang