BAB DUA PULUH ENAM

24 8 0
                                    

Semua murid dikumpulkan di lapangan untuk menyambut perlombaan 17 Agustus. Banyak jenis ekspresi yang ditunjukkan para murid. Ada yang terlihat bahagia karena hari ini tidak ada pelajaran sama sekali, ada yang merasa biasa saja, bahkan ada yang terlihat malas. Biasanya yang terlihat malas adalah murid yang tidak ikut lomba apapun. 

Airin mendatangi kumpulan siswi yang dia kenal baik. Karena Alin sibuk mempersiapkan lomba sebagai panitia, jadi tidak ada yang menemaninya sama sekali. Airin sendiri ikut lomba makan kerupuk untuk mewakili kelasnya. Semoga saja dia tidak kesusahan untuk menggapai kerupuknya.

Ketika dia asik mengobrol dengan Keira, Alin datang dengan setelan baju putih yang lengannya dilipat dan celana merah beserta kartu tanda pengenal panitia yang tergantung di leher. Sepatunya pun sepatu putih. Pakaiannya terlihat sangat pas di tubuh Alin, siapapun pasti akan sempat salfok pada pakaian Alin. Airin tebak gadis itu sudah mempostingnya di second account-nya.

Alih-alih gadis itu menyapa Airin, Alin malah menyapa Keira dan teman-temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alih-alih gadis itu menyapa Airin, Alin malah menyapa Keira dan teman-temannya. Airin sih tidak ambil pusing karena toh setiap hari dia selalu bersama gadis itu. "Kalian ikut lomba apa?"

"Aku balap karung, Ria ikut makan kerupuk, Jesslyn sama Feli ikut tarik tambang," jelas Keira. "Btw Lin, pakaianmu bagus, ya. Apalagi kalau kamu yang pakai, tambah makin bagus."

"Oh, ya? Makasih, Kei. Ya sudah, aku balik dulu, ya. Dadah Rin, Kei, Ria, Feli, dan... namamu siapa?" 

"Jesslyn," sahut Airin. 

"Ah iya, maksudku Jesslyn. Ya sudah, dadah semua." Alin pamit sambil menunjukka senyum khasnya.

Langkah Alin pergi ke balik panggung. Sebentar lagi acara akan dimulai dengan doa dan senam bersama. Setelah itu baru acaranya benar-benar dimulai. Di belakang panggung, sudah ada beberapa panitia yang mengatur mic dan speaker.  "Lin, tolong cariin Ray, dong."

"Ray?" ulang Alin. Dia baru sadar kalau hari ini dia belum melihat ketua OSIS tersebut. "Oke, deh."

Awalnya dia memutari lapangan, siapa tahu Ray ada di antara ratusan murid yang sedang berkumpul. Tapi matanya tidak menemukan sosok cowok tersebut. Alin memutuskan ke kelas Ray dan berharap ada lelaki itu disana. Karena tanpa Ray, acaranya tidak bisa berjalan.

Tetapi sebelum dia sampai di kelas Ray, sebuah suara muncul. "Nyari siapa, Lin?" Alin menoleh dan mendapati 2 sosok yang sudah dia kenal baik. Dia tidak hanya mendapati tubuh jangkung Ray, tapi juga Kevan. Omong-omong kalau mereka bersejajar, ternyata Ray lebih tinggi 2-3 sentimeter dari Kevan.

"Nyari kamu, Ray."

Mata Kevan memutar malas. "Ray mulu yang dicari. Aku nya kapan?"

"Ciah." Ray memukul pelan lengan Kevan menggoda. "Ya sudah, cepet sana ke lapangan. Ayo, Lin."

Kevan tidak bisa membiarkan tangan Ray meraih pergelangan tangan Alin. Secara otomatis dia memisahkan paksa. "Heh, awas tangan. Gak usah sok modus kalau nggak suka."

Alin tidak sempat memikirkan kecemburuan Kevan dan kejahilan Ray karena kedua cowok itu berbicara dan bertindak dengan cepat. Kini mereka pergi ke belakang panggung bersama. "Tadi kamu kemana, Ray?"

"Ke kelas, kok. Tadi niatnya mau ambil minum, tapi Kevan ngajak ngobrol. Makanya aku jadi lupa waktu."

"Oh." Ngomongin apa? Rasa penasaran Alin rasanya meronta-ronta ingin bertanya. Tapi dia sadar kalau itu bukan urusannya. Kecuali kalau kedua orang itu berbicara tentangnya.

Tunggu, Lin. Kenapa kamu merasa kamu jadi pusat segalanya? Kenapa mereka berdua harus ngomongin tentang kamu? Cewek itu mendesah pelan. Bisa saja kedua orang itu membicarakan hal lain. Banyak topik pembicaraan lain selain tentang dia. 

Setelah 5 menit mereka habiskan waktu dari lantai 2 menuju belakang panggung, akhirnya mereka tiba. Ray langsung mempersilahkan guru untuk maju ke panggung dan memimpin doa. Begitu doa selesai, Ray maju untuk memberitahu beberapa informasi dasar dan tambahan. Begitu peluit dibunyikan, acara ini resmi dimulai.

Lomba pertama adalah perlombaan olahraga bola tangan menggunakan karung. Permainannya memiliki peraturan yang hampir mirip dengan biasanya, hanya saja pemainnya disuruh menggunakan karung sehingga terlihat seperti balap karung. Waktunya pun hanya dibatasi 15 menit dan akan dilihat skor paling banyak.

Alin bertugas untuk mencatat skor yang tercetak. Beberapa orang terjatuh saat bermain, tetapi berkat keinginan untuk memenangkan hadiah, mereka bangkit berdiri dan kembali main. Sesekali mereka tertawa melihat cara bermain seseorang yang aneh. Setelah babak pertama selesai, para pemain berganti dan permainan dilanjutkan. Setelah semua perwakilan kelas telah mendapat kesempatan bermain, permainan itu diganti sejenak agar para pemain bisa beristirahat untuk pertandingan semifinal mereka.

Permainan kedua adalah estafet. Tidak seperti lomba estafet biasanya yang hanya perlu berlari dan memberikan barang yang dimiliki, di lomba ini sebelum para pemain saling menyerahkan barang, mereka akan dihadapi beberapa tantangan. Jadi bisa dibilang lomba estafet langsung merangkap 4 permainan. Bagian pertama adalah balap karung, bagian kedua adalah mengisi kelereng dengan sumpit, bagian ketiga adalah makan kerupuk yang mengunakan kaki sebagai penentu tinggi tidaknya tali kerupuk, dan yang terakhir adalah memindahkan balon dengan kepala yang dilakukan oleh dua orang. Pemenang lombanya diambil dari 3 tim tercepat.

Alin berjaga di babak kedua untuk menghitung jumlah kelereng yang masuk. Di tengah lapangan dan terkena sinar matahari yang terik, dia bisa merasa seperti terpanggang. Walaupun begitu, dia tetap melakukan yang terbaik walaupun setelah ini kulitnya akan kemerahan.

Ketika game estafet selesai, akhirnya semua orang mendapatkan waktu istirahatnya selama 45 menit. Setelah istirahat berakhir, mereka akan melanjutkan game khusus guru, lalu lomba tarik tambang dan diakhiri melanjutkan babak semifinal dan final lomba bola tangan dengan karung. Diperkirakan mereka akan selesai jam 2 termasuk pengumuman pemenang. 

Setelah berpanas-panasan di lapangan, air di botol Alin langsung habis dalam beberapa tegukan. Tidak hanya para pemain yang kecapekan karena kesusahan menyelesaikan permainan, para panitianya juga sama-sama lelah mempersiapkan segalanya dengan cepat. Ketika murid-murid mulai berhamburan menuju kantin, panitia masih membersihkan sampah-sampah yang ada.

"Capek ya, Lin?" tanya Airin begitu Alin tiba di kelas. 

"Capek banget," jawabnya sambil ngos-ngosan. Dia tidak terbiasa berlama-lama di bawah matahari. Apalagi jika sudah jam 10 ke atas. Sekarang pun hawa dingin AC kelas saja tidak terasa di dirinya.

"Tadi Kevan beliin kamu makanan sama air. Kok dia tahu kalo kamu nggak bawa makanan, ya?"

Mata Alin melirik sekilas makanan di kotak plastik yang sangat terlihat enak untuk di makan. Padahal nantinya para panitia akan memesan go-food untuk makan bersama. "Nggak tahu, deh. Mungkin dia ngintip isi tasku buat tahu aku bawa makanan atau nggak."

Tanpa berniat menolak kebaikan orang, Alin akhirnya membuka kotak tersebut mulai makan. Saat beberapa cewek rusuh tentang berita yang mereka terima, Alin masih sibuk makan hingga salah satunya menyerukan info tersebut dengan jelas. "Ray katanya pingsan, loh!"

Baik Alin dan Airin, keduanya sama-sama mendongak setelah mendengar itu. Ray pingsan?


[To Be Continued...]

Perfect Spotlight (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang