"Jadi kau tinggal di mana?" Norah memicingkan matanya menatap Yuki.
Sesuai janji kemarin, keduanya bertemu sata jam makan siang di sebuah kafe. Sejak tadi Yuki Sudah diberondong banyak pertanyaan oleh Norah. Membuat Yuki harus menceritakan semuanya kecuali mengenai Omar dan rumah sakit.
"Aku tinggal di rumah teman," sahut Yuki.
Norah memicingkan matanya, dia tidak percaya dengan Yuki. "Kau tidak jual diri kan?" tudingan Norah membuat Yuki mengibaskan tangannya.
"Enggak!"
"Ya sudah. Nanti kapan-kapan ajak aku main ke sana," pinta Norah yang mau tidak mau diangguki oleh Yuki.
Norah dan Yuki sudah berteman sejak lama, dulu Norah merupakan tetangga Yuki. Jika ada salah satu membutuhkan bantuan, keduanya akan saling menolong. Bagi Yuki, Norah sudah seperti saudaranya.
"Kau mau bungkus makan siang?" tawar Norah.
"Nggak perlu. Sampai dapat pekerjaan aku boleh minta makan sama temanku itu," tolak Yuki beralasan.
Norah menghela napasnya pelan, dia merasa kasihan dengan nasib Yuki. "Kenalkan aku dengan temanmu secepatnya. Aku ingin mengucapkan terima kasih, dia baik sekali padamu," ucap Norah.
Melihat jam di pergelangan tangan, Norah sudah harus kembali bekerja. "Jam makan siang sudah selesai. Aku harus kembali kerja, nanti aku kabari jika ada posisi kosong," pamit Norah.
"Thank you, Sis." Ucap Yuki dengan senyum tulus.
"Ini ada sedikit uang, kau pakai dulu saja." Norah meletakkan beberapa lembar uang di atas meja dan kemudian langsung berlalu begitu saja dari kafe. Yuki bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih.
Yuki pun mengambil uang pemberian Norah tersebut, sebenarnya dia tidak butuh uang tersebut karena Omar sudah memberinya kartu tadi pagi. Perasaan tidak enak karena harus membohongi Norah menyelinap di dalam diri Yuki.
"Nanti aku pasti akan jujur," gumam Yuki pelan.
Yuki memilih untuk tidak lagi terlalu memikirkan masalah tersebut, dia akan pulang karena harus membereskan apartemen sebelum Omar kembali. Yuki juga memilih untuk mampir di supermarket, dia membeli beberapa bahan masakan.
Senyum Yuki mengembang saat dia melihat beberapa makanan ringan kesukaannya. Keripik kentang rasa keju. Seolah takut kehabisan, Yuki mengambil 6 bungkus keripik kentang rasa keju. Kemudian dia mengambil sekotak kopi bubuk dengan merk yang sama dengan yang ada di apartemen.
Ponsel Yuki berdering saat dia sibuk memilah juice kemasan. Yuki mengernyitkan dahinya saat mendapati nomor asing di layar ponsel. Meski begitu, Yuki tetap menjawabnya. Dia takut itu panggilan untuk interview pekerjaan.
"Halo," sahut Yuki.
"Di mana?"
Yuki heran dengan pertanyaan yang dilontarkan lawan bicaranya. Tapi, entah kenapa suaranya terdengar tidak asing bagi Yuki.
"Siapa ini?" tanya Yuki hati-hati.
"Suamimu," jawab suara dalam di ujung panggilan.
Yuki meringis pelan, merasa malu karena terlalu bodoh. Dia tidak menyimpan nomor suaminya dan juga tidak hafal dengan suara Omar.
"Aku sedang di supermarket," kata Yuki menjawab pertanyaan Omar sebelumnya.
Terdengar suara dehaman pelan dari Omar. "Supermarket mana? Aku jemput."
"Di dekat apartemen. Nggak usah dijemput," sahut Yuki. Tidak berapa lama, tidak ada lagi suara apa pun dari ponsel Yuki. Saat Yuki melihat ponselnya, Omar sudah mematikan sambungan telepon begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Second Life (Selesai)
RomanceOmar Barack tidak bisa bersentuhan dengan wanita sama sekali karena trauma yang dia derita. Hingga dia bertemu dengan Yuki Page dari aplikasi dating, satu-satunya wanita yang dapat menyentuhnya dan tidak membuatnya hampir mati karena sesak napas. **...
Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi