Chapter 8

2.4K 284 7
                                    

Jam sudah menunjukan pukul tujuh kurang lima belas menit, dan Jungkook dengan terburu-buru memasang sepatu sekolahnya.

Pagi ini ia terlambat bangun karna semalam ia begadang untuk menyelesaikan tugasnya yang menumpuk. Jungkook sedang fokus pada pertandingan dan ia sering sekali ijin untuk latihan di beberapa pelajaran.

Jika Jungkook tidak di ijinkan untuk keluar kelas oleh guru yang mengajar, ia akan memberitahu pelatihnya dan setelahnya ia bisa berlatih. Sebagai gantinya ia akan di beri tugas tambahan yang banyak oleh beberapa guru karna tidak bisa mengikuti pelajaran.

Imbasnya adalah keesokan paginya, ia akan terlambat bangun karna harus mengerjakan tugas sampai larut. Mau tidak mau ia harus mengerjakannya, jika tidak di kerjakan mungkin Jungkook tidak akan lulus.

Setelahnya ia segera keluar kamar dan langsung menuju meja makan yang sudah di isi dengan Ayah, ibu dan adik laki-lakinya.

"Semuanya, aku pergi sekolah dulu." Ucapnya dengan terburu-buru mengecup pipi ketiganya yang hanya bisa menggeleng geli jika Jungkook terlambat pergi sekolah.

"Hati-hati nak!" Ucap ayahnya dan di balas anggukan Jungkook, pemuda Jeon itu melangkah lebar keluar rumah dan berlari sedikit kencang ke arah sebrang rumahnya.

Rumah besar lainnya yang bercat putih hitam, rumah hyung kesayangannya. Rumah mereka memang bersebrangan dan itu sebabnya keluarga mereka sangat dekat.

"Jimin hyung! Ayo pergi!" Pekiknya dengan panik sambil melihat jam tangan di pergelangan tangan kanannya. Wajahnya terlihat panik karena takut terlambat.

"Jimin hyung?!" Panggilnya lagi saat Jimin tak kunjung keluar rumah, ia mengerutkan keningnya bingung melihat pintu rumah Jimin yang masih tertutup. Tidak biasanya Jimin belum keluar jika ia memanggil dari luar.

"Jimin hyung! Ayo kita akan terlambat!" Pekiknya lagi sambil meremat pagar kayu berwarna merah sebatas perutnya itu.

Cklek.

Jungkook makin mengerutkan keningnya saat melihat siapa yang keluar. Itu bukan Jimin, tapi Jieun dan ayahnya Jimin.

"Jungkook? Kau belum pergi?"

"Ah.. belum ayah, dimana Jiminie?"

Ayah Park terlihat kebingungan disana, ia menoleh pada anak sulungnya dan mereka saling menatap dengan bingung.

"Jimin sudah berangkat sejam yang lalu Kook-ah."

"Apa..?"

Jungkook terkejut disana, mendadak perasaannya sedih dan tidak enak. Pikirannya langsung melenceng kemana-mana dan ia teringat jika kemarin mereka bertengkar sampai Jimin jatuh pingsan.

"Kalau begitu aku pergi dulu ayah, Noona." Jungkook segera menjauh dari keduanya yang lagi-lagi kebingungan. Ada yang tidak beres dengan Jimin dan Jungkook.

"Apa dia menghindariku..?" Jungkook bergumam sambil menunduk menatap sepatunya dengan sendu. Ada perasaan sesak yang hinggap di hatinya.

Jungkook menghela nafasnya dan memilih berbalik kembali ke rumahnya. Seketika ia malas sekolah, kepalanya mendadak pening dan ia yakin tidak bisa fokus belajar. Mungkin karna ia kurang tidur dan banyak pikiran juga kelelahan

Ia melangkah dengan pelan kembali ke jalan rumahnya, kepalanya masih menuduk dan tangannya terkepal dengan kuat. Jungkook merasa semuanya salah, ia tidak suka jika benar Jimin ingin menghindarinya.

Kepalanya makin pusing, matanya juga terlihat meredup dan berkaca-kaca. Ada perasaan mengganjal yang Jungkook tidak mengerti kenapa sampa ia menangis.

Sebaiknya ia memang tidak pergi ke sekolah.

Cklek

"Loh? Nak? Kenapa kembali lagi?" Jungkook hanya bisa menatap sendu ibunya yang langsung menghampirinya saat ia membuka pintu rumah lagi.

"Bu.. aku merasa sakit.. sakit sekali." Lirih Jungkook dengan tangan kanan yang memegang dadanya. Isakan kecil terdengar dari bibirnya dan hal itu membuat ayah, ibu dan adiknya terkejut. Jungkook menangis.

Pria tampan itu menjatuhkan tasnya dan memeluk sang ibu dengan sangat erat. Ibunya hanya bisa mengerutkan keningnya bingung namun membalas pelukan Jungkook erat juga.

"Hey hey jagoan ibu, ada apa hem?" Ibunya langsung membawa Jungkook ke kamarnya dan menidurkan Jungkook yang kini menutup matanya dengan lengan kanan. Bibir bawahnya Jungkook gigit untuk menahan isakan yang terus ingin keluar.

Ibu Jungkook yang kebingungan hanya bisa menatap Jungkook yang berusaha untuk tidak menangis. Baru pertama kali setelah sekian lama ia melihat Jungkook menangis seperti ini, anak lelakinya ini adalah anak yang kuat. Hal apapun yang membuat Jungkook seperti ini pasti benar-benar menyedihkan untuk Jungkook sampai ia menangis.

"Sepertinya aku akan ijin tidak masuk kerja hari ini," Ibu Jungkook menoleh sedikit saat suaminya berkata dengan nada lembutnya disana.

"Bagaimana bisa? Sudah kau pergi bekerja saja dan antarkan Wonwoo ke sekolahnya. Ujiannya di mulai pukul 8, ia akan terlambat." Sang ayah hanya tersenyum dan mengelus rambut istrinya dengan lembut.

"Anakku sedang terluka, aku bisa menyelesaikannya. Sudah kau saja yang antar Wonwoo ya? Sekalian belikan minuman jahe hangat untuk Jungkook." Ucap ayah Jungkook dengan lembut. Ibu Jungkook hanya bisa menghela nafas dan menuruti kemauan sang suami.

Ia mengajak Wonwoo anak keduanya dan mereka pergi meninggalkan ayah Jungkook yang kini sedang berjalan dan duduk di sisi kasur tempat Jungkook berbaring.

Ia mengelus rambut basah Jungkook karna keringat sambil meronggoh ponselnya di saku jas mahalnya. Ia mengetik sesuatu di layar ponselnya lalu mendekatkan posel itu ke telinga kanannya.

"Hallo? Billy? Hari ini aku tidak bisa masuk kerja. Kau bisa kerjakan semuanya kan? Lagipula jadwalku hanya rapat dan mengecek dokumen."

"...."

"Aku sedang ada masalah penting di rumah. Tenang saja, gajimu akan aku tambah nanti."

"...."

"Alasannya? Jagoanku sedang patah hati. Tentu saja aku harus menemaninya."

Dear Kookie [KookMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang