Bab 21 Bunda

60 5 9
                                    

Argi memarkirkan motornya ditempat yang sudah disediakan, lalu memasuki rumahnya dengan langkah gontai.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam, baru pulang sayang?" seorang wanita paruh baya duduk manis di sofa ruang tamu.

Argi menimang sebentar, mencari jawaban yang pas.
"Iya, tadi ada kegiatan bentar."

"Kegiatan apa?"

"Ada lah Bun. Bunda udah masak belom? Argi laper hehe," ucap Argi sambil mengelus perutnya.

"Yaudah kalo nggak mau cerita. Bunda baru selesai masak kok," Githa mengelus rambut anak semata wayangnya dengan lembut.

Dia sangat mengerti anak satu-satunya itu, ada yang disembunyikannya. Githa hanya perlu menunggu hingga Argi siap mengatakannya sendiri.

"Yaudah aku mau mandi dulu bentar, bau nih! apalagi keteknya Argi," Argi mengendus tubuhnya yang sebenarnya masih tercium wangi parfumnya bercampur keringat. "Eh, masih wangi deh Bun, hemm ... harum," ucap Argi membuat Githa bergidik.

"Jorok banget sih kamu! Sana cepet mandi! Bunda tunggu di ruang makan." Argi mencium sekilas pipi Bundanya lalu bergegas ke arah kamarnya.

Alih-alih segera mandi, Argi justru tergiur dengan kasur empuknya dan memilih merebahkan tubuhnya. Argi menghembuskan napas panjang, pikirkannya berlarian kesana-kemari.

"Ck, ngapain juga sih gue sampe rela masuk club voli cuma gara-gara cewek gila itu. Kayaknya gue ketularan gila deh sampe berbuat sejauh ini."

Argi kembali merenung, kembali mengingat traumanya membuat kepalanya berdenyut.

"Okay gue emang nggak selamanya harus menghindari trauma gue, tapi gue bener-bener nggak siap untuk saat ini. Dan faktanya gue ngelakuin semua ini cuma demi cewek gila itu?"

"Kenapa? Gue bisa aja bantu dia deketin cowok idamannya tanpa harus bertindak sejauh ini. Gue juga bisa tutup mulut dia tanpa harus repot-repot nurutin kemauan dia."

"Arghh bego-bego! bikin pusing aja. Dan kenapa juga dari tadi gue ngomong sendiri? Serius dari tadi gue ngomong sendiri?" Argi bergidik sendiri lalu bergegas ke kamar mandi. Kembali lagi ke kamar untuk mengambil handuk, lalu kembali lagi ke kamar mandi.

***


"Wow! Ayam kecap! Harumnya mengalahkan harum parfum Argi!" ucap Argi penuh semangat.

"Masa masakan Bunda disamain sama parfum sih Gi?" ucap Githa pura-pura cemberut.

"Kan cuma perumpamaan Bun," Githa tersenyum melihat anaknya dengan semangat mengambil nasi sepiring penuh, lalu mengambil beberapa potong ayam kesukaannya.

"Ambil sayurnya juga dong, tumis kangkung enak loh kalo masih anget gini," Githa menyendokkan sayur lalu menaruhnya di piring Argi.

"Udah penuh Bun, nggak muat," Argi cengengesan.

"Ngeles aja kamu, bilang aja nggak mau sayur. Udah gede gitu masih aja nggak mau makan sayur."

"Hehe, iya deh ini dimakan kok."

Mereka menikmati makan berdua dengan hikmat. Setelah selesai, Githa merapikan piring-piring kotor.

"Bun!" panggil Argi.

"Iya?" Ghita mengalihkan perhatiannya dari piring-piring di tangannya.

"Argi ikut voli," Argi menahan napasnya, menunggu respon Bundanya.

Namun, hingga sebelas detik, hanya hembusan napas panjang yang keluar dari mulut Bundanya membuat Argi ikut menghembuskan napas berat.

"Aku nggak papa kok Bun, aku yakin aku pasti bisa. Nggak selamanya kan aku harus dibayangi dengan rasa bersalah itu, aku harus melawannya."

"Kamu yakin?" tanya Githa yang dibalas anggukan serta senyum Argi.

"Kalau emang kamu yakin, lakukan. Kejar lagi mimpi kamu yang sempat tertunda. Tiga tahun bukan waktu yang singkat, kamu harus ikhlasin." Githa menghampiri Argi lalu memeluknya dengan sayang.

"Makasih Bunda, Argi sayang Bunda. Argi janji bakal jagain Bunda bakal banggain Bunda."

"Bunda juga sayang kamu." ujar Githa sambil mengelus punggung Argi.

"Tapi Bun," Argi melonggarkan pelukannya.

"Kenapa?"

"Bunda kan abis pegang piring kotor, tangannya kotor juga. Baju aku kotor dong," ujar Argi.

"Eh, iya lupa ha-ha. Nih sekalian biar mandi lagi!" ucap Githa sambil menciptakan sedikit air sabun bekas cuci piring.

****

jett_queen
zul_sweet



Angin Halus Pembawa Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang