"Kookie sayang aku.. Sebagai adik pada kakaknya kan?"
"Iya... Apa pandangan hyung berbeda untuk ku?"
.
.
.
."Stop! Jungkook! Kenapa kau malah lempar ke sembarang arah?!" Jungkook tersentak kaget saat mendengar bentakan dari pelatihnya untuk ke sekian kalinya. Ia tersenyum canggung sambil menunduk dan bergumam meminta maaf.
Semua orang di lapangan basket hanya mengeluh karna mereka gagal pulang jika Jungkook masih tak bisa mencetak poin terakhirnya.
Pikiran Jungkook sedang kalut sedari tadi setelah bertemu dengan Jimin, ada perasaan mengganjal dalam hatinya yang tak bisa ia ungkapkan hanya dengan kata-kata. Semuanya terlalu memusingkan dan membuatnya merasakan perasaan aneh yang kembali datang.
"Hah.. Ya sudah, kita sambung latihan besok. Kalian semua boleh pulang." Ucap sang pelatih sambil menatap tim Jungkook yang sudah kelelahan. Sudah hampir satu jam lebih mereka gagal pulang hanya karna Jungkook tak kunjung bisa fokus dan bekerja sama dengan mereka. Entah apa yang terjadi pada pemuda Jeon itu hingga permainannya kacau di latihan pulang sekolah kali ini.
"Jeon Jungkook, kau ikut aku sebentar." Jungkook yang tadinya akan menyusul teman-temannya berganti pakaian menoleh saat pelatihnya berujar kembali. Ia hanya bisa mengangguk dan yakin jika ia akan di marahi habis-habisan hari ini.
Ia mengikuti pelatihnya ke sisi lapangan meninggalkan teman-temannya yang tak bisa membantu banyak. Permainan Jungkook terlihat berbeda dari pada siang tadi, Jungkook lebih banyak melamun dan tak fokus dengan permainan mereka.
"Ada apa denganmu? Kau sudah malas dengan pertandingan minggu depan?" Jungkook hanya bisa menunduk saat mendengar pelatihnya berkata dengan nada tegas dan kesalnya.
"Maaf pak.. Aku tak akan mengulanginya lagi." Lirihnya sambil mengepalkan tangannya, Jungkook merasa malu menghadap pelatihnya.
Butuh perjuangan ekstra untuk bisa masuk ke ekskul ini, dan ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Namun hatinya sedang kacau, ia tak bisa berpikir dengan jernih.
Perkataan Jimin masih tersimpan baik di dalam ingatannya, wajah kecewanya masih terekam jelas dalam pandangannya dan suara yang menyakitkan itu masih terngiang di dalam otaknya. Semuanya terasa begitu salah di mata Jungkook, ia tak suka perasaan semacam ini.
"Aku tak mau melihat permainan burukmu lagi. Jika aku melihatnya lagi, aku pastikan besok posisimu akan tergantikan." Jungkook menganggukan kepalanya paham dengan perkataan pelatihnya, ia meminta maaf sekali lagi dan pamit untuk bersiap pulang.
Ia memasuki ruang ganti ekskul basket dan membuka bajunya, membiarkan perut kotak-kotaknya yang sering membuat para gadis menjerit terekspos jelas.
"Kook-ah, kau tidak akan bersih-bersih dulu?" Jungkook yang sedang memakai jaket kulitnya menoleh mendengar salah satu temannya berujar.
Ia menggeleng dan mengganti celananya dengan celana sekolah, setelahnya ia berjalan ke washtafel dan mencuci mukanya disana. Namun saat ia akan memakai sabun cuci mukanya, bayangan Jimin telintas kembali dalam ingatannya.
"Sialan." Umpatnya lalu mencuci mukanya dengan cepat dan mengeringkan wajahnya dengan handuk bersih yang ia ambil dari loker. Semua teman-temannya hanya saling pandang dan bertanya ada apa dengan pemuda Jeon ini.
Tak biasanya Jungkook berprilaku seperti ini, biasanya pemuda itu bersemangat dan ceria dalam keadaan apapun. Selama berlatih mereka juga beberapa kali melihat jika Jungkook melamun dan menatap kosong ke depan. Bukan Jungkook sekali.
Namun mereka tak ada yang berani berkata, bahkan saat Jungkook menggendong tasnya dan berjalan keluar ruang ganti, tak ada satupun yang berani bersuara. Aura Jungkook begitu kelam dan gelap, benar-benar bukan Jungkook sekali.
Bahkan mood jelek Jungkook terbawa sampai ia berada di depan kelas Jimin, ia berencana akan berbicara masalah ini dengan Jimin.
Ia tak mau masalah ini makin berlarut karna Jimin sendiri yang membuatnya menjadi rumit. Ia pikir Jimin sudah melupakan kejadian itu, namun ia salah.
Jungkook menunduk untuk melihat jam tangannya, ia menyisir rambutnya ke belakang kepala yang mana membuat beberapa kakak kelasnya memekik menyebutnya tampan.
"5 menit lagi kelas hyungie sudah selesai.." gumamnya dan duduk di kursi panjang yang berada di depan kelas Jimin. Menunggu dengan tidak sabar kedatangan Hyungnya.
Tadi Jimin langsung meninggalkannya di depan toilet dan berkata tidak akan mau bertemu Jungkook lagi jika ia masih mengejarnya. Jungkook hanya pasrah dan membiarkan mood Jimin kembali membaik.
Ia harus memastikan jika kesedihan Jimin bukanlah karna dirinya.
Cklek.
"Yak, ini masih jam 4 sore. Ayo main dulu!"
"Sekarang kita jadi menginap?"
"Hey! Pinjam prmu dong!"
"Sumpah aku bingung dengan pelajaran tadi!"
"Aku juga! Aku pulang ingin langsung tidur!"
Jungkook refleks bangkit dari duduknya saat murid di kelas hyungnya keluar dan ia langsung mencari Jimin. Namun ia tak kunjung menemukan hyung tersayangnya itu.
Ia malah melihat geng hyungnya yang berjalan keluar tanpa Jimin di dekat mereka. Dengan cepat ia melangkah ke arah mereka membuat langkah mereka terhenti.
"Taemin sunbae! M-maaf aku tidak sopan menghentikan kalian begini. Aku mencari Jimin hyung, dia ada dimana?" Jungkook sedikit menelan ludahnya saat teman satu geng Jimin ini menatapnya dengan sinis.
Tak heran lagi dengan perlakuan mereka, Jungkook sudah tau alasannya.
"Ada di dalam, kami tak jadi kerja kelompok dan dia sedang menunggu Min Yoongi." Jungkook berkedip pelan saat salah satu sahabat Jimin yang ia tau bernama Yerin berujar dan menekankan kalimatnya di akhir.
Mereka lalu berjalan melewati Jungkook begitu saja, pemuda Jeon itu menghela nafas dan berjalan masuk ke arah kelas Jimin. Ia melihat hanya ada beberapa orang di dalam, dan Jimin berada di bangku paling depan sebelah kiri dekat dengan meja guru.
"Jimin hyung? Kita perlu bicara."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Kookie [KookMin]
Fanfiction! ! ! Udah Tamat ! ! ! Adik-Kakak zone? Rasanya gimana? Tanya aja sama Jimin Jm; bott Jk; dom ga suka ya seperti biasa, keluar aja yaps. happy read gusy ♡