Omar duduk bersandar pada sandaran kursi, tangannya terlipat di depan dada. Matanya tajam memandang ke arah seseorang di depannya. Perempuan bernama Yuki Page yang mengajaknya berkencan saat keduanya match di Tinder.
"Kau bekerja di mana?" tanya Omar dingin dan entah kenapa terkesan sombong.
Yuki yang sebenarnya gugup berusaha untuk merilekskan diri. Dia mengulurkan tangannya kepada Omar. "Yuki Page," ucapnya.
Reaksi Omar benar-benar membuat Yuki diam-diam memaki di dalam hati. Bagaimana pria dengan setelan kemeja kotak-kotak berwarna black and white itu hanya menaikkan sebelah alisnya. Dia menarik bibirnya sedikit, terlihat sangat sinis.
"Omar Barack." Tangan kekar Omar menyambut uluran tangan Yuki.
Ada reaksi kaget untuk sepersekian detik di wajah Omar, tapi dia berhasil menyembunyikannya dengan baik. Kini Omar menaikkan sebelah alisnya, dia tidak berniat melepaskan jabat tangan itu begitu saja. Yuki bahkan berusaha keras untuk menarik tangannya, dia sampai meringis.
"Saya pengangguran. Sudah dua bulan," sahut Yuki yang akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari genggaman Omar. Dia menatap Omar dengan mata menyipit, tangan kirinya mengusap sela antara ibu jari dan telunjuk.
Omar diam saja, wajahnya tetap datar. Tidak ada reaksi apa pun dari Omar, meminta maaf pada Yuki pun tidak. Tangan Omar justru terangkat, menjentik memanggil pelayan. Yuki sendiri sebenarnya bingung dan sedikit canggung saat dibawa kencan ke restoran mahal seperti ini.
Yuki beberapa kali melirik gelisah, tidak banyak pelanggan di restoran tersebut. Tapi, pakaian yang Yuki kenakan membuat dirinya lebih tidak percaya diri. Kemeja sifon biru langit dan celana jeans berwarna hitam yang terdapat noda-noda putih di beberapa bagiannya.
"Pesanlah." perintah Omar.
Yuki mengangguk kaku, dia menerima buku menu yang diberikan oleh pelayan. Mata Yuki hampir melompat dari tempatnya saat membaca berapa harga setiap makanan di sana. Susah payah Yuki menelan ludahnya, dia merasa apa yang akan dimakannya malam ini merupakan makanan termahal sepanjang 25 tahun hidupnya.
"Samakan dengan punyamu saja," ujar Yuki yang langsung menutup buku menunya.
Omar melirik Yuki sekilas, tidak ada jawaban apa pun dari bibirnya. Dia sibuk melihat-lihat buku menu tersebut. Setelah beberapa saat, Omar meletakkan buku menu di atas meja, dia menggerakan telunjuknya menunjuk beberapa makanan di sana.
Di dalam hati, Yuki menggerutu kesal pada Omar. "Memangnya dia bisu? Apa susahnya sebut nama menunya?!" jiwa-jiwa mengatai Yuki bangkit begitu saja.
Yuki benar-benar membiarkan Omar memilihkan makanan untuknya. Dia terlalu pusing dan ngeri melihat menu tadi. Takut-takut Omar memintanya mengganti sebagian biaya kencan jika mereka tidak cocok.
"Kau yang teraktir kan?" Yuki bertanya memastikan.
"Hm." Omar hanya bergumam mengiyakan. Jawaban itu sudah lebih dari cukup untuk Yuki, dia bisa bernapas lega sekarang.
Yuki menggigit bibirnya gelisah, dia terlalu takut untuk bertanya. Suasana juga terlalu aneh sebenarnya. Omar ternyata sangat pendiam, tidak seperti ekspektasi Yuki. Dari foto Omar di Tinder, Yuki mengira Omar sosok yang bersahaja dan hangat.
"Phone number." Omar mengulurkan handphone-nya pada Yuki.
"Dasar pelit bicara!" rutuk Yuki di dalam hati.
Tangan Yuki mengambil handphone Omar, tidak sengaja ujung jari keduanya saling bersentuhan. Membuat Omar langsung menarik tangannya, untung Yuki cepat tanggap dan menahan handphone Omar agar tidak jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Second Life (Selesai)
RomanceOmar Barack tidak bisa bersentuhan dengan wanita sama sekali karena trauma yang dia derita. Hingga dia bertemu dengan Yuki Page dari aplikasi dating, satu-satunya wanita yang dapat menyentuhnya dan tidak membuatnya hampir mati karena sesak napas. **...
Wattpad Original
Ada 9 bab gratis lagi