Chapter 5

57 9 2
                                    

"Neng, ini nasi goreng nya" ujar bapak penjual nasi goreng teesebut yang menghentikan pembicaraan nya dengan Rizki

"Ah iya pak, jadi berapa?" tanya Arum sembari membuka dompet biru nya

"12.000 neng" Arum pun memberi uang senilai 100.000

"Ini pak, bareng sama punya dia ya" Arum menunjuk Rizki

"Nggak! Saya bayar sendiri pak" Rizki menolak

"Nggak, pokoknya pesanan dia saya yang bayar dan kembaliannya ambil buat bapak. Terima Kasih pak" Arum langsung berjalan pergi

"Jangan tolak pemberian aku Ki, anggap aja itu hadiah dari awal persahabatan kita" teriak Arum dari jauh

"Iya! Makasih Rum" Rizki membalas sambil berteriak juga

"Makasih Rum, lu selalu bisa bikin gue terkejut dengan semua sikap lu" Rizki tersenyum, senyum yang jarang ia perlihatkan pada siapapun

Setelah pesanan nya siap, Rizki pun pulang dengan suasana hati yang bahagia

"Asala- ucapan Arum terhenti tatkala mendengar suara pecahan kaca

"Astagfirullah Papa! Papa kenapa?!" Arum panik saat melihat Ayahnya terkapar di dekat meja makan

Arum pun langsung memapah Ayahnya dan berjalan menuju kamar

Arum dengan sigap mengangkat kaki Ayahnya ke kasur dan membuat posisi Ayahnya senyaman mungkin

"Pa, Papa kenapa? Kok bisa jatuh?" tanya Arum

"Papa gak apa-apa Nak, Papa cuma mau minum dan gak sengaja gelasnya jatuh karena kepala Papa tiba-tiba pusing" terang Ferry sambil memegang pelipisnya

Arum membantu memijat kepala Ayah nya, berharap bisa sedikit membuat sakitnya berkurang

"Pa, mending kita ke dokter yuk. Arum takut Papa kenapa napa" Ferry terseyum

"Gak usah cemas Arum, kamu tau kan kalo Papa itu kuat? Papa cukup istirahat aja pasti sembuh" Ferry berusaha menenangkan putrinya agar tidak mengkhawatirkan dirinya

"Tapi--

"Shutt, udah gak usah bicara lagi ya. Lebih baik kamu kembali ke kamar dan istirahat. Besok kamu harus sekolah kan?" Arum mengangguk pelan

"Yaudah, Arum ke kamar ya Pa. Kalau Papa butuh sesuatu, Papa panggil Arum aja" Ferry mengangguk sambil tersenyum lalu mengusap lembut kepala anaknya

Arum menutup kenop pintu, tangannya menutup mulutnya yang terbuka karena menguap

                                         ***

"Nit, lo gak akan pulang?" tanya satu teman Anita

"Nggak, kerjaan gue masih numpuk banget. Kayaknya gue lembur lagi malam ini" jawab Anita tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari komputer

"Yauda deh, kalau gitu gue duluan" Anita mengangguk tanpa menoleh

Sebagai kepala staf di perusahaan, Anita harus rela mengerjakan pekerjaan karyawan yang sedang cuti atau sakit. Sehingga ia jarang menghabiskan waktu nya di rumah

Mata nya terus fokus dalam membaca laporan dan dokumen yang menumpuk di meja kerjanya

Anita sejenak meregangkan tubuhnya. Melepas kacamata yang dipakainya dan pandangannya jatuh pada sebuah bingkai foto yang berisi 3 orang

Foto dirinya, suaminya, dan anak semata wayang nya

"Aku tau, mungkin aku egois. Aku selalu mengedepankan emosi dan egoku ketimbang hati dan perasaan ku sebagai seorang ibu dan juga istri. Tapi sikap kamu membuat aku menjadi seperti ini Mas, aku gak kuat kalau harus terus seperti ini. Sepertinya berpisah adalah cara terbaik untuk kita" air mata turun membasahi pipi Anita. Tangannya memeluk erat bingkai foto tersebut seolah takut untuk kehilangan

EUPHORIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang