Chapter 2

3.5K 401 10
                                    

"K-kookie, aku ingin tanya sesuatu. Tapi janji Kookie jangan marah eum?"

"Hm? Iya siap.. mau tanya apa um?"

"Kookie sayang aku.. Sebagai adik pada kakaknya kan?"

.
.
.
.
.

"JIMIN! BANGUN!"

Deg

Jimin terengah dari tidurnya saat mendengar bentakan dari arah depannya, ia mengedarkan pandangannya ke segala arah melihat jika teman sekelasnya menatap ke arahnya dengan tatapan khawatir.

"Siapa suruh kau tidur saat pelajaranku hah?!" Jimin menelan ludahnya saat mendengar bentakan kasar dari guru Matematikanya yang kini melihatnya dengan tatapan tajam, seakan siap menelannya bulat-bulat sekejap mata.

"M-maaf pak, s-saya tadi tida-

"Keluar dari kelasku!!"

Jimin mendesah pasrah mendengar gurunya berkata demikian, ia lalu berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kelasnya tanpa memperdulikan tatapan teman sekelasnya yang menatapnya aneh. Tentu saja, ia adalah murid yang cukup disiplin dan jarang melanggar atau melakukan hal aneh di sekolah.

Rekor untuknya di keluarkan dari jam pelajaran dimana gurunya termasuk guru yang berbahaya di sekolah. Jimin berdecak, ia lalu berdiri di samping pintu kelas dan menatap lapangan basket di depannya.

"Hah.. kenapa aku harus bermimpi kejadian buruk itu terus menerus..?" Gumamnya sambil meremat rambutnya dengan perasaan frustasi. Dan ia juga merutuki kelakuannya yang bisa-bisanya tertidur saat jam pelajaran di mulai.

"Jungkook lempar kesini!"

"Nice!"

"Shoooot!!"

"Woohooo berhasil!!"

Jimin yang tadinya masih sibuk dengan pemikirannya yang random refleks menoleh saat mendengar satu suara yang sangat familiar untuknya.

Jungkook ada disana, memakai seragam basket dan bermain bersama timnya. Jimin baru ingat jika Jungkook langsung terpilih menjadi pemain inti basket dan akan mewakili sekolah minggu depan.

Jungkook juga mengatakan jika ia harus datang ke pertandingan dan menyemangatinya nanti, namun Jimin masih menentukan hal itu. Ia hanya takut akan satu hal akan terjadi jika ia menuruti kemauan Jungkook yang satu ini.

Tanpa sadar Jimin tersenyum miris, ia lalu menunduk sambil menyandarkan punggungnya ke tembok sebelah pintu. Bibir bawahnya ia gigit kuat dan matanya mulai berkaca-kaca.

Jimin tak mengerti, kenapa bisa sesakit ini bahkan hanya melihat Jungkook saja. Selama ini ia berusaha tegar dan menerima apa yang akan terjadi jika semua terbongkar.

Namun tetap saja, rasanya menyakitkan.

Ia mulai terisak lumayan keras, di lorong yang sepi ia mulai menangis sambil menepuk dadanya kuat, mencoba menghentikan sesak yang terus tertimbun di dalam hatinya.

"S-sakit Kookie.. Sakit sekali.. Hiks." Jimin mulai terseguk, ia mencoba menahan tangisannya namun tak bisa. Air matanya terus mengalir dan bibirnya terus bergumam jika ia sesak.

"Hyung!" Di sela tangisnya, Jimin bisa mendengar teriakan panik dari arah depannya, namun ia tak punya keberanian untuk mengangkat dagunya. Ia malah berlari ke arah kamar mandi siswa lantai satu.

"Hyung! Jimin hyung! Kau kenapa?!" Jimin bahkan menghiraukan Jungkook yang berteriak panik di belakangannya. Ia tak sanggup menatap Jungkook sedikitpun, ia benar-benar sudah tak kuat dengan hal ini.

Namun belum sempat Jimin sampai kamar mandi, lengannya di tarik dan badannya berbalik ke belakang dengan refleks.

"Hyung! Kau kenapa?!" Jimin makin mengeraskan tangisannya saat mendengar Jungkook berteriak khawatir padanya, ia menggeleng dan mencoba melepaskan cengkraman erat Jungkook di lengannya. Namun apa daya, tubuh Jimin lemas dan tak bisa bergerak sesuai dengan keinginannya.

Jungkook menghela nafasnya, ia berdecak dan menatap Jimin yang masih menangis di depannya. Ia tadinya sedang fokus bermain basket bersama timnya namun tak sengaja melihat Jimin berdiri di depan kelasnya.

Tadinya ia ingin menyapa dan menanyakan kenapa Jimin berada di luar saat jam pelajaran, namun ia malah panik dan refleks mendekati Jimin saat samar mendengar tangisan hyung tersayangnya. Ia yang tadinya akan mendekati sosok manis itu refleks mengejar Jimin saat hyungnya itu berlari menjauhinya ke arah kamar mandi masih dengan isakannya.

Untung saja Jimin masih bisa ia kejar dan ia berhasil menahan Jimin untuk tidak berlari lagi.

"Hyung.. Ya Tuhan, kau kenapa?" Tanyanya lembut dengan tangan yang terulur ingin mengusap air mata Jimin, ia tak tega melihat hyungnya bersedih seperti ini.

Plak

"Jangan sentuh aku." Jungkook terkejut setengah mati saat Jimin menepis tangannya dengan kasar dan Jimin menatapnya dengan tatapan nanar.

"Hyung.."

"Berhenti membuatku terus berharap padamu Jeon Jungkook."

Dear Kookie [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang