BAB DELAPAN

71 24 41
                                    

Musim UTS mulai datang. Rasanya baru saja masuk semester 2, sekarang sudah kembali menjalani ujian lagi. Untuk anak semacam Airin sih tidak masalah, dia bisa mendapat nilai bagus di semua pelajaran. Tapi untuk Alin... kepintaran akademiknya pas-pasan. Paling jelek ya pas KKM, nilai paling bagus itu 80-an. Namanya juga pas-pasan.

"Yang penting nggak remidi," ucap Airin menenangkan Alin yang mulai gupuh sama pelajaran. 

Mendengar kalimat yang Alin tunggu akhirnya keluar, barulah gadis itu bisa menghela nafas normal. "Iya, kan? Nggak perlu perfect, yang penting do the best."

Mereka berdua kembali melanjutkan belajar bersama. Sebenarnya lebih cocok sesi tanya jawab karena Alin terus menanyakan hal-hal yang tidak dia mengerti ke Airin sehingga Airin tidak sempat membaca ulang ringkasannya. "Gimana, Rin, cara nentuin ini?"

"Pokoknya kamu inget aja kalau BK itu kurang dari 60, dan BB itu lebih dari 100. Terus mulai deh tentuin satu per satu sama datanya."

Sebelum Airin menjelaskan lebih lanjut, Alin mengangkat tangannya. "Bentar, Rin, aku mau coba tentui BK BB-nya dulu."

Setelah menentukan dan menjumlahkan semuanya, Alin langsung memberi tahu Airin. "Rin, sudah nih. Terus apalagi?"

Baru saja Airin membuka mulut, tapi dia kembali menutup mulutnya dan menghela nafas. "Ini nih yang harus diinget, iklim A sampai H. Jadi nanti hasil dari yang tadi disesuain dengan iklimnya. Iklim A, nol sampai tiga belas persen. Iklim B, tiga belas persen sampai 33,5 persen. Iklim C—udah deh, baca aja sendiri."

Melihat catatan Airin mampu membuat Alin nggak mood belajar lagi. Terlalu banyak tulisan yang dihafal. "Tapi cuma ini aja kan, Rin?"

"Nggak lah. Habis gitu kita masih tentuin jenis tanah. Di bawah itu penjelasan jenis tanahnya." Airin menggerakkan dagunya ke arah catatan.

Hadeh, makin males belajar, batin Alin. Dia jadi nyesel nggak belajar serius semalam. Alih-alih belajar, dia malah keasikan buka Instagram. Ibaratnya 25% serius belajar, 75% main HP.

Makanya pagi-pagi begini dia datang untuk belajar, biasanya bawaan di sekolah jadi pengen belajar terus. "Rinn, aku gak paham—"

"Halo, Lin," sapa Hani, teman sekelasnya. "Halo juga."

"Disini udah dari jam berapa, Lin?"

"Jam 6.15," Alin menyengir. Alin memang sengaja datang 1 jam sebelum sekolah dimulai.

"Wih, kamu rajin juga ya. Anak pinter emang beda, sih."

Haha, gak tau aja gara-gara kemarin keasikan main IG, makanya kesini pagi-pagi. Alin tetap tersenyum kalem untuk membalas pujian itu. Eh, itu termasuk pujian nggak sih?

Airin cuma geleng-geleng kepala setelah Hani berlalu. Hanya Airin seorang yang tahu alasan sahabatnya masuk pagi. Dia sendiri baru datang jam 6.45.

"Oke, ayo fokus belajar," ujar Airin pada dirinya sendiri. Dia mulai menyenderkan punggung di tembok dan kembali menghafal catatan Airin.

Baru 3 menit menghafal, dia kembali menurunkan catatan dan mendesah. "Lin, aku mau daftar remidi ajalah."

"Makanya kemarin belajar, dong—"

Percakapan mereka kembali tersela gara-gara kedatangan Melly dan kawan-kawannya. "Lin, bisa ajarin kita Geo, nggak?"

"Hah?" Alin melongo.

"Iya," Melly mengangguk. "Kamu paham hukum laska, nggak?"

Nah lho, hukum laska apaan coba.

Perfect Spotlight (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang