Bab 27 Turnamen Voli 1

73 7 7
                                        

Tempat duduk penonton sudah terisi penuh oleh tim pendukung masing-masing sekolah, peralatan drum, terompet atau galon untuk menyanyikan yel-yel penyemangat sudah mereka siapkan untuk mendukung tim kebanggaan sekolah masing-masing.

Tak terkecuali tim pendukung dari SMA PERI, semua siswa-siswi yang memang ingin menonton banyak yang datang. Membuat para pemain Voli sekolah mereka menjadi bersemangat. Namun di sisi lain, ada seseorang yang terlihat tidak tenang. Tangannya terus gemetaran dan sangat dingin.

"Semua sudah datang kan?" tanya Pak Bus sambil mengamati anak didiknya, "Argi di mana? Kok nggak ada di sini? Beberapa menit lagi kalian mulai!"

"Takut kali Pak, mentalnya cetek," gumam Zabran yang langsung mendapat senggolan dari Nata.

"Mungkin telat sedikit Pak."

"Baiklah, sebaiknya kalian pemanasan dulu supaya tidak cedera," ucap Pak Bus yang langsung dilaksanakan oleh anak didiknya.

Nata mencoba menghubungi Argi, tapi ponselnya tidak aktif dan membuatnya bingung. Ke mana sih tuh anak?

Mata Argi menatap tangannya yang bergetar, hembusan angin yang pelan saja mampu dia rasakan sangat dingin. Dia benar-benar takut untuk datang ke lapangan itu, dia takut jika traumanya akan membuat kacau saat permainan berlangsung. Bayangan masa lalu terus saja berkeliaran di otaknya.

"Mas Avisha? Kok di sini?" Argi mendongak, melihat wajah imut Naura membuat perasaanya sedikit tenang. Tetapi tidak dengan tangannya yang bergetar, Argi kembali menunduk dan melihat tangannya lagi. "G-gue ... se-sepertinya nggak bisa main," ujar Argi terbata sambil menatap tangannya yang bergetar.

Naura berjongkok di depan Argi lalu menggenggam tangan Argi dengan erat, Gila! tangannya mas Avisha dingin banget.

Argi merasakan sesuatu di tangannya, hangat, nyaman, dan dia tidak ingin melepasnya. Perlahan tangan Argi tidak lagi bergetar, matanya memandang wajah imut Naura yang juga menatapnya, tatapan memberi semangat dan tatapan perhatian yang sangat dibutuhkan oleh Argi.

"Mas Avhisa harus semangat, lawan rasa takut dan trauma yang muncul itu. Banyak yang dukung mas Avisha, teman-teman dari sekolah kita banyak yang nonton, jangan buat teman-teman kita kecewa karena trauma Mas Avisha. Jangan kecewakan mereka dengan nggak bawa pulang piala kemenangan," ucap Naura sambil menggenggam erat tangan Argi. Seperti tersihir, Argi menjadi lebih tenang dan tangannya menjadi hangat, tidak sedingin tadi.

"Anggap aja trauma itu kaya ... "

"Kaya apa?" tanya Argi saat Naura mengantungkan ucapannya.

"Ambeyen , Ha-ha." canda Naura berhasil membuat seulas senyum terbit di wajah Argi.

"Dah tenangkan sekarang?" Argi mengangguk dan menunjukan senyum semangatnya.

"Sekarang, tunjukin kalau mas Avisha bisa menang!" teriak Naura dengan semangat.

"Siap!"

"Ee ... tapi, lepasin dulu tangan gue, kalau di pegang terus gimana mau main voli?" Argi baru sadar memegang tangan Naura dengan erat, dengan segera dia melepaskan tangan Naura dan berdiri.

"Thanks ya wadah jamban, udah bikin trauma gue ilang," Argi mengacak rambut Naura sebelum berlari menuju lapangan voli tempat pertandingan.

"Anjerr! Wadah jamban mulu panggilan gue, emang muka gue sebelas dua belas kaya tai huhh!" kesal Naura sambil mengusap rambutnya yang baru saja diacak oleh Argi, kemudian mencari tempat yang tepat untuk menonton pertandingan voli. Yang pasti menonton sang pujaan hatinya, bang Nata.

Dengan tergopoh-gopoh, Argi segera ikut pemanasan di sebelah Nata. "Gi, dari mana si lo?" tanya Nata saat melihat kedatangan Argi.

"Ada sedikit masalah tadi, tapi udah beres," ucapnya sambil melakukan pemanasan, mata Argi mencari-cari Naura. Mengingat wajahnya tadi membuat dia semangat dan rasa takut itu menjadi lenyap.

Pak Bus memberi arahan kepada anak didiknya, sesuai kemampuan dan fisik yang sekiranya cocok. Pak Bus sudah tahu dimana posisi masing-masing anak didiknya yang cocok. Arvin yang akan menjadi tosser, yaitu pengatur serangan. Nata dan Argi menjadi smasher, yaitu melakukan pukulan bola ke lawan sehingga menghasilkan nilai. Kelvin sebagai libero yaitu melakukan pertahanan atau menahan serangan lawan. Mirza dan Rafi sebagai defender yaitu menerima serangan lawan.

Setelah selesai mendapat arahan, mereka masuk ke lapangan dan mendapat sorakan penyemangat dari teman-teman yang datang ke sekolah mereka.

Arvin yang melakukan servis pertama, pukulan servisnya sangat keras tetapi bisa di tahan oleh pemain bertahan lawan. Tim lawan melakukan serangan balik tetapi langsung diserang balik oleh Nata. Points pertama berhasil dia dapatkan dan mendapat sorakan penyemangat lebih keras. Argi juga sepertinya tidak ketinggalan, bagaikan pemain handal yang baru lahir dia juga banyak mencetak points walaupun tidak sebanyak Nata.

Satu orang yang tampak jengkel dengan kehadiran Argi, merasa posisinya di rebut. Zabran tidak menerima tos dari Argi dan benar-benar memusuhinya, Argi heran melihat sifat Zabran yang tidak sefriendly biasanya.

Apa gue bikin salah sama dia ya?? Batin Argi saat selesai bertanding.

****


jett_queen
zul_sweet

Angin Halus Pembawa Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang