Jimin perlahan membuka matanya yang terasa berat dan seperti di lem dengan kuat. Kepalanya sedikit pusing dan perutnya juga terasa perih.
Gejala yang selalu di rasakannya saat telat makan, Jimin baru ingat jika ia belum makan dari siang kemarin. Dan semua karna Jungkook.
Perlahan Jimin mendudukan dirinya di atas ranjang, sebenarnya ia tidak mau berangkat sekolah. Namun hari ini ada seleksi anggota baru yang akan masuk ekskul seni. Jimin adalah ketua ekskul bergengsi itu, mau tak mau ia harus pergi dan melihat anggota baru yang bergabung dengan klubnya.
Jimin mencoba untuk tidak memperdulikan rasa pening di kepalanya, ia berjalan ke kamar mandi di dalam kamarnya dan mandi dengan cepat disana. Setelahnya ia langsung bersiap memakai seragam dan membereskan buku pelajaran hari ini.
Saat ia sudah siap, Jimin keluar kamar dan langsung menuju dapur. Ia bisa melihat jika Bundanya sedang memasak sarapan di dapur.
"Pagi Bunda." Sapanya sambil membuka kulkas untuk mengambil sekotak susu cokelat kesukaannya.
"Sayang? Kau sudah bangun?" Bunda Park yang tadinya sibuk dengan masakannya sedikit melirik Jimin yang berada di sisi kanannya.
"Iya Bunda." Jawab Jimin sambil mendudukan dirinya di meja makan. Dengan cepat ia membuat sandwich dengan bahan seadanya. Roti, keju dan selai.
Setelahnya Jimin mulai sarapan dalam keheningan, yang terdengar hanya suara sang Bunda yang sedang memasak. Pikiran Jimin melenceng kemana-mana, ada perasaan gundah di dalam hatinya.
Dan Jimin benar-benar membenci perasaan semacam ini. Perasaan yang selalu ia coba lupakan dengan berbagai cara.
"Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?" Jimin menoleh saat mendengar pertanyaan sang Bunda yang entah sejak kapan sudah berada di sisinya.
Jimin tersenyum, ia menghabiskan sisa sandwich miliknya dan menghadap sang Bunda.
"Aku tidak apa-apa Bunda, aku harus pergi sekarang. Apa bekal makanku sudah siap?" Bunda Park mengerutkan keningnya saat Jimin berkata dengan senyuman yang di paksakan di depannya.
Sebenarnya sebagai ibu ia punya firasat tidak baik dengan keadaan Jimin. Naluri ibu mengatakan jika anaknya ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tapi ia tak bisa memaksa Jimin untuk bercerita, ia tidak mau membuat Jimin tidak nyaman. Biar saja Jimin yang bercerita sendiri jika sudah siap nanti.
"Sudah, Jiminie mau langsung pergi?" Ujar Bunda Park sambil menutup bekal makan Jimin dan memasukan bekalnya ke dalam tas Jimin.
Jimin tersenyum dan mengangguk, ia lalu berdiri dan mencium pipi sang Bunda dengan lembut.
"Bilang pada Ayah dan Jieun Noona aku tidak bisa sarapan bersama hari ini."
"Hum? Lalu bagaimana dengan Jungkook?"
Deg
Perlahan, senyum Jimin luntur dan ia terlihat memaksakan senyumnya. Sang Bunda langsung mempunyai pikiran jika sikap Jimin yang seperti ini adalah karna Jungkook.
Jimin terlihat mencoba untuk menghindari Jungkook, jarang sekali Jimin pergi pukul enam lebih seperti ini. Jimin memang selalu siap pukul enam, namun ia akan menunggu Jungkook agar mereka bisa pergi bersama.
Semuanya ada hubungannya dengan Jungkook. Tapi sekali lagi, ia ingin Jimin terbuka terlebih dahulu dari pada ia harus memaksa walau sebenarnya ia sangat penasaran.
"Bilang juga padanya jika aku sudah di sekolah."
"Baiklah sayang."
Jimin hanya tersenyum membalas sang Bunda dan berjalan keluar rumahnya untuk ke sekolah. Meninggalkan sang Bunda yang hanya bisa menghela nafas bingung dengan kelakuannya.
Langkah kaki Jimin terlihat di paksakan, ia benar-benar tidak mau pergi sekolah. Jimin.. takut bertemu Jungkook.
Tapi ia juga tidak seharusnya egois dan lari dari masalahnya, jadi mau tidak mau Jimin harus pergi sekolah.
"Hah.. Aku harap aku tidak bertemu dengan Jungkook hari ini di sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Kookie [KookMin]
Fanfiction! ! ! Udah Tamat ! ! ! Adik-Kakak zone? Rasanya gimana? Tanya aja sama Jimin Jm; bott Jk; dom ga suka ya seperti biasa, keluar aja yaps. happy read gusy ♡