“AKU MENCINTAIMU”
Benarkah yang di dengar Kathryn barusan? Apakah Kathryn tidak salah dengar? Tidak. Daniel memang mengatakannya. Entah kenapa rasanya itu seperti ada guyuran bunga yang indah di dalam hati Kathryn.
"Ku harap kau tak lagi bertanya apakah aku juga mencintaimu. Karena yang jelas, cintamu tak bertepuk sebelah tangan"
Daniel tersenyum hingga menampakkan deretan gigi putihnya. Inilah yang ia inginkan, orang yang ia cintai juga mencintainya. Ia memeluk Kathryn dengan erat, seakan akan ia tak ingin jauh dari gadis itu.“Terima kasih telah membiarkanku masuk ke dalam hidup Kathryn Jocelyn”
“Welcome in my life, Daniel Jeysen”Betapa bahagianya Daniel saat ini, hingga sampai sampai ia meneteskan air matanya. Semesta, dengarkanlah janjinya kali ini. Ia berjanji takkan pernah membiarkan gadis ini meneteskan air matanya setetes pun dan takkan pernah meninggalkan gadis ini dalam situasi dan kondisi apapun. Karena baginya, cinta gadis inilah nyawanya.
“Maaf, permisi”
Bryan akhirnya sampai di halte bus. Ia duduk di sebelah seorang gadis berambut panjang terurai yang sedang fokus dengan ponselnya. Gadis tersebut tidak menyadari kalau Bryan duduk di sebelahnya. Tidak lama kemudian, ia mematikan alat komunikasi tersebut dan memasukkannya ke dalam sling bag. Saat ia menoleh ke samping kanannya, ia tersentak karena bibirnya yang menempel di pipi seorang pria.“M-maaf, bisakah kau menjauhkan wajahmu sedikit?” kata Bryan dengan mata terbelalak.
Gadis tersebut langsung menjauhkan wajahnya dan mengelap mulutnya berkali kali.
“Tidak bisakah kau duduk jauh sedikit?” kata gadis itu dengan nada yang sedikit kesal. Dia Elena.
Bryan menghela napasnya, “Maaf, apa kau tidak lihat? Di sampingku ada orang yang juga sedang menunggu bus. Di sampingmu juga ada banyak orang. Hanya disinilah tempat yang kosong”
Elena mengerjap ngerjapkan matanya, benar juga. “Maaf soal yang tadi, aku tidak sengaja”
“Aku tahu”
“Kau tidak marah?” tanya Elena khawatir.
“Untuk apa?”
“Memangnya kau sudah sering di cium pacarmu, ya?”
Bryan sedikit memelototkan matanya, “Hei, aku tidak punya pacar! Lagi pula aku juga tidak suka cinta”
Elena mengerutkan dahinya, “Bagaimana bisa?”
“Kau tahu philophobia*?”
“Mm, tahu”
“Nah, itu yang aku rasakan sampai sekarang. Aku punya philophobia”
Elena mengangguk paham. Ternyata, di dunia ini ada juga orang yang punya philophobia. Suatu kelangkaan sih ada pria di bumi ini yang punya riwayat penyakit tersebut. Gimana ya rasanya?
“Kau tidak menganggapku orang yang aneh?” celetuk Bryan yang membuat Elena tersadar dari lamunannya.Elena tersenyum, “Menurutku, kau bukan orang yang aneh. Hanya saja, kau berbeda dari yang lain”
“Oh iya, kalau boleh tahu. Siapa namamu?”
“Aku? Elena Renata. Kau bisa memanggilku Elena”
Bryan mengangguk.
“Kau? Siapa namamu?” kini giliran Elena yang bertanya.
“Bryan. Bryan Orlando”Tidak lama kemudian, sebuah bus datang. Para penumpang pun segera naik ke bus tersebut agar segera mendapatkan tempat duduk.
“Mari masuk” ajak Bryan yang langsung di angguki Elena.
Saat Elena hendak melangkahkan kakinya, tiba tiba ia tidak sengaja menginjak tali sepatunya yang lepas. Ia hendak jatuh ke tanah. Tapi sebelum itu terjadi, sebelah tangan Bryan berhasil merangkul tubuh Elena. Keduanya membisu. Hanya ada hembusan angin yang semilir. Dan untuk pertama kalinya, Bryan bisa menatap mata seorang wanita sedekat ini. Sedikit berdegup kencang sih jantungnya, tapi entah kenapa hal tersebut terasa biasa saja bagi Bryan. Lalu Elena? Jangan tanyakan lagi soal jantungnya. Ia menatap Bryan tepat di kedua manik matanya. Mata yang berwarna hitam bulat dan mengkilap bagaikan kristal. Sungguh indah.

KAMU SEDANG MEMBACA
KathNiel
RomanceKematian bukan merupakan simbol kebahagiaan. Tapi ketika kematian itu menunjukkan kedamaian untuknya, disaat ia mati dalam keadaan yang bahagia. Masihkah itu di sebut sebagai kesedihan? Kita pasti tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi. Tapi...